Pemerintah Segera Berlakukan Pajak Ekspor Nikel, Kemana Arah Harga Saham ANTM dan HRUM?

845

(Vibiznews – IDX Stocks) – Pemerintah Indonesia semakin serius merencanakan pemberlakukan pajak untuk ekspor nikel. Rencana kebijakan ini menjadi bagian dari langkah untuk mengurangi pengiriman produk bahan mentah ke luar negeri, dan mendorong hilirisasi industri. Ini merupakan kelanjutan dari langkah pemerintah tentang larangan ekspor bijih nikel sejak tahun 2020.

Deputi Investasi & Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto, mengatakan bahwa saat ini pemerintah sedang mengkaji skema pungutan progresif nickel pig iron (NPI) dan feronikel (bahan baku pembuatan baterai dan stainless steel). Diharapkan kebijakan ini bisa mulai diberlakukan tahun 2022.

Lebih lanjut Seto mengilustrasikan, apabila harga nikel berada di atas 15.000 dolar AS/ton, pemerintah akan mengenakan pajak sebesar 2%. Kemungkinan, pajak ini akan bersifat progresif, namun detil kisaran tarif belum diumumkan.

Kebijakan ini sejalan dengan strategi Presiden Joko Widodo untuk menyetop semua ekspor komoditas bahan mentah. Menyetop ekspor nikel sendiri diharapkan bisa memberikan nilai tambah hingga 35 miliar dolar AS.

Rencana ini masih dalam kajian. Apabila terealisasi, penerapan tarif ekspor nikel khususnya untuk nickel pig iron (NPI) dan feronikel berpotensi memberikan dampak negatif pada perusahaan tambang nikel yang melakukan ekspor, seperti ANTM dan HRUM. Alasannya, mereka harus membayar pajak ekspor yang sebelumnya tidak ada.

Selain nikel, ke depannya pemerintah juga akan menyusun tarif ekspor untuk komoditas bahan mentah lainnya, seperti bauksit, tembaga, hingga timah.

Kalau dikaitkan dari pergerakan harga sahamnya, saham ANTAM hari ini, Jumat (14/10) ditutup merosot 0.76% atau 15 poin ke harga Rp1950 per lembar. Sementara kinerja saham ini untuk 12 bulan terakhir, anjlok 38.68% atau 1230 poin dari posisi awal Januari 2021 lalu.

Sementara harga saham HRUM, milik emiten PT Harum Energy Tbk ini ditutup naik 0.92% atau 100 poin ke level 11.000. Dan kalau dilihat dari kinerja 12 bulan terakhir maka sudah melompat sebesar 157,01% atau 6720 poin.

Diperkirakan harga saham emiten pertambangan dan mineral akan bergerak turun, namun bagi investor, di saat harga saham lebih murah, maka dapat menjadi momentum untuk melakukan pembelian.

Menurunnya harga saham bersifat sementara karena larangan ekspor dicabut sedangkan kebutuhan ekspor makin besar ditengah bergeraknya harga di pasar internasional maka pendapatan emiten akan meningkat.

Dengan kata lain, secara jangka pendek, saham-saham emiten pertambangan dan mineral akan bergerak turun di sekitar 10-30%, namun dalam jangka menengah dan panjang, harga sahamnya akan bergerak naik dan akan menutup penurunannya.

Selasti Panjaitan/Vibiznews

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here