(Vibiznews – Property) – Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI-Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 6% pada 18 September 2024 diperkirakan memberikan dampak positif bagi industri properti. Demikian juga diperpanjangnya insentif fiskal sampai akhir 2024.
Kedua hal ini menjadi katalis positif mendorong kinerja fundamental emiten properti, yang sebagian telah membukukan performa positif sampai dengan semester I/2024.
Latar Belakang BI menurunkan BI-Rate
Keputusan BI untuk menurunkan BI-Rate sebesar 25 bps mendahului The Fed yang akhirnya menurunkan suku bunga 50 basis poin (bps) ke kisaran 4,75% – 5% pada Kamis dini hari 19 September 2024.
Ada beberapa pertimbangan Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan BI-Rate pada bulan September ini. Diantaranya:
1. Kejelasan arah penurunan Fed Fund Rate baik timing dan besarannya karena berdampak pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Menurut proyeksi BI bahwa Fed Fund Rate akan turun 3 kali, pada bulan September, November dan Desember 2024 masing-masing sebesar 25 bps.
Dan tahun depan akan diprediksi Fed Fund Rate akan turun 4 kali. Dan ternyata The Fed menurunkan 50 bps pada hari Kamis dini hari 19 September 2024.
2. Rupiah stabil dan bahkan menguat dengan strategi BI menerbitkan SRBI sehingga mendatangkan inflow aliran modal asing ke Indonesia, pada bulan September nilai tukar Rupiah sebesar Rp 15.300- Rp 15.400 per USD. Bahkan pada hari Jumat 19 September 2024 Rupiah ditutup menguat menjadi Rp 15.116 per USD.
3. Tingkat inflasi yang rendah, dengan penurunan suku bunga BI, inflasi tetap terkendali dalam kisaran 2,5±1% pada 2024.
4. Mendorong lebih lanjut kredit pembiayaan, diharapkan bank-bank akan semakin giat menyalurkan kredit, menurunkan suku bunga deposito dan suku bunga kredit.
Berdasarkan arah penurunan Fed Fund Rate yang akan menurunkan lagi suku bunganya pada tahun ini, maka BI pun memprediksi akan menurunkan suku bunganya lagi pada tahun 2024.
Tabel Perbandingan BI-Rate vs Fed Fund Rate periode September 2023-September 2024
Keterangan: BI-Rate grafik warna biru, sedangkan Fed Fund Rate warna hitam
BI-Rate pada September 2023 sebesar 5,75% sedangkan Fed Fund Rate pada September 2023 sebesar 5,5%. Dan pada 18 September 2024 BI-Rate diturunkan sebesar 25 bps menjadi 6% dan Fed Fund Rate diturunkan sebesar 50 bps menjadi 5%.
Kebijakan Pemerintah Insentif PPN DTP diperpanjang sampai akhir 2024
Selain penurunan BI-Rate, kebijakan pemerintah lewat Kementerian Keuangan yaitu diperpanjangnya insentif fiskal sampai akhir 2024 memberikan dampak positif bagi emiten properti.
Perpanjangan masa berlaku insentif PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 100% untuk September – Desember 2024 termuat dalam PMK 61/2024 pada 11 September 2024.
Perpanjangan ini berlaku bagi rumah tapak dan satuan rumah susun. Fasilitas ini diberikan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui simulasi daya beli pada sektor perumahan.
PPN DTP diberikan sebesar 100% dari PPN yang terutang dari bagian dasar pengenaan pajak sampai dengan Rp2.000.000.000,00 dengan Harga Jual paling banyak Rp5.000.000.000,00 yang berada dalam kondisi baru dan siap huni.
Perpanjangan PPN DTP 100% berpotensi menggairahkan daya beli properti
PPN DTP diketahui berlaku sejak November 2023 hingga Desember 2024 dengan syarat harga rumah maksimum Rp5 miliar.
Skemanya, pemerintah menanggung 100% PPN pembelian rumah selama November 2023—Juni 2024, sementara selama periode Juli—Desember 2024 besaran yang ditanggung pemerintah 50%. Namun, pemangku kebijakan akhirnya memperpanjang insentif PPN DTP 100% tersebut hingga penghujung tahun ini.
Penurunan Suku Bunga BI-Rate dan Perpanjangan PPN DTP sampai akhir tahun 2024 memberikan dampak positif pada indeks properti
Pergerakan Indeks Property Year to Date 19 September 2024
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks saham properti melonjak 10,77% sepanjang tahun berjalan (year-to-date/ YtD) menuju level 791,126. Saham PANI, SMRA, CTRA, dan BSDE menjadi penopang utama indeks hingga perdagangan Kamis (19/9).
Jika kita lihat dari chart Indeks Properti Year to Date 19 September 2024 di atas maka pergerakan indeks properti meningkat dimulai dari 26 Juni 2024 di angka indeks 588,405 dan terus meningkat sampai tanggal 19 September 2024 indeks properti mencapai 791,126
Berikut ini kinerja beberapa emiten properti yang mendorong indeks properti
Kinerja Saham Pendorong Indeks Properti per 19/9/2024
Berdasarkan tabel tersebut maka kita amati beberapa emiten yang mengalami perubahan harga signifikan adalah PANI, ASRI dan GRIA.
Namun beberapa emiten yang memperoleh laba cukup besar sebagai berikut:
Informasi terbaru, PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA) melaporkan perolehan laba bersih sebesar Rp753,68 miliar pada paruh pertama tahun ini. Atau meningkat 70,50% year-on-year (YoY). Pertumbuhan laba bersih SMRA dipicu oleh kinerja pendapatan yang meraup Rp5,67 triliun atau bertumbuh 89,56% YoY.
Salah satu kontributor pendapatan berasal dari penjualan rumah ke pihak ketiga yang mencapai Rp3,5 triliun, melesat 191,16% YoY. Di sisi lain, laba bersih PT Lippo Karawaci Tbk. (LPKR) melonjak dari Rp1,14 triliun menjadi Rp19,88 triliun pada semester I/2024.
Hal ini karena perseroan meraih laba atas hilangnya pengendalian entitas anak senilai Rp21,12 triliun, yang masuk dalam pos pendapatan lain.
Emiten lainnya, seperti PT Ciputra Development Tbk. (CTRA), PT Bumi Serpong Damai Tbk. (BSDE), dan PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk. (PANI) juga meraih kenaikan laba bersih. CTRA mencatatkan laba bersih Rp1,02 triliun atau naik 32,12% secara tahunan pada semester I/2024.
Adapun, BSDE menorehkan kenaikan laba bersih sebesar 94,28% YoY menjadi Rp2,33 triliun, sedangkan PANI meraup laba Rp284,86 miliar atau meningkat 35%.
Direktur Ciputra Development Harun Hajadi menyambut positif perpanjangan insentif PPN DTP. Namun, insentif ini dinilai memiliki batasan karena produk harus selesai terbangun dan diserahterimakan ke konsumen sebelum 31 Desember 2024.( Dilansir dari Bisnis Indonesia, 20 September 2024)
Sementara itu, terkait dengan suku bunga, Harun menyatakan penurunan suku bunga The Fed dan BI akan berdampak positif terhadap industri properti dalam negeri untuk jangka menengah. Untuk itu, dia berharap BI akan kembali memangkas suku bunga acuan ke depan.
Menurut Analis Vibiz Research dapat disimpulkan ada beberapa dampak positif dari kedua kebijakan tersebut:
1. Hal ini akan menggairahkan industri properti karena daya beli masyarakat meningkat.
Penurunan suku bunga menyebabkan peningkatan kemampuan cicilan konsumen, serta beban keuangan para pengembang menjadi lebih ringan. Hal ini berdampak pada emiten properti residensial. Dimana pencapaian prapenjualan emiten properti residensial pada semester pertama tahun ini diraih karena kebijakan insentif PPN DTP masih berlaku.
2. Meningkatkan performa saham emiten properti karena selain meningkatkan daya beli juga memacu emiten untuk meluncurkan berbagai proyek baru ke depan. Hal ini tentunya menambahkan stabilitas ekonomi dan menarik investor baik domestik maupun asing.
Namun ada beberapa faktor yang perlu kita perhatikan seperti kondisi ekonomi makro dan persaingan antar pengembang
Kondisi Ekonomi Makro
Ada Peningkatan Likuiditas: Dengan suku bunga yang lebih rendah, akses terhadap pinjaman menjadi lebih mudah, yang dapat mendorong konsumsi dan investasi. Hal ini tentu berdampak pada peningkatan likuiditas.
Stimulasi Pertumbuhan Ekonomi:
Penurunan suku bunga biasanya diharapkan dapat merangsang pertumbuhan ekonomi. Terutama di sektor-sektor yang sensitif terhadap perubahan suku bunga seperti properti dan otomotif.
Persaingan antar pengembang properti cenderung semakin ketat setelah penurunan suku bunga BI. Kemungkinan yang terjadi antara lain:
1. Peningkatan Permintaan:
Dengan suku bunga yang lebih rendah, pembiayaan KPR menjadi lebih terjangkau, mendorong permintaan akan properti. Hal ini dapat menarik lebih banyak pengembang masuk ke pasar.
2. Inovasi dan Diferensiasi:
Pengembang mungkin akan berfokus pada inovasi dalam desain, fasilitas, dan lokasi untuk menarik minat pembeli. Pengembang yang dapat menawarkan nilai lebih akan memiliki keunggulan.
3. Perang Harga:
Dengan meningkatnya jumlah proyek dan persaingan, ada kemungkinan terjadinya perang harga. Pengembang mungkin menawarkan diskon atau promo untuk menarik pembeli.
Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting