Proyeksi Ekonomi Global 2025 Naik, Namun Dampak Tarif Masih Ada

521

(Vibiznews – Economy & Business) Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD – Organisation for Economic Co-operation and Development ) baru saja merilis laporan terbaru yang membawa kabar relatif optimistis bagi perekonomian dunia. Dalam proyeksi September 2025, OECD menaikkan perkiraan pertumbuhan global tahun ini menjadi 3,2%, lebih tinggi dari proyeksi 2,9% yang dirilis pada Juni lalu. Meski demikian, laporan tersebut tetap memberi catatan tegas: ancaman dari tarif perdagangan, ketidakpastian kebijakan, serta tekanan inflasi masih berpotensi menggerus momentum pemulihan.

Katahanan Global di Tengah Tantangan

OECD menilai perekonomian global menunjukkan ketahanan yang lebih baik dari perkiraan pada paruh pertama 2025. Pertumbuhan solid tercatat terutama di negara-negara pasar berkembang seperti Brasil, India, dan Indonesia.

“Pertumbuhan global lebih tangguh dari yang diperkirakan pada paruh pertama 2025, terutama di banyak negara pasar berkembang,” tulis laporan tersebut.

Ada beberapa faktor kunci yang menopang performa ekonomi dunia:

  1. Percepatan Produksi dan Perdagangan
    Banyak pelaku usaha mempercepat pengiriman dan produksi sebelum tarif perdagangan yang lebih tinggi berlaku. Aktivitas ini mendorong lonjakan produksi industri serta perdagangan internasional, meski sifatnya temporer.
  2. Investasi Kecerdasan Buatan (AI) di Amerika Serikat
    Dorongan besar terhadap sektor teknologi, khususnya investasi berbasis AI, membantu menopang ekonomi AS. Teknologi ini tidak hanya menciptakan permintaan baru, tetapi juga memicu inovasi lintas sektor.
  3. Stimulus Fiskal China
    Meski masih dibebani pelemahan pasar properti dan hambatan perdagangan, kebijakan fiskal ekspansif Tiongkok membantu menjaga momentum pertumbuhan.

Dengan kondisi ini, OECD menaikkan proyeksi pertumbuhan AS tahun 2025 menjadi 1,8% (dari sebelumnya 1,6%). Namun, angka ini tetap lebih rendah dibanding pertumbuhan 2,8% pada 2024, mencerminkan perlambatan yang nyata. Untuk 2026, AS diperkirakan hanya tumbuh 1,5%.

Tarif: Tantangan Besar yang Menutupi Optimisme

Meski ada kabar baik, OECD menekankan bahwa risiko ke depan masih besar. Salah satunya adalah dampak tarif impor yang diberlakukan AS.

Sejak Agustus 2025, tarif baru atas barang impor diberlakukan setelah beberapa bulan penuh tarik ulur kebijakan dan ancaman dari Presiden Donald Trump. Kini, berbagai negara menghadapi tarif hingga 50% untuk ekspor ke Amerika Serikat.

Data OECD menunjukkan, tarif efektif AS naik menjadi 19,5% pada akhir Agustus, level tertinggi sejak era 1930-an. Meski sebagian perusahaan awalnya masih bisa menyerap kenaikan tarif melalui margin keuntungan, efek jangka panjangnya mulai terlihat:

  • Harga konsumen meningkat seiring perusahaan membebankan biaya tambahan ke pasar.
  • Pasar tenaga kerja melemah, dengan meningkatnya pengangguran dan menurunnya lowongan kerja di sejumlah negara.
  • Keputusan belanja rumah tangga tertekan, karena daya beli ikut terkikis.

Menurut Alvaro Pereira, Kepala Ekonom OECD, “guncangan tarif membawa tekanan inflasi tambahan di banyak negara.” Dengan kata lain, meskipun inflasi global cenderung melandai, kebijakan perdagangan yang agresif bisa kembali memicu lonjakan harga.

Inflasi: Sementara Mereda, Risiko Masih Ada

OECD memperkirakan inflasi utama di negara-negara G20 akan berada di kisaran 3,4% pada 2025, turun sedikit dari proyeksi Juni sebesar 3,6%. Untuk Amerika Serikat, proyeksi inflasi bahkan direvisi turun lebih tajam ke 2,7% dari sebelumnya 3,2%.

Namun, lembaga ini mengingatkan bahwa penurunan inflasi mungkin tidak akan bertahan lama. Ada dua risiko besar yang bisa membalik tren:

  1. Kenaikan tarif lebih lanjut, yang bisa mengerek harga barang dan jasa.
  2. Ketidakpastian fiskal dan pasar keuangan, yang berpotensi memicu volatilitas dan repricing aset secara tiba-tiba.

Selain itu, OECD menyoroti volatilitas aset kripto yang semakin terkoneksi dengan sistem keuangan tradisional, sehingga menambah risiko stabilitas keuangan.

Di sisi positif, jika hambatan perdagangan bisa dikurangi atau perkembangan teknologi AI berlangsung lebih cepat, potensi pertumbuhan global bisa kembali menguat.

Indonesia: Menikmati Angin Segar, Tapi Harus Waspada

Indonesia termasuk salah satu negara pasar berkembang yang disebut OECD sebagai kontributor positif pertumbuhan global di paruh pertama 2025. Sejumlah faktor mendukung hal ini, antara lain:

  • Permintaan domestik yang kuat, terutama dari konsumsi rumah tangga.
  • Ekspor komoditas yang masih cukup solid, meski dihadapkan pada risiko perlambatan global.
  • Investasi infrastruktur dan teknologi, yang terus digenjot pemerintah.

Namun, risiko tetap ada. Tarif tinggi AS terhadap negara-negara mitra dagang bisa berdampak tidak langsung pada Indonesia, terutama melalui pelemahan mitra utama seperti China. Selain itu, volatilitas harga komoditas dan potensi pelemahan rupiah jika dolar menguat lagi juga harus diantisipasi.

Bagi investor domestik maupun global, kondisi ini menciptakan ruang peluang sekaligus risiko. Di satu sisi, pasar berkembang seperti Indonesia menawarkan pertumbuhan lebih tinggi. Di sisi lain, ketidakpastian perdagangan global bisa sewaktu-waktu memicu gejolak di pasar keuangan.

Pesan Penting OECD untuk Masyarakat, Dunia Usaha, dan Investor

Laporan OECD memberikan beberapa pesan penting bagi masyarakat luas, pelaku usaha, maupun investor:

  1. Optimisme perlu diimbangi kewaspadaan. Pertumbuhan ekonomi global memang lebih baik dari perkiraan, tetapi tantangan besar dari tarif dan inflasi masih nyata.
  2. Pasar tenaga kerja mungkin melunak. Bagi pekerja, ini berarti peluang kerja bisa berkurang, sementara bagi perusahaan, biaya tenaga kerja mungkin lebih terkendali.
  3. Harga barang bisa tetap bergejolak. Konsumen perlu siap dengan kemungkinan inflasi kembali naik, terutama untuk barang impor.
  4. Teknologi AI menjadi pendorong baru. Bagi investor, sektor teknologi, khususnya AI, masih akan menjadi magnet utama.
  5. Pasar berkembang tetap menarik. Negara-negara seperti Indonesia berpotensi menjadi motor pertumbuhan, meski tetap terpapar risiko global.

Optimisme Baru OECD, Tapi Risiko Global Belum Hilang

Revisi proyeksi OECD ke atas memberikan secercah optimisme di tengah ketidakpastian global. Dunia tampaknya masih bisa tumbuh dengan laju yang cukup sehat, didukung resiliensi pasar berkembang, investasi teknologi, dan kebijakan fiskal.

Namun, tantangan besar tarif dan inflasi menjadi risiko utama yang belum sepenuhnya tercermin dalam data. Bagi Indonesia dan negara berkembang lainnya, situasi ini menjadi ujian: bagaimana tetap memanfaatkan momentum positif tanpa terjebak dalam tekanan eksternal yang semakin kompleks.