Emas Semakin Bersinar: Krisis Politik dan Ketidakpastian Global Dorong Harga Mendekati $4.000 per Ons

359

(Vibiznews – Commodity) Harga emas kembali mencetak sejarah baru. Logam mulia ini semakin mendekati ambang psikologis $4.000 per ons, menandai babak baru dalam reli harga yang telah mendominasi pasar global sepanjang tahun ini. Kenaikan harga emas kali ini tidak hanya mencerminkan kekuatan permintaan atas aset lindung nilai, tetapi juga mencerminkan meningkatnya kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi dan politik di beberapa negara besar, termasuk Amerika Serikat, Prancis, dan Jepang.

Pada perdagangan Selasa pagi waktu Asia, harga emas sempat menyentuh $3.977,44 per ons, setelah melonjak hampir 1,9% pada sesi sebelumnya. Kenaikan ini membawa emas mendekati rekor tertinggi sepanjang masa, dan menegaskan statusnya sebagai safe haven utama di tengah meningkatnya risiko global.

Lihat : Harga Emas Antam Hari ini Selasa 7 Oktober 2025, Meroket Rp34.000

Ketidakpastian di Amerika Serikat: Pemicu Utama Reli Emas

Salah satu pendorong utama reli ini adalah penutupan ( shut down)  pemerintahan federal AS yang kini telah memasuki minggu kedua. Kondisi tersebut membuat berbagai lembaga pemerintah menunda publikasi data ekonomi penting, sehingga pasar kehilangan pijakan untuk menilai kondisi aktual perekonomian Amerika Serikat.

Situasi ini juga mempersulit tugas Federal Reserve (The Fed) dalam memantau dan menyesuaikan kebijakan moneternya. Meski demikian, para pelaku pasar tetap memperkirakan adanya pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin (0,25%) pada bulan ini merupakan langkah yang secara historis cenderung menguntungkan emas, karena logam mulia ini tidak memberikan imbal hasil bunga. Dengan imbal hasil obligasi menurun dan dolar AS cenderung melemah, investor global beralih ke emas sebagai aset penyimpan nilai yang lebih stabil.

Selain faktor kebijakan moneter, ketidakpastian politik di Washington juga memberi warna tersendiri. Kebijakan agresif Presiden Donald Trump dalam mengubah arah perdagangan global serta sikap kerasnya terhadap beberapa mitra dagang utama telah menciptakan gelombang volatilitas di pasar valuta asing dan komoditas. Sepanjang tahun ini, harga emas telah melonjak sekitar 50%, sebagian besar didorong oleh meningkatnya permintaan terhadap aset aman di tengah perubahan geopolitik yang signifikan.

Prancis dan Jepang: Dua Krisis yang Menggetarkan Pasar

Krisis politik yang terjadi di Prancis menjadi faktor tambahan yang memperkuat permintaan emas. Perdana Menteri Sébastien Lecornu mengundurkan diri setelah gagal mencapai kesepakatan anggaran dengan partai-partai politik. Kebuntuan tersebut memperburuk kekhawatiran terhadap defisit fiskal terbesar di kawasan euro, dan menimbulkan ketegangan di pasar obligasi Eropa. Ketika investor melihat risiko politik meningkat, mereka cenderung melarikan modal dari aset berisiko dan beralih ke emas.

Tak hanya Eropa, ketidakpastian juga datang dari Asia. Di Jepang, kemungkinan besar Sanae Takaichi akan menjadi perdana menteri berikutnya setelah pergantian kepemimpinan mendadak mengguncang pasar. Perubahan politik ini menimbulkan kekhawatiran baru di kalangan investor Jepang, yang selama ini menjadi salah satu sumber besar arus modal ke aset global. Akibatnya, permintaan emas dari pasar ritel Jepang meningkat tajam dalam beberapa minggu terakhir.

Menurut Nicky Shiels, Kepala Riset dan Strategi Logam di MKS PAMP SA, kombinasi arus modal dari investor ritel di Eropa dan Jepang serta investor institusional global menjadi pendorong utama lonjakan harga terbaru ini. “Gejolak politik dan ketidakpastian fiskal menciptakan kondisi ideal bagi reli emas,” ujarnya dalam catatan riset.

Daya Tarik Emas sebagai Aset Strategis

Selain sebagai aset pelindung nilai, emas kini mulai dipandang sebagai komponen strategis permanen dalam portofolio investasi global. Ahmad Assiri, analis strategi di Pepperstone Group Ltd., menegaskan bahwa emas kini berfungsi sebagai “tempat perlindungan terbaik” di tengah meningkatnya kekhawatiran akan pasar saham yang sudah terlalu panas.

Ia menambahkan bahwa pada level harga saat ini, emas bukan lagi sekadar alat lindung inflasi, melainkan sudah menjadi instrumen diversifikasi struktural yang diakui secara global. Fenomena ini tercermin dari meningkatnya kepemilikan emas oleh bank-bank sentral dan dana investasi yang berbasis emas (ETF – Exchange-Traded Fund) di seluruh dunia.

Selama beberapa bulan terakhir, arus masuk ke ETF emas mencapai level tertinggi dalam satu dekade terakhir. Para pengelola dana besar memanfaatkan momentum pelemahan dolar dan ketidakpastian geopolitik untuk memperkuat eksposur mereka terhadap logam mulia ini.

Prediksi Goldman Sachs: Emas Bisa Menembus $4.900

Institusi keuangan besar pun semakin optimistis terhadap prospek emas ke depan. Goldman Sachs Group Inc., yang selama ini dikenal dengan pandangan jangka panjangnya yang bullish terhadap emas, baru-baru ini menaikkan proyeksi harga emas untuk Desember 2026 menjadi $4.900 per ons, dari sebelumnya $4.300.

Dalam catatan risetnya, Goldman Sachs menilai tren pembelian masif oleh bank sentral serta arus masuk ke ETF akan terus mendukung harga emas dalam jangka menengah. Para analis juga menilai bahwa risiko geopolitik yang meningkat dan tren pelonggaran moneter global akan memperkuat permintaan terhadap logam ini.

Jika proyeksi ini terwujud, maka emas akan mencatat kenaikan hampir 25% tambahan dalam dua tahun ke depan, memperpanjang reli besar yang telah berlangsung sejak pertengahan 2024.

Kinerja Logam Mulia Lainnya

Selain emas, logam mulia lainnya juga menunjukkan tren positif. Harga perak bertahan stabil di atas $48 per ons, sementara palladium mencatat kenaikan tipis dan platinum bergerak datar. Kondisi ini menunjukkan adanya rotasi minat investor ke berbagai logam berharga sebagai bagian dari strategi diversifikasi.

Sementara itu, Indeks Bloomberg Dollar Spot tercatat stabil, menandakan bahwa kenaikan harga emas lebih didorong oleh faktor fundamental dan geopolitik ketimbang fluktuasi mata uang semata.

Kenaikan Terbesar Sejak 1979

Dengan harga emas spot yang kini bertahan di sekitar $3.963,95 per ons (pukul 10:27 waktu Singapura), logam ini berada di jalur untuk membukukan kenaikan tahunan terbesar sejak 1979. Lonjakan harga tersebut tidak hanya mencerminkan kondisi makroekonomi global yang rapuh, tetapi juga menandakan perubahan paradigma investor terhadap peran emas dalam sistem keuangan modern.

Kini, emas bukan lagi sekadar aset konservatif untuk menghadapi inflasi atau resesi. Di tengah dunia yang semakin tidak pasti  dengan krisis politik, perubahan kebijakan suku bunga, dan ketegangan geopolitik yang berlapis, emas tampil sebagai simbol kestabilan global.

Jika tekanan ekonomi dan politik terus meningkat, bukan tidak mungkin emas akan segera menembus ambang psikologis $4.000 per ons, menegaskan dominasinya sebagai aset paling dicari di masa krisis.

Kenaikan harga emas menuju level rekor baru menandai babak baru dalam dinamika pasar global. Faktor politik, fiskal, dan kebijakan moneter kini berpadu menciptakan badai sempurna bagi reli logam mulia ini. Dengan momentum kuat dari investor ritel hingga institusi besar, serta dukungan kebijakan bank sentral dunia, emas seolah mempertegas satu pesan utama: di tengah ketidakpastian, kepercayaan terhadap emas tidak pernah pudar.