(Vibiznews – Commodity) Harga minyak naik pada Kamis malam (06/09), terdukung pelemahan dolar AS dan bukti permintaan bahan bakar AS yang kuat, meskipun prospek permintaan tetap dibatasi oleh gejolak yang melanda pasar negara berkembang dan eskalasi dalam perselisihan perdagangan AS dengan China.
Dolar AS melemah sekitar 0,1 persen terhadap sekeranjang mata uang utama pada hari Kamis. Tetapi telah naik 3,3 persen tahun ini dan telah diuntungkan dari pelarian aset pasar berkembang. Akibatnya, konsumen minyak utama menemukan tagihan impor mereka meningkat dengan cepat.
Harga minyak mentah berjangka AS naik 12 sen menjadi $ 68,85.
Harga minyak mentah berjangka Brent naik 26 sen menjadi $ 77,53 per barel, masih jauh dari level tertinggi Selasa dekat $ 80.
Pasar sudah bersiap untuk kehilangan setidaknya 1 juta barel per hari (bpd) dalam pasokan minyak mentah Iran dari awal November, ketika sanksi AS terhadap Teheran mulai berlaku. Harga minyak telah meningkat sebesar 3 persen sejak pemerintah AS mengumumkan sanksi pada bulan Mei.
Pasokan minyak mentah AS turun pekan lalu karena konsumsi yang kuat mendorong kilang untuk meningkatkan produksi, data dari American Petroleum Institute menunjukkan pada hari Rabu.
Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) pada hari Rabu mengatakan pihaknya memperkirakan permintaan minyak global akan menembus 100 juta bpd untuk pertama kalinya tahun ini.
Risiko lebih lanjut terlihat di Venezuela, anggota OPEC, di mana pemerintah dan krisis politik telah mengurangi separuh produksi minyak dalam dua tahun terakhir menjadi kurang dari 1 juta bpd.
Analyst Vibiz Research Center memperkirakan untuk perdagangan selanjutnya harga minyak berpotensi naik dengan melemahnya dolar AS. Harga minyak selanjutnya akan bergerak dalam kisaran Resistance $ 69,40-$ 69,90. Namun jika harga turun, akan bergerak dalam kisaran Support $ 68,40-$ 67,90.
Asido Situmorang, Senior Analyst, Vibiz Research Center, Vibiz Consulting Group
