(Vibiznews – IDX Stocks) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan perusahaan terbuka yang akan menjadi perusahaan tertutup (go private) untuk melakukan pembelian kembali (buyback) saham yang beredar di publik. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 3/POJK.04/2021 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal (POJK Pengganti PP 45/1995).
Kewajiban buyback saham publik ini berlaku bagi emiten yang melakukan penghapusan pencatatan secara sukarela (voluntary delisting) maupun yang terpaksa delisting karena perintah OJK ataupun permohonan Bursa Efek Indonesia (BEI) atau forced delisting.
Emiten-emiten yang bersangkutan perlu memperoleh persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS) untuk melakukan buyback saham. Namun, khusus voluntary delisting harus mendapatkan persetujuan pemegang saham independen dalam RUPS.
Buyback saham ini dapat dilakukan sampai jumlahnya melebihi 10% dari modal disetor. Dengan begitu, jumlah pemegang saham menjadi kurang dari 50 pihak atau jumlah lain yang ditetapkan oleh OJK.
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal I OJK Djustini Septiana menjelaskan kewajiban buyback oleh perusahaan terbuka dalam kaitannya dengan delisting terdiri atas dua kondisi. Pertama, delisting sebagai konsekuensi atas kondisi perusahaan terbuka mengalami kondisi/peristiwa yang signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha (terganggunya going concern) (Pasal 69).
Ketika hal ini terjadi, setelah paling lambat dua hari kerja memberitahukan ke OJK, BEI dapat langsung melakukan pembatalan pencatatan efek (delisting).
Perusahaan terbuka yang dibatalkan pencatatannya tersebut wajib untuk mengubah status menjadi perusahaan tertutup di mana salah satu prosedurnya adalah wajib melakukan buyback atas saham yang dimiliki pemegang saham publik sehingga jumlah pemegang saham kurang dari 50 pihak.
Kewajiban buyback dikecualikan jika terdapat pihak yang akan melakukan pembelian saham yang dimiliki pemegang saham publik (penawaran tender).
Sementara, jika perusahaan terbuka tidak dapat memenuhi ketentuan perubahan status menjadi perusahaan tertutup (termasuk melakukan buyback atas saham yang dimiliki pemegang saham publik), maka OJK dengan mempertimbangkan kondisi perusahaan terbuka yang mengalami terganggunya going concern dapat memohonkan pembubaran terhadap perusahaan tersebut kepada Kejaksaan Republik Indonesia (Pasal 72) atau memberikan perintah tertulis untuk memenuhi ketentuan perubahan status menjadi perusahaan tertutup.
Konsekuensi jika perusahaan tidak mematuhi perintah tertulis, dapat diproses lebih lanjut ke tahap penyidikan (Pasal 92 ayat (4)).
Kondisi kedua, delisting sebagai konsekuensi tidak terpenuhinya persyaratan pencatatan Efek di Bursa Efek (Pasal 70). Djustini menyebutkan, jika hal ini terjadi, BEI mengajukan permohonan ke OJK agar perusahaan terbuka diperintahkan untuk mengubah status menjadi perusahaan tertutup.
Setelah OJK mencabut efektifnya Pernyataan Pendaftaran Perusahaan Terbuka, BEI bisa melakukan delisting.
Djustini menegaskan, POJK Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu pada tanggal 22 Februari 2021. Sehingga ketentuan mengenai semua ketentuan dalam POJK ini sudah berlaku sejak tanggal diundangkan termasuk ketentuan mengenai pembatalan pencatatan efek oleh BEI.
Namun terkait dengan kewajiban untuk mencatatkan efek bersifat ekuitas pada BEI dan mendaftarkan efek dalam penitipan kolektif pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, diberikan masa peralihan yaitu paling lambat 2 tahun setelah berlakunya POJK ini atau sebelum batas waktu 2 tahun jika perusahaan terbuka melakukan penambahan modal dengan memberikan HMETD (Pasal 105).
Selasti Panjaitan/Vibiznews
Editor : Asido Situmorang