(Vibiznews – Banking & Insurance) – Untuk menjaga kestabilan nilai Rupiah, maka Bank Indonesia (BI) mengambil langkah untuk mengintervensi pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan valuta asing. Dengan cara membatasi kenaikan yield obligasi pemerintah Indonesia (INDOGB) tenor 10 tahun.
Menurut Macro Strategist Samuel Sekuritas Lionel Priyadi, yield INDOGB 10Y dapat dibatasi hanya 8 bps menjadi 7,11%.
Angka ini ternyata lebih rendah dibanding kenaikan yield INDOGB 5Y sebesar 16 bps menjadi 6,89%. Dan INDOGB 2Y sebesar 11 bps menjadi 6,52%. Kemudian, kenaikan yield INDON 5Y sebesar 14 bps menjadi 5,78%, INDON 10Y sebesar 17 bps menjadi 6,17%. Dan INDON 2Y sebesar 7 bps menjadi 5,57%.
“Sementara itu, pergerakan rupiah, terutama di pasar forward berhasil ditekan di bawah Rp 15.650 per USD,” dikemukakan Lionel dalam risetnya, Kamis (5/10).
Menurut Lionel, intervensi BI masih mungkin berlanjut dalam rangka memanfaatkan momentum selling pause di pasar global. Terutama menjelang rilis data pasar tenaga Amerika Serikat bulan September 2023 pada Jumat (6/10). Yield 10Y UST dan Bund turun 6 bps dan 5 bps menjadi 4,73% dan 2,92% semalam akibat selling pause.
Akan tetapi, aksi jual terhadap obligasi emerging market masih berlanjut yang tercermin dari penurunan indeks EMBI sebesar 0,2%. Lionel memperkirakan yield INDOGB 10Y akan mengalami konsolidasi pada rentang 7,05%-7,15%.
Begitu juga dengan rupiah yang akan terkonsolidasi di kisaran Rp 15.550-Rp 15.650 per dolar AS. Lionel merekomendasikan investor untuk mencermati obligasi pemerintah seri FR0040, FR0050, FR0068, dan FR0100.
Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting