(Vibiznews – Banking & Insurance) – Pimpinan The Fed dalam simposium Jackson Hole Wyoming pekan lalu sudah melempar sinyal kebijakan moneter longgar yang diterapkan untuk mengatasi krisis akibat pandemi Covid-19 akan berakhir seiring mulai pulihnya ekonomi di Amerika.
Rencana bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed) mengetatkan kebijakan moneter atau dikenal tapering off 2022 menuai kekhawatiran. Sebagai antisipasi gejolak tersebut para ekonom berharap Bank Indonesia (BI) gencar menggelar simulasi yang terburuk dapat terjadi bagi industri keuangan alias stress test.
Mengapa BI perlu melakukan Stress test untuk mengantisipasi Tapering Off?
Pertama, tapering off 2022, berisiko menyebabkan flight to quality, atau pencarian aset-aset yang baik yang memberi risiko kaburnya investor dari pasar keuangan dalam negeri. Dengan melakukan stress test BI bisa memformulasikan kebijakan yang tepat agar bisa menahan risiko tersebut.
Seperti kita ketahui saat tapering off ini bisa berupa kenaikan suku bunga The Fed sehingga investor global memburu surat utang yang diterbitkan pemerintah Amerika Serikat.
Kedua, dengan melakukan Stress Test akan membuat kepercayaan terhadap kondisi pasar keuangan Indonesia menjadi lebih besar karena BI lebih siap melakukan antisipasi, misalnya jika terjadi tekanan kurs rupiah melemah maka BI bisa melakukan intervensi dengan menambah pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Ketiga, dengan BI melakukan simulasi atau stress test secara terus menerus, maka diharapkan bisa mengukur terutama dampak tapering off terhadap arus modal keluar (capital outflow) dan kepada rupiah serta Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Karena itu Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menilai, pemantauan kondisi pasar keuangan dengan melakukan stress test yang dilakukan BI menjadi langkah tepat sebagai respon preventif. Dengan cara ini BI bisa melakukan mitigasi dari dampak negatif.
Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting
Editor : Asido Situmorang