(Vibiznews – Property) – Tahun 2025 dapat disebut sebagai tahun strategis bagi perekonomian Indonesia, juga khususnya bagi sektor properti, terlebih paska tuntasnya agenda politik pilpres dan pilkada nasional di tahun 2024. Di tengah ekonomi Indonesia yang stabil (steady) pada beberapa tahun terakhir paska pandemi, sektor properti dan pembangunannya berupaya bangkit lagi dan mencari bentuk penyesuaian baru paska tahun politik.
Sebagai suatu review dan outlook pasar properti untuk tahun 2025, di sini akan dibahas terutama beberapa pokok berikut ini:
- Paska tahun politik, seperti apa sikap pelaku pasar?
- Potensi baru, apakah terindikasi booming?
- Siklus baru penurunan suku bunga dan isyu backlog
- Konsumen terbesar: generasi milenial dan Z; potensi dan tantangannya?
Paska Tahun Politik
Pandangan umum selama ini biasanya di tahun pemilu banyak pihak yang berkepentingan dengan sektor properti mengambil sikap “wait and see”. Para pengembang cenderung menahan pembangunan proyeknya untuk melihat arah politik berikutnya, para konsumen atau pembeli sebagian pun mengambil sikap lebih hati-hati, khususnya untuk mereka yang berinvestasi di properti.
Secara umum dapat dikatakan proses pemilu memiliki dampak signifikan terhadap pasar properti, terutama karena adanya ketidakpastian di kalangan pelaku bisnis dan investor. Bentuknya, misalnya: terkait dengan ketidakpastian pasar; sentimen pasar, yang terpengaruh oleh berita dan perdebatan politik; kebijakan ekonomi yang belum pasti oleh pandangan yang berbeda dari para kandidat presiden; serta aktivitas pasar yang wait and see itu.
Itu sebabnya, pasar properti Indonesia pada tahun 2025 diproyeksikan akan mengalami kebangkitan setelah beberapa tahun tertekan dampak pandemi dan ketidakpastian ekonomi global. Setelah Pemilu 2024, baik Pilpres maupun Pilkada yang secara umum telah berlangsung dengan kondusif dan aman, pasar mengekspektasikan terciptanya suatu stabilitas politik yang dapat meningkatkan kepercayaan investor dan masyarakat untuk berinvestasi di sektor properti.
Faktor berikutnya adalah harapan pemulihan pasar dari krisis pandemi yang telah menimbulkan ketidakstabilan sebelumnya. Kemudian, pasar juga berharap adanya kebijakan pemerintah baru yang lebih proaktif terhadap pertumbuhan pembangunan perumahan layak huni dan terjangkau, termasuk program pembangunan 3 juta rumah pada periode 2025-2029.
Di pihak lain, para pelaku pasar properti pantas untuk terus beradaptasi dengan perubahan preferensi konsumen properti, di mana nampaknya konsumen kini lebih memilih properti yang mendukung gaya hidup sehat, ramah lingkungan, dan berbasis teknologi.
Pertumbuhan dan Potensi Booming?
Sejumah pelaku dan pengamat pasar properti memandang tahun 2025 dengan cukup optimis. Seperti Matius Jusuf, seorang pakar dan pemasar properti yang sudah lama dikenal, berpendapat untuk tahun 2025, menurutnya, pelaku bisnis properti optimis sektor real estate mengalami kebangkitan secara nasional setelah Pemilu 2024 didukung dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil di angka 5%.
Menurutnya, di tahun 2024 ini properti mulai bangkit, tapi booming-nya akan terjadi pada tahun 2025. “Sampai tahun 2026 dan selanjutnya kurang lebih 8 hingga 10 tahun properti akan terus bangkit,” menurut Matius (propertynbank, 24/5/24).
Beberapa indikator akan terjadinya booming properti dapat dilihat dari: pertama, pertumbuhan ekonomi yang sekitar 5 %. Kedua, inflasi yang relatif rendah. Ketiga, suku bunga yang tidak terlalu tinggi. Keempat, sudah lama banyak orang yang tidak membeli properti, selama hampir 10 tahun ini absen membeli properti.
Indikasi dari peluang berlanjutnya pertumbuhan dari sektor properti, dapat dilihat juga analisis dinamika emiten sektor properti di pasar modal. Mengutip dari Analyst Commentaries Samuel Sekuritas (12/11/24), pada kuartal ketiga 2024, sektor properti mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 2,7% dibanding tahun 2023. Di antara emiten properti, BSDE berhasil mencatatkan kinerja terbaik dengan pertumbuhan pendapatan 17,8%, sementara CTRA, MKPI, dan PWON mengalami penurunan pendapatan masing-masing sebesar 1,9%, 6,2%, dan 8,8%. Program insentif pajak pemerintah berperan besar dalam mendorong pra-penjualan terima selama 9 bulan pertama 2024.
Pemerintah berencana memperpanjang program insentif PPN 100% untuk pasar perumahan, yang awalnya akan berakhir pada Desember 2024, menjadi hingga 2025. Langkah ini diperkirakan akan menjadi pendorong utama untuk pertumbuhan penjualan properti di tahun 2025. Pengembang properti yang porsi pendapatan terbesarnya berasal dari penjualan langsung, seperti BSDE, CTRA, dan SMRA, akan sangat diuntungkan dari kebijakan ini.
Analis pasar berpandangan optimis terhadap sektor properti, terutama dengan adanya katalis positif seperti perpanjangan insentif pajak dan potensi penurunan suku bunga di tahun 2025.
Di pihak lain, analisis dari MNC Sekuritas (Equity Research, 11/11/24) juga menunjukkan kinerja penjualan yang optimis serta prakiraan stabilitas pasar di tahun 2025. Penjualan rumah tapak diperkirakan tetap kuat hingga tahun 2025, didukung oleh tren kepemilikan rumah yang meningkat dari 80,1% pada 2020 menjadi 84,8% pada tahun 2023, sementara tren sewa menurun menjadi 5,1%.
Kredit KPR juga tumbuh sebesar 10,8% (yoy) mencapai Rp738,1 triliun pada Agustus 2024, yang terdiri dari rumah tapak sebesar Rp707 triliun dan unit high rise sebesar Rp30,7 triliun, dengan suku bunga KPR/KPA yang turun menjadi sekitar 6,9%/7,4%, yang menarik lebih banyak pembeli (lihat grafik).
Grafik: Tren Distribusi KPR/KPA dan Suku Bunganya
Sumber: MNC Sekuritas, 11/11/24
Menurut MNC Sekuritas, pengembang telah memproyeksikan penjualan pemasaran tumbuh sebesar 5%-10% (yoy) pada tahun anggaran 2024-2025F, mencerminkan stabilitas pasar meskipun ada potensi perlambatan menyusul normalisasi pasca-booming komoditas pada tahun anggaran 2022-2023.
Sementara itu, jika kita melihat data dari Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) yang diterbitkan Bank Indonesia secara berkala, terlihat tren adanya pemulihan paska pandemi, serta indikasi koreksi harga pada sekitar pemilu.
Grafik: Tren Harga Properti Residensial Q4 2019 – Q3 2024
Sumber: BI, Nov. 2024; trading economics
Pada sekitar pandemi, pertumbuhan harga cenderung lambat, sampai sekitar hanya 0,96% pada triwulan I dan II tahun 2021. Setelah itu beranjak naik di triwulan-triwulan selanjutnya, menunjukkan pemulihan pasar properti residensial. Namun, pada sekitar triwulan II dan III tahun 2024 terjadi penurunan pertumbuhan harga, terakhirnya 1,46% pada saat situasi politik cenderung memanas di tengah proses pemilihan presiden dan pilkada serentak di seluruh Indonesia.
Analis Vibiz Research Center melihat bahwa untuk ke depannya, dengan kondisi politik yang sudah lebih stabil paska pelantikan pemerintahan baru, dipercaya IHPR akan naik lagi, memberikan potensi pertumbuhan harga yang lebih kuat lagi di tahun 2025 ini.
Siklus Penurunan Suku Bunga dan Backlog
Tahun 2024 ditandai dengan dimulainya siklus pemangkasan suku bunga dari beberapa bank sentral global serta Bank Indonesia. The Federal Reserve dan BI menurunkan suku bunganya pada September 2024, sementara European Central Bank (ECB) dan Bank of England (BOE) memulainya pada Juni dan November 2024.
Grafik: BI Rate vs FFR Feb. 2019 – Dec. 2024
Sumber: tradingeconomics.com
Pertumbuhan industri properti erat kaitannya dengan rezim suku bunga. Pada periode kenaikan suku bunga dari bank sentral, dampaknya adalah kenaikan suku bunga kredit, baik itu KPR bagi konsumen maupun kredit investasi bagi pengembang, sehingga cenderung menahan pertumbuhan industri properti. Sebaliknya, pada era penurunan suku bunga dari bank sentral termasuk Bank Indonesia, perbankan akan juga menurunkan suku bunga kreditnya dan berdampak positif pada pertumbuhan properti.
Sebagaimana diketahui, sebelumnya pada periode paska pandemi, sejak tahun 2022, kebijakan moneter ketat diterapkan oleh hampir semua bank sentral seluruh dunia dengan tren menaikkan suku bunga untuk melawan tekanan inflasi global. Namun dengan semakin meredanya tingkat inflasi dunia, para bank sentral mulai memangkas tingkat suku bunganya, termasuk Bank Indonesia.
Lalu bagaimana tren suku bunga global dan domestik pada tahun 2025 dan seterusnya? Pejabat the Fed baru-baru ini mengindikasikan bahwa mereka sekarang berharap untuk memangkas suku bunga hanya setengah poin (50 bps) pada tahun 2025, yang kemungkinan berarti dua kali pemangkasan suku bunga pada delapan pertemuan penetapan kebijakan mereka.
Demikian pula untuk BI, pada tahun 2025 ini kemungkinan penurunan BI Rate akan terbatas, yakni hanya dua kali penurunan masing-masing 25 bps. Artinya, pemangkasan sebesar 50 bps sepanjang tahun ini menuju level 5,5%. Ini pun dengan catatan, di mana bisa saja BI Rate lebih bertahan dan kemudian dikerek naik, di tengah situasi bertambahnya ketidakpastian ekonomi dan geopolitik global tahun 2025.
Bersambung ke Bagian 2 …
Alfred Pakasi/VBN/MP Vibiz Consulting