(Vibiznews – Commodity) – Harga minyak mentah terkoreksi dari lonjakan awal sesi dan sekaligus membebani harga mingguan pada perdagangan komoditas yang berakhir Sabtu dinihari (19/7/2025).
Harga minyak WTI dan Brent berbalik melemah oleh proyeksi permintaan OPEC yang menyebabkan kekhawatiran surplus produksi setelah sebelumnya melonjak akibat usulan sanksi baru Uni Eropa terhadap ekspor energi Rusia dan serangan ladang minyak di Kurdistan.
Dalam laporan minyak bulanannya yang dirilis pada 15 Juli, OPEC+ mempertahankan proyeksi pertumbuhan permintaannya untuk tahun ini dan tahun depan di angka 13 juta barel per hari secara global.
Usulan sanksi Uni Eropa ke-18 menetapkan larangan transaksi dengan pipa gas Nord Stream, dan menurunkan batas harga G7 untuk minyak mentah Rusia menjadi $47,60 per barel dari $60.
Jika sanksi-sanksi ini diterapkan akan memberikan pukulan bagi industri minyak dan energi Rusia.
Sementara itu setelah serangan pesawat nirawak pada hari Kamis di ladang-ladang minyak di wilayah Kurdistan Irak oleh milisi yang didukung Iran, produksi minyak di wilayah tersebut dilaporkan telah berkurang antara 140.000 dan 150.000 barel per hari – lebih dari setengah produksi normal wilayah tersebut yang sekitar 280.000 barel per hari.
Harga Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak bulan Agustus berakhir turun 0,36% menjadi $67,30 per barel.
Secara mingguan harga minyak WTI kontraksi dengan anjlok 1,68% setelah 2 pekan berturut dalam tren yang bullish.
Harga minyak mentah berjangka acuan jenis Brent turun 0,45% menjadi $69,21 per barel.
Secara teknikal, untuk pergerakan harga minyak WTI pekan depan diperkirakan akan bertemu kisaran support di $65.70 – $60.10 dan kisaran resisten di $68.80 – $73.30.



