Pembelian Emas Bank Sentral Dunia Tertinggi Sejak PD-2; Begini Alasannya

884

(Vibiznews – Banking) – Bank-bank sentral dunia diperkirakan telah membeli emas pada tingkat pertambahan yang belum pernah terjadi sejak Perang Dunia ke-2 karena kekhawatiran atas ketidakstabilan geopolitik dan penguatan dolar, suatu perubahan apresiasi untuk aset yang secara klasik bebas risiko ini.

Kombinasi beberapa faktor telah menyebabkan kebangkitan emas, demikian menurut perusahaan riset terkemuka Bernstein. Faktor-faktor tersebut termasuk risiko geopolitik, kekhawatiran terhadap tingkat utang pemerintah, masalah pasokan, dan persepsi bahwa emas memberikan imbal hasil (return) yang lebih baik atas aset lainnya, demikian dilansir dari Business Insider (11/02).

“Melampaui isyu ancaman inflasi, hal yang luar biasa bahwa, untuk pertama kalinya sejak akhir Bretton Woods dan, bahkan, sejak akhir Perang Dunia Kedua, pembelian bank sentral terhadap emas telah benar-benar meningkat,” menurut catatan Bernstein yang dikirim kepada klien mereka.

Demikian juga, gelombang pembelian emas telah didorong oleh tingginya tingkat utang pemerintah yang hampir mencapai rekor di AS, yang membuat aset bebas risiko lainnya semakin dipertanyakan, serta berpotensi meningkatkan laju inflasi.

Emas pada hari ini (12/02) diperdagangkan di sekitar $1.311 per ons, naik hampir 10% dari level terendahnya pada bulan September yang lalu.

Selain harga emas yang terkait dengan tingkat inflasi, sudah terlihat juga peningkatan permintaan emas, sementara pasokannya akan cenderung tetap, menurut Bernstein. Hal tersebut telah meningkatkan nilainya bagi bank sentral maupun para investor. “Seperti halnya komoditas lainnya, permintaan yang kuat dan pasokan yang lemah akan mendorong apresiasi harga,” tulis analis Bernstein.

Bernstein juga menunjukkan bahwa kepemilikan emas bank sentral telah melampaui permintaan pasar atas perhiasan. Portfolio emas, baik dari otoritas moneter maupun dari publik, dilaporkan telah melebihi permintaan perhiasan sebagai sumber utama pertumbuhan permintaan emas dalam beberapa tahun terakhir, menurut Bernstein.

 

Analis Vibiznews melihat bahwa nampaknya para bank sentral dunia memandang nilai emas sebagai semakin strategis di tengah meningkatnya risiko geopolitik serta melambatnya prospek pertumbuhan ekonomi global. Perubahan komposisi portfolio di bank sentral sangat mungkin terjadi untuk memberikan nilai optimum pada posisi cadangan devisanya.

Misalnya Bank Indonesia. Menurut data, besarnya cadangan devisa dalam bentuk emas berada di posisi ketiga dalam komposisi portfolionya, di bawah dari surat berharga (paling dominan, di atas 85%) serta uang kertas asing dan simpanan. Bila bank sentral, atau dalam hal ini BI, memandang bahwa emas akan lebih stabil nilainya di masa depan, di tengah gejolak ekonomi global belakangan ini, bisa saja kemudian BI akan menambah portfolio emas sebagai bagian dari komposisi cadangan devisa Indonesia.

 

Alfred Pakasi/VBN/MP Vibiz Consulting

Editor: Asido

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here