Pasar Global Tangguh, Serangan AS ke Iran Tak Guncang Sentimen Investor

325

(Vibiznews-Economy) Ketika Amerika Serikat mengumumkan telah melancarkan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran, banyak pihak memperkirakan pasar global akan bergejolak hebat. Namun, kenyataannya justru sebaliknya. Investor dan pelaku pasar tampaknya memilih untuk bersikap tenang, bahkan cenderung menganggap eskalasi ini sebagai peristiwa yang “terkendali” dan bukan sebagai ancaman sistemik terhadap stabilitas ekonomi global.

Sebagian analis bahkan melihat dinamika ini sebagai potensi positif bagi aset-aset berisiko tertentu. Sentimen ini tercermin dalam kinerja pasar global: hingga pukul 13.00 waktu Singapura, indeks MSCI World, yang melacak lebih dari seribu perusahaan besar dan menengah dari 23 negara maju, hanya turun tipis sebesar 0,12%. Di sisi lain, pergerakan pada aset-aset safe haven pun tampak beragam. Yen Jepang melemah terhadap dolar AS sebesar 0,64%, sementara harga emas spot turun 0,23% menjadi $3.360 per troy ounce. Di sisi mata uang, indeks dolar AS menguat 0,35% terhadap sekeranjang mata uang utama dunia.

Pasar Menganggap Ancaman Nuklir Telah Diredam

Menurut Dan Ives, Managing Director di Wedbush Securities, reaksi pasar yang relatif tenang mencerminkan pandangan bahwa ancaman nuklir dari Iran kini telah dinetralisir. “Pasar memandang serangan ini sebagai bentuk kelegaan, karena ancaman nuklir yang selama ini membayangi kawasan kini dianggap telah hilang,” jelasnya. Ives juga menambahkan bahwa konflik antara Iran dan Israel diperkirakan tidak akan meluas ke negara-negara lain di kawasan, dan akan tetap menjadi konflik yang bersifat “terisolasi”.

Pernyataan ini diamini oleh sejumlah analis lain yang berpendapat bahwa, meskipun perkembangan terakhir tidak bisa diremehkan, dampaknya terhadap pasar global belum mencapai tingkat risiko sistemik yang membahayakan stabilitas keuangan dunia.

Risiko Penutupan Selat Hormuz

Presiden AS Donald Trump pada hari Sabtu lalu mengonfirmasi bahwa militer AS telah menyerang fasilitas nuklir Iran. Kini perhatian pelaku pasar tertuju pada respons balik yang mungkin diambil Iran. Salah satu kekhawatiran utama adalah potensi penutupan Selat Hormuz, jalur pelayaran penting yang menjadi lalu lintas harian sekitar 20 juta barel minyak dan produk turunannya.

Menteri Luar Negeri Iran telah menyatakan bahwa negaranya “mencadangkan semua opsi” untuk membela kedaulatan nasionalnya. Media pemerintah Iran melaporkan bahwa parlemen negara itu telah menyetujui langkah untuk menutup Selat Hormuz sebagai respons terhadap serangan AS.

Namun, menurut Peter Boockvar, Chief Investment Officer di Bleakley Financial Group, reaksi Iran akan sangat menentukan arah selanjutnya. “Jika Iran menerima bahwa ambisi nuklir militernya telah berakhir,  maka konflik ini bisa dikatakan usai dan pasar akan tetap stabil,” ujarnya kepada CNBC. Boockvar sendiri tidak percaya bahwa Iran akan benar-benar melaksanakan ancaman penutupan jalur minyak global tersebut.

Skenario Terburuk Masih Dianggap Tidak Mungkin

Marko Papic, Chief Strategist di GeoMacro Strategy, menilai bahwa skenario terburuk untuk pasar adalah jika Iran benar-benar menutup Selat Hormuz. “Jika itu terjadi, harga minyak bisa melonjak ke atas $100 per barel, rasa takut dan kepanikan akan mendominasi, pasar saham bisa jatuh minimal 10%, dan investor akan beralih ke aset-aset safe haven,” tegasnya.

Namun, Papic menambahkan bahwa kemungkinan Iran melakukan tindakan tersebut sangat kecil karena “alat pembalasan yang tersedia bagi Teheran saat ini sangat terbatas”. Retorika soal penutupan Hormuz bukanlah hal baru. Pada tahun 2018, ketika AS menarik diri dari kesepakatan nuklir dan kembali memberlakukan sanksi, Iran mengancam akan memblokir Selat Hormuz. Ancaman serupa juga pernah dilontarkan pada tahun 2011 dan 2012.

Papic menyebutkan bahwa “Teheran memahami bahwa jika mereka benar-benar menutup Selat, respons militer AS akan sangat cepat, bersifat menghukum, dan brutal.”

Sentimen Pasar AS Tetap Optimistis

Senada dengan pandangan ini, Ed Yardeni, pendiri Yardeni Research, menyatakan bahwa perkembangan geopolitik terbaru ini tidak mengubah keyakinannya terhadap pasar saham AS. Menurut Yardeni, Presiden Trump melalui langkah militer ini berhasil “memulihkan kembali kekuatan daya tangkal militer Amerika Serikat”, yang sekaligus memperkuat kredibilitas pendekatannya melalui doktrin “perdamaian melalui kekuatan”.

Ia bahkan memproyeksikan bahwa indeks S&P 500 akan mencapai 6.500 poin pada akhir 2025, sebuah proyeksi bullish yang mencerminkan keyakinannya bahwa pasar AS akan tetap kuat meskipun dunia tengah menghadapi dinamika geopolitik yang menantang.

Yardeni juga menegaskan bahwa memprediksi perkembangan geopolitik di Timur Tengah selalu merupakan “latihan yang berbahaya”, namun ia percaya bahwa kawasan tersebut kini memasuki fase transformasi radikal seiring dengan hancurnya fasilitas nuklir Iran.

Risiko Terkendali, Fokus Kembali ke Fundamental

Reaksi pasar yang cenderung stabil pasca-serangan AS terhadap Iran menunjukkan bahwa pelaku pasar global saat ini lebih fokus pada risiko-risiko yang dapat dihitung dan dikendalikan. Meskipun ketegangan geopolitik tetap menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan investasi, investor tampaknya percaya bahwa konflik ini tidak akan menyebar secara luas, serta dampaknya terhadap rantai pasokan energi global masih dalam batas wajar.

Selain itu, menguatnya indeks dolar AS menunjukkan bahwa investor tetap mengandalkan mata uang Amerika sebagai benteng utama ketika ketidakpastian meningkat. Namun, penurunan harga emas dan pelemahan yen justru menandakan bahwa investor global tidak sedang dalam mode “flight to safety” yang ekstrem.

Dengan demikian, sentimen pasar saat ini lebih banyak dipengaruhi oleh penilaian rasional atas risiko aktual dibanding reaksi emosional terhadap ketegangan politik. Pelaku pasar tampaknya juga mengantisipasi bahwa bank sentral utama seperti Federal Reserve dan Bank Sentral Eropa (ECB) tidak akan mengubah kebijakan suku bunga secara drastis hanya karena konflik ini, selama tidak ada gangguan nyata terhadap arus perdagangan global atau lonjakan tajam pada harga energi.

Eskalasi militer antara AS dan Iran, meskipun signifikan secara politik, belum menciptakan guncangan besar di pasar keuangan global. Hal ini mencerminkan persepsi bahwa risiko geopolitik kali ini bersifat terkendali, dan bahwa investor global telah menginternalisasi kemungkinan konflik tanpa perlu bereaksi berlebihan.

Selama jalur pasokan energi tetap terbuka dan tidak terjadi disrupsi besar di Selat Hormuz, pasar kemungkinan akan tetap fokus pada data fundamental seperti inflasi, kebijakan suku bunga, dan proyeksi pertumbuhan ekonomi global. Namun demikian, investor tetap harus waspada terhadap dinamika geopolitik yang cepat berubah dan terus memantau setiap langkah balasan dari Iran dalam beberapa hari ke depan.