Belanja Konsumen Muda Menurun, Pasar AS Hadapi Peringatan Dini

172

(Vibiznews – Economy & Business) Kekhawatiran baru muncul di tengah perekonomian Amerika Serikat yang tampak masih tangguh di permukaan. Dua kelompok konsumen utama yakni mereka yang berpendapatan rendah dan generasi muda,  kini menunjukkan tanda-tanda pelemahan yang bisa menjadi sinyal peringatan bagi keberlanjutan pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam.

Dalam sepekan terakhir, baik Federal Reserve maupun jaringan restoran cepat saji Chipotle Mexican Grill Inc. menyoroti perpecahan yang semakin lebar di antara konsumen Amerika. Ketimpangan ini menimbulkan kekhawatiran bahwa kekuatan belanja yang merupakan pilar utama ekonomi AS mulai kehilangan keseimbangan.

Ketahanan yang Tidak Merata

Dalam konferensi pers pasca-keputusan pemangkasan suku bunga terbaru, Ketua The Fed Jerome Powell mengakui bahwa ekonomi AS memang tetap tangguh, namun pertumbuhannya tidak merata. “Konsumsi rumah tangga terus tumbuh dan sejauh ini menentang banyak proyeksi negatif,” ujar Powell. “Namun, sebagian besar pertumbuhan ini tampaknya berasal dari konsumen kelas atas.”

Powell menambahkan bahwa sektor konsumsi tetap menjadi motor utama ekonomi AS, bahkan jauh lebih besar pengaruhnya dibandingkan dampak peningkatan produktivitas dari teknologi kecerdasan buatan (AI). “Konsumen masih berbelanja, dan itu berperan besar dalam menopang ekonomi,” katanya.

Pernyataan tersebut datang di tengah pandangan banyak ekonom yang menilai bahwa lonjakan investasi pada pusat data dan semikonduktor akibat adopsi AI telah menopang pasar saham dan, secara tidak langsung, meningkatkan kekayaan kelompok berpendapatan tinggi. Namun, daya beli tersebut belum dirasakan secara merata oleh masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.

Chipotle: Konsumen Muda Mulai Mengencangkan Ikat Pinggang

Isyarat tentang melemahnya daya beli kelompok konsumen bawah juga muncul dari sektor ritel makanan cepat saji. Dalam panggilan konferensi hasil keuangan, CEO Chipotle Scott Boatwright mengungkapkan adanya penurunan signifikan dalam frekuensi kunjungan pelanggan muda dan berpenghasilan rendah.

“Kami melihat penurunan yang cukup tajam dalam frekuensi kunjungan di semua kelompok pendapatan, namun sejak pertengahan tahun, jurang ini semakin melebar,” kata Boatwright. “Konsumen berpendapatan rendah hingga menengah semakin mengurangi kunjungan mereka.”

Menurutnya, rumah tangga dengan pendapatan di bawah USD 100.000, yang mencakup sekitar 40% dari total penjualan Chipotle kini lebih berhati-hati dalam membelanjakan uang mereka. Kelompok usia 25 hingga 35 tahun menjadi yang paling terdampak.

“Kami percaya tren ini tidak hanya terjadi di Chipotle, tetapi juga di seluruh industri restoran dan kategori konsumsi non-esensial lainnya,” jelas Boatwright. “Konsumen ini menghadapi sejumlah tekanan, mulai dari meningkatnya pengangguran, kewajiban pembayaran kembali pinjaman mahasiswa, hingga perlambatan pertumbuhan upah riil.”

Data Menunjukkan Pelemahan Nyata

Data resmi mendukung kekhawatiran tersebut. Menurut Bureau of Labor Statistics (BLS), tingkat pengangguran bagi warga Amerika berusia 20 hingga 24 tahun mencapai 9,2% pada Agustus 2025, naik dari 7,9% tahun sebelumnya, dan menjadi yang tertinggi sejak awal 2021.

Lonjakan tersebut menunjukkan bahwa kelompok usia muda yang baru memasuki dunia kerja menghadapi tantangan besar di tengah kondisi ekonomi yang menuntut biaya hidup semakin tinggi. Ditambah lagi, mulai berlakunya kembali kewajiban pembayaran pinjaman mahasiswa setelah jeda panjang selama pandemi menambah tekanan pada likuiditas mereka.

Kombinasi faktor-faktor tersebut menggerus daya beli kelompok muda segmen yang biasanya menjadi motor utama konsumsi untuk produk gaya hidup, hiburan, dan layanan cepat saji.

Analis: “Sedikit Mengkhawatirkan”

Peter Saleh, Managing Director di BTIG yang juga analis restoran, menggambarkan penurunan pelanggan muda Chipotle sebagai “sedikit mengkhawatirkan.” Dalam wawancara dengan Yahoo Finance, ia menilai pelemahan itu “terjadi tiba-tiba pada bulan September dan Oktober.”

Menurut Saleh, perubahan mendadak dalam perilaku konsumen muda sering kali menjadi indikator awal dari perubahan tren ekonomi yang lebih luas. “Jika mereka mengurangi pengeluaran untuk makanan cepat saji, maka ini bukan hanya tentang Chipotle tetapi ini bisa menandakan tekanan yang lebih dalam terhadap belanja diskresioner secara keseluruhan,” ujarnya.

Risiko Bagi Ekonomi yang Bergantung pada Konsumsi

Konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 70% dari produk domestik bruto (PDB) AS, sehingga setiap tanda pelemahan belanja konsumen khususnya di kelompok berpenghasilan rendah dan menengah  berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Kelompok ini biasanya paling sensitif terhadap perubahan suku bunga dan harga barang kebutuhan pokok. Dengan inflasi yang meski melandai namun tetap di atas target The Fed, serta biaya pinjaman yang masih tinggi, tekanan terhadap pengeluaran mereka kemungkinan belum akan segera mereda.

Beberapa ekonom memperingatkan bahwa ketimpangan antara konsumen kaya dan miskin dapat memperlemah fondasi ekonomi AS. Meskipun kelompok atas masih menikmati kenaikan nilai aset dan saham, mayoritas rumah tangga menghadapi stagnasi pendapatan riil.

Ketimpangan yang Semakin Nyata

Fenomena “dua wajah” ekonomi AS ini semakin terlihat: sektor teknologi dan keuangan menikmati pertumbuhan berkat investasi AI dan pasar modal yang kuat, sementara sebagian besar masyarakat menghadapi harga rumah yang tak terjangkau, upah stagnan, dan utang pribadi yang meningkat.

Jika tren ini berlanjut, para ekonom memperkirakan dampaknya bisa menjalar ke sektor lain, mulai dari ritel, otomotif, hingga jasa. Penurunan konsumsi di lapisan bawah masyarakat juga dapat menekan margin keuntungan perusahaan dan pada akhirnya memengaruhi pasar tenaga kerja.

Sinyal Awal Perlambatan Lebih Luas

Kondisi ini memperkuat argumen sejumlah pejabat ekonomi yang mendesak Federal Reserve untuk lebih cepat melonggarkan kebijakan moneter. Penurunan suku bunga yang terlalu lambat berpotensi menahan daya beli konsumen, terutama kelompok rentan.

Meski demikian, Powell tetap berhati-hati. Ia berulang kali menegaskan bahwa kebijakan moneter akan disesuaikan secara bertahap demi menyeimbangkan antara risiko inflasi dan ancaman resesi.

Namun, dengan semakin nyata tekanan di lapisan bawah masyarakat, tanda-tanda perlambatan konsumsi dapat menjadi peringatan dini bagi ekonomi AS yang selama ini bertumpu pada kekuatan belanja publiknya.

Jika kelompok muda dan berpendapatan rendah terus kehilangan kemampuan untuk berbelanja, maka “kekuatan konsumsi Amerika”  yang selama ini menjadi mesin pertumbuhan global mungkin sedang menuju masa uji sesungguhnya.