(Vibiznews – IDX Stocks) – Shadow economy, juga dikenal sebagai ekonomi bayangan, merujuk pada sektor ekonomi yang beroperasi di luar kerangka regulasi dan pemantauan pemerintah. Definisi umumnya mencakup kegiatan ekonomi yang tidak diungkapkan secara penuh kepada pemerintah dalam hal pembayaran pajak, kontribusi ke program sosial, dan pematuhan terhadap peraturan ekonomi lainnya.
Secara umum, shadow economy melibatkan transaksi ekonomi yang tidak tercatat secara resmi atau tidak dilaporkan ke pemerintah.
Meskipun tidak ada konsensus universal mengenai definisi yang tepat, namun berikut adalah beberapa karakteristik yang sering dikaitkan dengan shadow economy:
1. Kegiatan non-regulasi: Aktivitas dalam shadow economy beroperasi di luar kerangka regulasi dan pemantauan pemerintah, seringkali dengan minimnya pemenuhan persyaratan hukum dan perpajakan.
2. Tidak dilaporkan secara resmi: Transaksi dan pendapatan yang dihasilkan dalam shadow economy biasanya tidak dilaporkan kepada otoritas pajak atau badan statistik resmi.
3. Aktivitas ilegal: Sebagian kegiatan dalam shadow economy dapat melibatkan praktik ilegal, seperti perdagangan narkotika, perdagangan manusia, atau perdagangan barang ilegal lainnya.
4. Transaksi tunai: Penggunaan uang tunai lebih dominan dalam shadow economy dibandingkan transaksi nontunai. Hal ini membuat sulitnya pelacakan dan pemantauan oleh otoritas.
5. Ketidakamanan sosial: Aktivitas dalam shadow economy dapat memberikan dampak sosial dan ekonomi negatif, seperti hilangnya pendapatan yang dapat digunakan untuk penyediaan layanan publik atau perlindungan sosial.
Perlu diingat bahwa definisi dan cakupan shadow economy dapat bervariasi di berbagai negara dan konteks ekonomi tertentu.
Menurut OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), shadow economy atau ekonomi bayangan merujuk pada kegiatan ekonomi yang terjadi di luar cakupan resmi dan regulasi pemerintah. OECD mendefinisikan shadow economy sebagai “kegiatan ekonomi yang secara formal, hukum, dan peraturan tidak diungkapkan kepada otoritas yang relevan untuk tujuan perpajakan, statistik, dan pemantauan sosial.”
Berikut adalah beberapa ciri dan karakteristik yang terkait dengan shadow economy menurut OECD:
1. Tidak dilaporkan secara resmi: Kegiatan dan pendapatan yang dihasilkan dalam shadow economy tidak dilaporkan kepada otoritas pajak atau badan statistik resmi.
2. Penghindaran pajak: Salah satu aspek penting dari shadow economy adalah penghindaran pajak. Pelaku dalam shadow economy seringkali berusaha menghindari kewajiban perpajakan atau membayar pajak yang lebih rendah daripada yang seharusnya.
3. Aktivitas non-regulasi: Kegiatan dalam shadow economy beroperasi di luar kerangka regulasi dan pemantauan pemerintah. Ini bisa meliputi pekerjaan informal, pekerjaan rumah tangga tanpa kontrak formal, atau bisnis yang tidak terdaftar secara resmi.
4. Transaksi tunai: Penggunaan uang tunai lebih umum dalam shadow economy dibandingkan dengan transaksi nontunai. Ini dapat menyulitkan pelacakan dan pemantauan oleh otoritas.
5. Ketidakamanan sosial: Shadow economy dapat berdampak negatif pada perekonomian dan masyarakat. Hal ini dapat mengurangi pendapatan pemerintah, menghambat pembangunan ekonomi, dan mengakibatkan ketidakadilan sosial.
OECD aktif dalam menganalisis dan mengkaji dampak serta kebijakan yang berkaitan dengan shadow economy, dengan tujuan meningkatkan pemahaman dan mengurangi ukurannya dalam ekonomi global.
Kaitan Shadow Economy dengan Penghindaran Pajak
Shadow economy memiliki kaitan erat dengan penghindaran pajak. Penghindaran pajak adalah praktik di mana individu atau entitas mencari cara untuk mengurangi atau menghindari kewajiban pajak yang seharusnya mereka bayar. Dalam konteks shadow economy, penghindaran pajak sering kali menjadi salah satu motivasi utama bagi pelaku untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi di luar kerangka resmi.
Berikut adalah beberapa cara di mana shadow economy terkait dengan penghindaran pajak:
1. Tidak melaporkan pendapatan: Dalam shadow economy, pendapatan yang dihasilkan sering kali tidak dilaporkan kepada otoritas pajak. Pelaku mungkin menyembunyikan atau mengabaikan pendapatan mereka, sehingga menghindari pembayaran pajak yang seharusnya mereka bayar.
2. Transaksi tunai: Penggunaan uang tunai yang dominan dalam shadow economy dapat memudahkan penghindaran pajak. Transaksi tunai sulit dilacak oleh otoritas pajak, sehingga pelaku dapat menghindari pembayaran pajak yang seharusnya dilakukan pada transaksi tersebut.
3. Praktik pembayaran di luar sistem perpajakan: Dalam shadow economy, pelaku seringkali melakukan transaksi dengan cara-cara yang tidak tercatat atau dilaporkan secara resmi. Ini termasuk pembayaran di bawah meja, pemotongan pajak yang tidak dilaporkan, atau penggunaan akun luar negeri yang tidak dilaporkan.
4. Pemalsuan dan penghindaran peraturan: Shadow economy sering melibatkan kegiatan ilegal atau tidak teratur, di mana pelaku mencoba untuk menghindari peraturan perpajakan. Ini dapat mencakup pemalsuan dokumen, penggelapan pendapatan, atau manipulasi data untuk mengurangi kewajiban pajak.
Penghindaran pajak dalam shadow economy memiliki dampak negatif pada perekonomian dan masyarakat secara luas. Hal ini dapat mengurangi pendapatan pemerintah yang seharusnya digunakan untuk penyediaan layanan publik, infrastruktur, atau program sosial. Selain itu, penghindaran pajak dapat menciptakan ketidakadilan sosial, karena sebagian orang atau entitas dapat menghindari kewajiban pajak sementara yang lain masih harus membayar dengan adil.
Bagaimana dengan di Indonesia?
Di Indonesia, shadow economy atau ekonomi bayangan masih menjadi isu yang signifikan. Meskipun tidak ada angka yang tepat untuk ukuran shadow economy di Indonesia, beberapa perkiraan menunjukkan bahwa sektor informal dapat menyumbang sejumlah besar dari kegiatan ekonomi total di negara ini.
Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap adanya shadow economy di Indonesia antara lain:
1. Pekerjaan informal: Banyak pekerjaan di Indonesia dilakukan dalam sektor informal, di mana pekerja tidak memiliki kontrak formal, tunjangan, atau perlindungan sosial. Pekerjaan informal sering kali terkait dengan aktivitas dalam shadow economy, di mana pendapatan tidak dilaporkan secara resmi kepada otoritas pajak.
2. Penggunaan uang tunai: Penggunaan uang tunai yang meluas di Indonesia membuat sulitnya pelacakan dan pemantauan transaksi ekonomi. Hal ini memberikan kesempatan bagi pelaku dalam shadow economy untuk menghindari pembayaran pajak yang seharusnya dilakukan pada transaksi tersebut.
3. Kompleksitas peraturan perpajakan: Beberapa pelaku mungkin tergoda untuk terlibat dalam shadow economy sebagai respons terhadap beban perpajakan yang dianggap terlalu tinggi atau ketidakjelasan dalam peraturan perpajakan. Kompleksitas peraturan perpajakan dapat memberikan celah bagi penghindaran pajak.
Pemerintah Indonesia menyadari pentingnya mengatasi shadow economy dan meningkatkan kepatuhan perpajakan.
Beberapa langkah yang telah diambil antara lain:
1. Reformasi perpajakan: Pemerintah telah melakukan reformasi perpajakan untuk menyederhanakan sistem perpajakan, meningkatkan transparansi, dan mengurangi beban administrasi bagi pelaku usaha. Ini bertujuan untuk mendorong kepatuhan dan mengurangi insentif untuk terlibat dalam shadow economy.
2. Peningkatan pengawasan dan penegakan hukum: Pemerintah meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelaku yang terlibat dalam kegiatan ekonomi yang tidak diungkapkan secara resmi. Hal ini mencakup penggunaan teknologi, audit yang lebih ketat, dan tindakan hukum terhadap pelanggar peraturan perpajakan.
3. Edukasi dan kesadaran: Pemerintah juga melakukan kampanye edukasi dan kesadaran kepada masyarakat mengenai pentingnya membayar pajak secara tepat dan kontribusi yang dibuatnya untuk pembangunan negara.
Meskipun upaya telah dilakukan, masih ada banyak tantangan dalam mengatasi shadow economy di Indonesia. Diperlukan langkah-langkah lebih lanjut untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan, memperkuat penegakan hukum, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif sehingga dapat mengurangi ukuran dan dampak negatif dari shadow economy.
Apakah Aktivitas UMKM termasuk Usaha untuk Menghindari Pajak?
Tidak secara umum. Aktivitas Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tidak secara otomatis dianggap sebagai usaha untuk menghindari pajak. UMKM adalah sektor ekonomi yang penting dalam banyak negara, termasuk Indonesia, dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan pembangunan sosial.
UMKM seringkali beroperasi dalam skala yang lebih kecil dan memiliki keterbatasan sumber daya dan akses ke keuangan formal. Hal ini dapat membuat proses perpajakan menjadi lebih kompleks bagi mereka. Namun, kebanyakan UMKM berusaha untuk mematuhi peraturan perpajakan dan melaporkan pendapatan mereka sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pemerintah Indonesia telah mengadopsi langkah-langkah untuk mendukung UMKM dalam hal perpajakan, seperti memberikan skema perpajakan yang lebih sederhana dan pembebasan pajak tertentu bagi UMKM dengan omzet yang rendah. Ini bertujuan untuk mendorong kepatuhan perpajakan dan meringankan beban pajak bagi UMKM.
Namun, seperti dalam segala sektor usaha, ada kemungkinan beberapa individu atau entitas UMKM yang terlibat dalam praktik penghindaran pajak. Ini bisa terjadi dalam berbagai cara, seperti menyembunyikan atau tidak melaporkan pendapatan dengan sengaja, melakukan manipulasi dalam pencatatan keuangan, atau mencari celah dalam peraturan perpajakan.
Penting untuk dicatat bahwa penghindaran pajak merupakan pelanggaran hukum dan dapat memiliki konsekuensi serius. Pemerintah terus meningkatkan upaya pengawasan dan penegakan hukum untuk mencegah dan menindak praktik penghindaran pajak di semua sektor, termasuk UMKM.
Dalam banyak kasus, UMKM adalah bagian yang integral dari perekonomian dan berkontribusi secara positif. Namun, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa UMKM memahami kewajiban perpajakan mereka, memberikan bantuan dan dukungan yang diperlukan, dan menjaga kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.
Apakah Pelaporan Dibawah Penghasilan Kena Pajak Juga Usaha Penghidaran Pajak?
Tindakan pelaporan penghasilan di bawah batas pendapatan tidak kena pajak tidak secara langsung dianggap sebagai tindakan shadow economy. Dalam banyak negara, termasuk Indonesia, ada batas pendapatan yang ditetapkan di mana individu atau entitas tidak diwajibkan membayar pajak atas pendapatan di bawah batas tersebut.
Pada dasarnya, jika seseorang atau entitas memiliki pendapatan yang berada di bawah batas tersebut, mereka tidak diharuskan melaporkan atau membayar pajak atas pendapatan tersebut sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Oleh karena itu, tidak melaporkan atau membayar pajak atas pendapatan yang berada di bawah batas pendapatan tidak kena pajak ini bukan merupakan tindakan ilegal atau tindakan shadow economy.
Namun, penting untuk dicatat bahwa jika individu atau entitas sengaja menghindari melaporkan atau membayar pajak dengan cara-cara yang tidak sah atau manipulatif, meskipun pendapatannya berada di bawah batas pendapatan tidak kena pajak, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai penghindaran pajak yang tidak sah atau ilegal. Dalam hal ini, tindakan tersebut dapat terkait dengan shadow economy, terutama jika tujuannya adalah untuk menghindari pembayaran pajak yang seharusnya dilakukan.
Penting bagi individu dan entitas untuk memahami peraturan perpajakan yang berlaku di negara mereka dan melaporkan pendapatan mereka dengan jujur dan tepat sesuai dengan persyaratan perpajakan yang berlaku. Jika ada ketidakjelasan atau kebingungan terkait dengan peraturan perpajakan, sebaiknya berkonsultasi dengan ahli perpajakan atau otoritas pajak yang berwenang untuk mendapatkan informasi yang akurat dan tepat.
Selasti Panjaitan/Vibiznews/Head of Wealth Planning