Neraca Perdagangan Surplus 53 Bulan; Kiat dan Strategi Mempertahankannya?

825
Neraca Perdagangan Juni 2025 Surplus 4,10 Miliar Dolar AS, Melanjutkan Surplus Bulan Sebelumnya

 

(Vibiznews – Economy & Business) – Neraca perdagangan Indonesia pada September 2024 membukukan surplus sebesar USD 3,26 miliar. Angka ini lebih tinggi dibandingkan surplus Agustus 2024 yang sebesar USD 2,78 miliar.

Grafik Neraca Perdagangan Indonesia Periode Januari – September 2024

Neraca Perdagangan Indonesia Januari - September 2024
Sumber: Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, September 2024

Dari grafik tersebut terlihat bahwa Neraca Perdagangan September 2024 surplus USD 3,26 Miliar. Ada 5 negara penyumbang surplus (migas-nonmigas) terbesar pada bulan September 2024 yaitu  Amerika Serikat, India, Filipina, Jepang dan Belanda.

Sedangkan 5 negara penyumbang surplus terbesar dari Januari – September 2024 adalah India, Amerika Serikat, Filipina, Jepang, Belanda.

Dengan capaian surplus September ini, neraca perdagangan Indonesia meneruskan tren surplus selama 53 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Kita patut bersyukur dan mengacungkan jempol kepada pemerintah atas prestasi tersebut.

Grafik Neraca Perdagangan Indonesia Periode 2020 – September 2024

Neraca Perdagangan Indonesia Periode 2020-September 2024
Sumber: Trading Economics., September 2024

Dari grafik tersebut maka surplus neraca perdagangan berturut-turut 53 bulan dimulai dari bulan Mei 2020 sebesar USD 2,01 Miliar dan berakhir di September 2024 sebesar USD 3,26 Miliar

Namun dalam perjalanan waktu , ada kendala yang juga dihadapi untuk mempertahankan tren surplus ini. Misalnya adanya Kebijakan Restriksi Ekspor

Tentu saja riwayat cemerlang kinerja perdagangan Indonesia menghadapi tantangan besar kala dunia digoyang perang dagang yang salah satunya tecermin dari restriksi impor oleh sejumlah negara.

Saat ini, setidaknya ada 19 negara menempuh jalan restriksi perdagangan yang membawa volume perdagangan global makin menciut. Antara lain Kebijakan Restriksi Ekspor Bahan Pangan.

Kebijakan Restriksi Ekspor Bahan Pangan
Sumber:International Food Policy Research Institute & BPS, September 2024
Strategi Pemerintah Menjaga Neraca Perdagangan Tetap Surplus

Untuk menjaga neraca perdagangan tetap surplus, pemerintah pun menempuh sejumlah langkah strategis guna meningkatkan kinerja dagang, sektor penting penopang ekonomi.

Pertama, Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag Mardyana Listyowati menyatakan Indonesia berupaya memperluas akses pasar dengan memperbanyak free trade agreement (FTA).

Hal ini dilakukan baik bilateral, regional, maupun multilateral. (Sumber: Bisnis Indonesia, 10 Oktober 2024). Melalui perjanjian bilateral, Indonesia bisa mengurangi hambatan dagang baik dari sisi tarif maupun nontarif.

Adapun, dari sisi tarif, Indonesia bisa menegosiasikan penurunan tarif terhadap produk Indonesia yang siap ekspor ke negara tujuan.

Dengan penurunan tarif, produk Indonesia yang masuk ke negara tujuan dapat bersaing dengan negara lain. FTA juga bisa mengurangi hambatan nontarif seperti standar produk.

“Jadi kita mungkin berusaha membuat MRA [mutual recognition arrangement/perjanjian pengakuan bersama] dengan mereka. Sehingga ada keberterimaan antara standar di Indonesia dengan standar negara tujuan,” tuturnya.

Dengan program itu, Dyana memperkirakan kinerja ekspor pada tahun depan tetap baik meskipun tidak seperti setahun sebelumnya. Alasannya, kondisi global masih tidak menguntungkan bagi kinerja Indonesia.

Kedua, melalui pameran perdagangan Trade Expo Indonesia (TEI) 2024, Rabu 9/10/2024. Melalui pameran perdagangan Indonesia masih punya peluang untuk memompa ekspor kendati banyak negara melakukan restriksi. Hal ini diperparah dengan ekonomi global yang tumbuh lambat di kisaran 2,6%—2,7%, serta masih tingginya inflasi global sekitar 5,9%.

“Saat banyak negara melakukan restriksi akibat perang dagang, menurut saya di situ ada peluang. Saat banyak negara mengalami inflasi tinggi, menurut saya di sana juga ada peluang,” kata Jokowi saat membuka pameran tersebut.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan yang menilai Indonesia masih dapat mendongkrak ekspor, salah satunya didorong oleh berbagai ajang pameran perdagangan. Contohnya ajang TEI, yang pada 2014 hanya membukukan transaksi US$1,42 miliar. Sedangkan 10 tahun kemudian atau tepatnya pada 2023 transaksi menembus US$30,5 miliar.

Ketiga, Pentingnya Nilai Tambah. Perihal tantangan sektor perdagangan, analis kebijakan ekonomi DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani mengatakan pemerintah perlu fokus kepada dua program utama guna menggenjot kinerja ekspor.

Pertama, nilai tambah barang atau komoditas ekspor. Menurutnya, komoditas unggulan mulai dari sektor pertanian, perkebunan, perikanan maupun hasil tambang, harus mempunyai nilai tambah yang maksimal. Hal itu sejalan dengan program prioritas pemerintah terkait dengan penghiliran.

Kedua, perluasan pasar. Dia mengatakan para duta besar dan konsulat jenderal di luar negeri harus bisa menjelaskan keunggulan produk Indonesia. Selain itu, mereka juga wajib membuka pasar yang lebih luas.

“Kalau dua hal tersebut bisa maksimal, selanjutnya adalah hal teknis tentang pola perjanjian baik bilateral maupun multilateral. Kemudian, dengan pola pembayaran langsung antarnegara yang bertransaksi,” kata Ajib.

Potensi Pasar Ekspor Lain

Peneliti Center of Reform on Economic (Core) Yusuf Rendy Manilet berpendapat Indonesia bisa membangun hubungan dagang dengan negara di Afrika Utara dan Pakistan. Dia mengatakan negara Afrika Utara dan Pakistan memiliki potensi pasar yang besar. Apalagi, prospek ekonomi Indonesia ke negara tersebut relatif masih kecil.

“Saya kira relevan karena Pakistan merupakan negara yang saat ini masih menikmati periode bonus demografi dan karena masyarakat Pakistan umumnya muslim,” katanya.

Selain itu, kemunculan AHKFTA yang melibatkan Indonesia, China dan Hong Kong juga menjadi salah satu solusi bisa memanfaatkan perdagangan itu. Namun, Yusuf mewanti-wanti pemerintah juga berhati-hati karena selama ini perjanjian perdagangan yang melibatkan China tidak selalu bermuara ke keuntungan bagi Indonesia. (Sumber: Bisnis Indonesia, 10 Oktober 2024)

Menurut Analis Vibiz Research Center ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja neraca perdagangan Indonesia. Dan sebagian sudah dilakukan dan perlu ditingkatkan.

1. Diversifikasi Ekspor:
Diversifikasi pasar ekspor Indonesia dinilai masih belum optimal. Dalam 12 tahun terakhir, proporsi ekspor RI ke 13 negara tujuan utama, termasuk AS dan China, rata-rata 75 persen terhadap total ekspor. Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal, (Sumber Kompas, Kamis (23/11/2023).

Sehingga Indonesia perlu menjangkau pasar internasional yang berbeda untuk mengurangi ketergantungan pada beberapa komoditas. Hal itu sudah dilakukan dengan memperluas akses pasar dengan memperbanyak free trade agreement (FTA) yang dilakukan oleh Departemen Perdagangan seperti disebutkan di atas

2. Promosi Ekspor:
o Mendorong promosi produk lokal melalui pameran dagang, misi dagang, dan kampanye pemasaran internasional. Hal inilah yang sudah dilakukan dalam trade Expo yang dilakukan setiap tahun di negara kita

3. Perjanjian Perdagangan:
Mengembangkan atau memperbarui perjanjian perdagangan bilateral dan multilateral untuk mengurangi tarif dan hambatan non-tarif.

Berdasarkan informasi dari Departemen Perdagangan, dilansir dari Infopublik, 13 September 2024, Percepatan perluasan akses pasar luar negeri juga sudah dibuka. Yaitu melalui 38 perjanjian dagang, baik secara bilateral, regional, maupun multilateral. Saat ini, sebanyak 17 perjanjian sedang dalam proses perundingan dan 13 perjanjian masih dalam tahap penjajakan.

4. Kebijakan Moneter dan Fiskal yang Mendukung:
Mengimplementasikan kebijakan yang mendukung kestabilan nilai tukar dan mengontrol     inflasi untuk menjaga daya saing produk domestik. Misalnya kebijakan makroprudensial yang saat ini dilakukan BI dengan menggunakan instrumen operasi moneter pro-market yang mengoptimalkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI).

Menurut penulis, implementasi strategi ini perlu dilakukan secara terpadu dan melibatkan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.

Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting