OJK Terbitkan Rancangan POJK Untuk Perkuat Bisnis BPR

345
Ada 12 BPR yang Ditutup OJK Karena Bangkrut

(Vibiznews – Banking & Insurance) – Pemerintah memandang perlu untuk mengembangkan bisnis Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dengan melibatkan regulator untuk membuat pengaturan terkini terkait BPR.

Oleh karena itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tampak membuat beberapa rancangan kebijakan baru untuk memperkuat bisnis Bank Perekonomian Rakyat (BPR).

Hal ini menyusul UU 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang juga meningkatkan kapasitas dari industri bisnis.

Yang terbaru, OJK mengeluarkan rancangan Peraturan OJK (POJK) tentang pengembangan kualitas terhadap sumber daya manusia BPR dan BPRS.

Perlu diketahui bulan Maret lalu, OJK juga telah mengeluarkan rancangan POJK. Yaitu tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit BPR dan Batas Maksimum Penyaluran Dana BPRS.

Dalam rancangan POJK terkait pengembangan SDM, ada beberapa poin yang ditegaskan dari aturan sebelumnya. Diantaranya terkait kewajiban sertifikat kompetensi kerja bagi direksi dan dana untuk pengembangan kualitas SDM.

Adapun, poin yang menarik dari rancangan tersebut adalah adanya penurunan jumlah atau nominal penyediaan dana untuk pengembangan kualitas SDM. Yaitu menjadi 3% dari total beban tenaga kerja tahun sebelumnya.

Dalam POJK 47/2017, dana pendidikan dan pelatihan SDM ditetapkan paling sedikit 5% dari realisasi biaya SDM tahun sebelumnya. Namun demikian, selama pandemi Covid-19, OJK memberikan relaksasi yaitu boleh kurang dari 5% dari realisasi biaya SDM tahun sebelumnya.

Menanggapi rancangan aturan tersebut, Ketua umum DPP Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat (Perbarindo) Tedy Alamsyah menyatakan pihaknya tengah menyiapkan tanggapan terhadap rancangan POJK tersebut.

“Kami berpikir itu sangat relevan dan penting bagi pengembangan kompetensi dan integritas SDM BPR dan BPRS,” ujar Tedy.

Sementara itu, Direktur Utama BPR Hasamitra I Nyoman Supartha mengungkapkan bahwa pihaknya ingin alokasi dana pendidikan BPR itu tetap di angka 5%. Dimana, menurutnya, asosiasi mengharapkan adanya perubahan menjadi 2%.

“Kami di jajaran pengurus dan pemilik tidak setuju dengan usulan dari DPP Perbarindo ini,” ujarnya.

Ia mengatakan memang ketika ada pandemi Covid-19 cukup berdampak sehingga wajar jika ada relaksasi. Hanya saja, menurutnya saat ini dampak dari pandemi sudah lewat dan persaingan industri kini semakin ketat.

Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting