(Vibiznews – Kolom) Setelah keluarnya Undang-Undang cipta kerja dan berbagai aturan pelaksanaannya, iklim investasi di bidang properti kembali menggeliat karena hambatan-hambatan yang ada selama ini telah diatasi oleh pemerintah. Misalnya pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah. Dalam PP ini salah satu isinya adalah Satuan Rumah Susun boleh dimiliki oleh investor asing. Perpanjangan sekaligus juga bisa diberikan bila Satuan Rumah Susun diatas HPL. Dalam aturan ini juga sudah disiapkan aturan check and balance oleh Kementrian Agraria dan Tata Ruang (ATR) bila sertifikat layak fungsi (SLF) tidak keluar, SLF selama ini menjadi kendala bagi perusahaan properti yang membangun Satuan Rumah Susun. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021. Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar. PP ini mengatur agar jangan terjadi perdagangan lisensi, bila lisensi diperdagangkan dapat dibatalkan oleh pemerintah. Pengesahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sekarang ini memiliki batasan waktu. Apabila tidak disahkan oleh kepala daerah dalam batasan waktu yang ditetapkan, dapat disahkan oleh Menteri ATR. Dikeluarkan juga PP 64 tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah menjadi dasar pembentukan Bank Tanah, juga sudah dikeluarkan. Pemerintah memiliki Bank Tanah untuk mengatur ekonomi yang berkeadilan. Diharapkan melalui PP ini lebih menjamin kepastian hukum kepemilikan tanah.
Dengan turunnya sejumlah Peraturan Pemerintah ini maka hambatan-hambatan regulasi yang menghalangi investasi selama ini sudah bisa teratasi. Namun tentunya masih belum sempurna, masih ada yang perlu diperbaiki, salah satu hal yang masih perlu diselesaikan adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau yang disingkat dengan BPHTB juga telah menjadi hambatan khususnya dalam ease of doing business . Bank Dunia mengatakan BPHTB yang dikenakan kepada investor di Indonesia masih terlalu mahal, sebesar 8%, banyak pemerintah daerah telah menurunkannya, namun masih belum seragam di seluruh Indonesia.
Tantangan penyediaan pembiayaan properti di tengah pandemi covid-19
Pandemi Covid-19 tetap menjadi tantangan terberat bagi hampir seluruh industri, tak terkecuali bisnis properti. Laju kenaikan positif Covid-19 yang mulai kembali terjadi di akhir Juni 2021 telah memaksa Pemerintah untuk memberlakukan PPKM Darurat di awal Juli 2021 yang akan memberikan tekanan ekonomi. Kemenkeu memproyeksikan bahwa untuk Triwulan III-2021, PDB Indonesia hanya bertumbuh sebesar 4,3% dan pada triwulan sebelumnya PDB Indonesia mampu tumbuh hingga 7%.
Implikasi dari perlambatan proses pemulihan ekonomi terlihat di sektor perumahan, terkait ketidakpastian berakhirnya pandemi Covid-19, menyebabkan pengembang memilih untuk lebih berfokus pada penjualan stok rumah yang belum terjual; Konsumen memilih untuk menahan melakukan konsumsi, terlihat dari indeks penjualan ritel sebesar 12.91% (YoY) mengalami penurunan dan dana pihak ketiga yang terhimpun di bank mengalami kenaikan; Perbankan, dengan besarnya dana pihak ketiga yang terhimpun dan pemulihan ekonomi yang terhambat, menyebabkan kesulitan bagi bank untuk menyalurkan KPR. Apabila terjadi penyaluran KPR, maka bank akan sangat berhati-hati dalam penyalurannya.
Strategi PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) saat pandemi
Namun kondisi ini tidak membuat pembiayaan di sektor properti menjadi terhenti. Kita ambil contoh sebuah perusahaan yang 100% dimiliki oleh pemerintah PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) tetap melakukan terobosan agar pembiayaan sektor properti tetap berjalan.
PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) bersinergi dengan dengan Kementerian/Lembaga untuk mendukung program pemerintah di bidang perumahan, diantaranya melalui Program Perluasan Penyaluran Subsidi Perumahan (KPR Program FLPP). Kerjasama pembiayaan perumahan untuk pekerja di sektor informal (Kredit Mikro) dan inisiasi program baru untuk mendukung keterjangkauan pemilikan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Pembiayaan sektor informal
Per Februari 2021, jumlah pekerja informal mencapai hampir 60% dari seluruh penduduk Indonesia yang bekerja (131,06 juta) atau berjumlah sekitar 78,14 juta orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak: 25,65 juta orang (32,82%) masuk dalam kategori berusaha sendiri, 21,61 juta orang (27,66%) berusaha yang dibantu buruh tidak tetap, 19,17 juta orang (24,54%) merupakan pekerja keluarga/tak dibayar, 11,70 juta orang (14,98%) merupakan pekerja bebas di pertanian dan nonpertanian.
Potensi pembiayaan perumahan pekerja informal
Sumber: Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia, Badan Pusat Statistik, Februari 2021
Tantangan kebutuhan perumahan bagi pekerja informal karena tidak memiliki slip gaji sehingga mereka memiliki keterbatasan untuk mengakses kredit bank. Sarana Multigriya Financial (SMF) selama pandemi mengolah sektor informal ini melalui kerja sama dengan Satuan Kerja di Kementerian PUPR dan Perusahaan Pembiayaan yang bertujuan untuk menambah alternatif solusi bagi Pekerja Informasl yang termasuk dalam kategori Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk meningkatkan kualitas hunian melalui renovasi rumah tinggal dengan pemanfaatan subsidi Pemerintah. SMF juga melakukan kerjasama dengan Grab Indonesia. Bersama Grab Indonesia mekanisme pembiayaan perumahan ini diterapkan kepada mitra pengemudi Grab di bawah naungan grup Grab Indonesia. Kerja sama terkait program pembiayaan mikro perumahan untuk renovasi rumah sekaligus tempat atau mendukung usaha.
Pembiayaan perumahan bagi pemilik homestay
Program Homestay SMF juga hadir menjadi salah satu bentuk nyata mendorong peningkatan mental entrepreneurship bagi para penggiat wisata yang ada di daerah prioritas pariwisata. Terkait dengan masa pandemi Covid-19 saat ini, pariwisata menjadi salah satu sektor yang terdampak sangat signifikan dan mengalami penurunan secara drastis. Guna mendukung program pemerintah, yaitu Program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional), PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) diberikan mandat dalam program penugasan khusus, yaitu Program Pembiayaan Homestay. Program ini bertujuan untuk memberikan akses kemudahan bagi para penggiat homestay di daerah wisata, guna mendapat pinjaman dengan suku bunga rendah untuk merenovasi rumah mereka. Secara umum pengertian homestay adalah rumah warga lokal yang disewakan untuk tempat menginap para turis. Dengan adanya program ini, harapan pemerintah, wisatawan yang berkunjung ke desa wisata akan meningkat seiring dengan pemulihan ekonomi nasional.
Kebijakan pelonggaran LTV/FTV dan uang muka
Selama pandemi terjadi penyesuaian batasan rasio Loan to Value (LTV)/Financing to Value (FTV) untuk kredit properti (KP) atau pembiayaan properti (PP) hingga 100%. Terjadi juga perubahan ketentuan KP/PP inden. Perubahan ketentuan uang muka kredit/pembiayaan hingga 0%.
Sumber: SPI OJK
SMF mendukung produk KPR program jangka panjang melalui program KPR Apparatur Sipil Negara (ASN), TNI, Polri. Target pasarnya adalah mereka yang yang tercatat sebagai Apparatur Sipil Negara (ASN) dan anggota TNI maupun Polri. Program ini memiliki skema KPR dengan suku bunga tetap selama 10 (sepuluh) tahun, Plafon harga rumah s.d Rp1 miliar, minimal Penghasilan Rp 8 juta.
PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) merupakan salah satu contoh pendorong bangkitnya bisnis properti Indonesia. Melalui semua terobosan yang dilakukan memberikan kontribusi untuk sektor properti bangkit di tengah pandemi. Pada bulan Maret 2021 PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) memiliki total akumulasi aliran dana dari pasar modal ke pasar pembiayaan primer perumahan berjumlah Rp 69,15 trilliun. Sebuah jumlah yang dapat mendorong pergerakan bisnis properti selama pandemi.