(Vibiznews – Banking & Insurance) – Saat ini, sudah banyak produk investasi yang menawarkan karakteristiknya masing-masing. Salah satu pilihan produk investasi yang sedang hangat dibicarakan adalah investasi dengan konsep Peer-To-Peer (P2P) Lending. Konsep investasi ini adalah menghubungkan investor kepada peminjam melalui platform online.
Pada dasarnya, P2P Lending adalah fintech yang membuat platform online. Kemudian menyediakan fasilitas bagi pemilik dana untuk memberikan pinjaman secara langsung kepada kreditur dengan return lebih tinggi.
Dalam hal ini, peminjam dana bisa mengajukan kredit secara langsung kepada pemilik dana dengan syarat lebih mudah. Dan proses lebih cepat dibandingkan ke lembaga keuangan konvensional. Kemudahan dan keuntungan seperti ini yang menarik banyak orang untuk berinvestasi melalui P2P Lending.
Namun perlu disadari bahwa P2P Lending memiliki beberapa risiko.
Berikut ini adalah beberapa risiko berinvestasi di P2P Lending.
1. Tidak bisa menarik dana di tengah jalan.
Ketika Anda melakukan investasi di P2P Lending, Anda sebagai pemberi pinjaman (lender) tidak dapat menarik dana di tengah jalan. Pada umumnya setiap perusahaan P2P Lending punya aturan tersendiri dalam ketentuan pencairan dana. Tenor investasi P2P Lending berkisar dari 3 bulan sampai 1 tahun.
2. Risiko keterlambatan pembayaran
Pelaku UKM atau personal yang meminjam dana dari Lender melalui platform P2P Lending bisa saja terlambat melakukan pembayaran bunga ataupun pembayaran pokok pinjaman. Hal ini dapat diakibatkan oleh berbagai hal.
3. Risiko Gagal Bayar
Ini merupakan salah satu risiko terbesar dari berinvestasi di P2P Lending. Peminjam mungkin saja tidak bisa membayar kembali pinjaman karena berbagai hal. Bisa saja UKM yang meminjam mengalami kebangkrutan karena kurang lihai dalam menjalankan usahanya.
Bisa juga seorang peminjam gagal mengembalikan pinjaman karena uangnya terpakai untuk hal lain dan tidak bisa menggantinya. Di dunia perbankan, pinjaman yang gagal dibayar seringkali disebut Non-Performing Loan (NPL) atau kredit macet.
4. Dana investasi dibawa kabur
Satu lagi risiko besar buat lender saat berinvestasi di P2P Lending adalah penyalahgunaan dana. Jika kamu tidak jeli memilih perusahaan P2P Lending dengan kredibilitas buruk, tidak terdaftar resmi di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bisa saja mereka kurang pandai memutar uangmu. Bahkan, bisa saja hilang dibawa kabur oleh pemilik perusahaan P2P Lending yang tidak bertanggung jawab.
Nah akhir-akhir ini banyak pemberitaan kasus kredit macet atas pinjaman online (pinjol) karena banyak pihak belum memahami risiko atas fintech lending tersebut.
Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Maret 2023, TWP90 yang menjadi indikator kredit macet di fintech lending meningkat. Jika dilihat baik secara tahunan maupun bulanan menjadi 2,81%.
Tak hanya itu, jumlah perusahaan yang dalam pengawasan khusus karena TWP90 di atas 5% juga mengalami kenaikan dari bulan sebelumnya. Yaitu dari sebanyak 19 menjadi 23 perusahaan.
Sehubungan dengan hal tersebut, Kepala Eksekutif Grup Inovasi Keuangan Digital (IKD) OJK Triyono Gani menyarankan masyarakat untuk memilih perusahaan pinjol yang tepat. Hal ini dilakukan supaya masyarakat terhindar dari kerugian.
Oleh karena itu, ada beberapa tips yang bisa diketahui masyarakat jika ingin berkecimpung di dunia Peer to Peer (P2P) lending.
Pertama, Triyono mengatakan pemberi dana perlu memastikan bahwa penyelenggara merupakan penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) yang memiliki ijin dari OJK.
“Kedua, pemberi dana perlu memahami mengenai produk dan layanan ditawarkan. Mereka perlu mengetahui secara detail isi perjanjian, termasuk risiko yang melekat pada produk dan layanan sebelum melakukan investasi.
Ketiga, melakukan mitigasi risiko yang ditawarkan oleh penyelenggara untuk mengatisipasi pendanaan macet.
Keempat, Triyono menyampaikan perlu juga melakukan profiling terhadap kinerja pendanaan penyelenggara P2P lending sebelum melakukan investasi. Masyarakat dapat membandingkan data kinerja masing-masing penyelenggara yang tercantum dalam website atau sistem elektronik.
Dengan demikian, masyarakat dapat memilih penyelenggara dengan tepat sesuai dengan selera masing-masing.
Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting