Silicon Valley Bank (SVB) Kolaps Akibat Krisis Permodalan?

444
SVB

(Vibiznews – IDX Stocks) – Bank asal AS, Silicon Valley Bank (SVB), kolaps pada Jumat (10/3) akibat krisis permodalan, merupakan kasus kegagalan bank terbesar kedua di AS, sekaligus menjadi yang terbesar sejak krisis keuangan 2008.

Krisis ini bermula ketika SVB Financial Group (NASDAQ: SIVB) – induk usaha SVB – mengumumkan press release pada Rabu (9/3) bahwa mereka hendak meningkatkan modal senilai USD1,75 miliar dengan menjual saham biasa dan saham preferen. SVB Financial Group juga mengatakan telah menjual surat berharga senilai USD21 miliar, yang membuat perusahaan diperkirakan akan membukukan rugi bersih senilai USD1,8 miliar pada 1Q23.

SVB Financial Group tidak menjelaskan alasan mereka hendak meningkatkan modal dan menjual rugi surat berharganya dalam press release. Kurangnya konteks tersebut diperparah dengan waktu pengumuman press release yang kurang tepat, karena diumumkan pada hari yang sama saat Silvergate – bank yang berfokus pada crypto – mengumumkan kolaps.

Namun, dalam keterbukaan informasi di Securities and Exchange Commission (SEC), SVB Financial Group mengatakan bahwa penambahan modal ditujukan untuk mengantisipasi “suku bunga yang lebih tinggi, pasar publik dan swasta yang tertekan, dan tingkat cash burn yang meningkat dari klien.” SVB juga mencantumkan secara terperinci bahwa surat berharga yang mereka jual adalah obligasi pemerintah AS bertenor panjang dengan rata-rata yield 1,79%, jauh di bawah yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun yang saat ini di kisaran 3,9%.

SVB sendiri – yang merupakan bank terbesar ke-16 di AS berdasarkan aset pada 2022 – memiliki mayoritas nasabah startup teknologi. SVB juga menjadi penyedia utang bagi startup, berbeda dari kebanyakan bank tradisional.

Ketika The Fed mulai meningkatkan suku bunga sejak tahun lalu untuk mengatasi inflasi, kondisi tersebut membuat startup kesulitan memperoleh pendanaan sehingga perlu menarik simpanan mereka di SVB. Ditambah dengan kekhawatiran terkait likuiditas SVB ketika mereka mengumumkan kebutuhan tambahan modal, nasabah yang cemas pun melakukan penarikan dana besar-besaran.

Regulator di California, AS, mencatat bahwa nasabah telah menarik USD42 miliar dari SVB pada Kamis (9/3), sehingga bank tersebut mengalami defisit kas sebesar USD958 juta. Pada hari yang sama, harga saham SVB Financial Group melemah 60,4% dalam sehari dan memicu sentimen negatif terhadap sektor perbankan indeks S&P 500 yang anjlok 6,6%.

Pada Jumat (10/3), regulator menutup SVB Financial Group dan mengalihkan kepemilikan SVB ke Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC), lembaga pemerintah AS yang menjamin simpanan nasabah perbankan. Dengan langkah ini, SVB Financial Group bukan lagi induk dari SVB dan segala rencana penambahan modalnya dihentikan.

Andrew Martin, Principal di fund manager Alphinity, mengatakan kepada The Sydney Morning Herald bahwa krisis SVB adalah masalah yang spesifik dan kemungkinan tidak akan berdampak sistemik seperti pada krisis keuangan 2008. Pandangan serupa juga disampaikan oleh Jonas Goltermann, Deputy Chief Markets Economist di Capital Economics, yang mengatakan kepada CNN bahwa masalah dalam krisis SVB adalah exposure yang berlebihan pada sebuah industri, yakni startup teknologi.

Kejatuhan SVB pada dasarnya disebabkan oleh assets and liabilities mismatch, yang merupakan risiko utama model bisnis perbankan. Sebab, bank menyalurkan kredit (aset) untuk jangka panjang, sedangkan simpanan nasabah (liabilitas) dapat ditarik dalam jangka pendek. Bagi investor, cara untuk menganalisis kemampuan likuiditas bank adalah dengan melihat Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR).

Untuk mengantisipasi masalah serupa terjadi di masa depan, The Fed mengumumkan program pendanaan baru bernama Bank Term Funding Program (BTFP) pada Minggu (12/3). The Fed menyebut bahwa program ini akan menjadi sumber likuiditas tambahan bagi bank, sehingga mereka tidak perlu menjual surat berharganya untuk memenuhi likuiditas.

Selasti Panjaitan/Vibiznews/Head of Wealth Planning