Rekomendasi Minyak Mingguan 25 – 29 April 2022: Adu Kuat Kekuatiran Supply & Demand Menentukan Harga Minyak

608
harga minyak

(Vibiznews – Commodity) Setelah naik dari $97 ke $106 dua minggu lalu, minggu lalu harga minyak mentah WTI sempat naik ke $107 pada hari Senin, disebabkan meningkatnya keprihatinan akan supply global yang semakin ketat dengan semakin dalamnya krisis di Ukraina menaikkan prospek sanksi yang lebih berat oleh Barat terhadap para eksportir di Rusia. Namun pada hari – hari selanjutnya terus turun dan pada hari Jumat malam telah turun menyentuh $101.52 disebabkan karena outlook dari IMF yang memangkas pertumbuhan ekonomi global dan mengurangi ekspektasi permintaan minyak mentah se dunia menjadi 3.6% dari sebelumnya diperkirakan di angka 4.4% pada pengumuman di bulan Januari. Selain itu naiknya kembali dolar AS ke 100.650 karena naiknya yields obligasi pemerintah AS, juga menambah tekanan turun terhadap harga minyak mentah.

Pada hari Senin, harga minyak mentah berjangka benchmark Amerika, West Texas Intermediate (WTI) di bursa Nymex melanjutkan kenaikannya ke sekitar $107.10 per barel. Kenaikan harga minyak mentah WTI terutama disebabkan meningkatnya keprihatinan akan supply global yang semakin ketat akan menyebabkan naiknya inflasi lebih tinggi lagi. Semakin dalamnya krisis di Ukraina menaikkan prospek sanksi yang lebih berat oleh Barat terhadap para eksportir di Rusia. Menlu Ukraina Dmytro Kuleba mengatakan bahwa sudah tidak ada komunikasi diplomatik antara Rusia dengan Ukraina belakangan ini di level Menteri Luarnegeri. Situasi di Pelabuhan Mariupol digambarkan sebagai mengerikan.

Harga minyak mentah berjangka benchmark Amerika, West Texas Intermediate (WTI) di bursa Nymex pada hari Selasa berbalik turun ke sekitar $102.22 per barel. Harga minyak mentah WTI turun lebih dari 1% mengakhiri kenaikan terus menerus selama 4 hari. Pergerakan naik harga minyak WTI ini dibebani oleh menguatnya dollar AS secara luas.

Pada awal minggu ini, dengan naiknya yield obligasi treasury AS 10 tahun, dollar AS mulai mengalahkan rival-rival utamanya dan membebani harga minyak mentah WTI. Indeks dollar AS yang pada minggu lalu naik hampir 0.7%, terakhir ini dalam sehari naik 0.2% ke 100.70. Meskipun terakhir ini sempat berkurang kekuatannya, dollar AS masih terus mengatasi rival-rivalnya di tengah meningkatnya kemungkinan kenaikan tingkat bunga the Fed dengan dosis dua kali baik pada bulan Mei maupun pada bulan Juni.

Yields treasury AS meneruskan momentum bullish-nya, membangkitkan permintaan bagi dollar AS sehingga menekan turun harga minyak mentah yang berdenominasikan USD. Yield obligasi benchmark 10 tahun AS saat ini berada di 2.884% yang adalah ketinggian yang lebih dari 3 tahun. Kekuatiran akan inflasi dan agresifnya hawkish dari Federal Reserve AS telah mendorong naik yields obligasi AS dan menguatnya dollar AS.

Harga minyak mentah berjangka benchmark Amerika, West Texas Intermediate (WTI) di bursa Nymex pada hari Rabu turun kembali ke sekitar $101.90 per barel. Penurunan harga minyak mentah WTI sebagian disebabkan karena terus menguatnya dollar AS. Selain itu penurunan harga minyak mentah WTI didorong juga oleh outlook dari IMF yang memangkas pertumbuhan ekonomi global.

International Monetary Fund (IMF) telah membangkitkan ketidakpastian atas prospek permintaan minyak mentah secara agregat. IMF mengurangi ekspektasi pertumbuhan permintaan minyak mentah WTI se dunia menjadi 3.6% dari sebelumnya diperkirakan di angka 4.4% pada pengumuman di bulan Januari.

Kepala ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas mengatakan bahwa faktor yang dominan yang menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi global adalah dampak dari perang Rusia – Ukraina terhadap produksi komoditas global dan implementasi lockdown Cina dengan kebijakan zero-Covid dan konsekwensinya.

Harga minyak mentah berjangka benchmark Amerika, West Texas Intermediate (WTI) di bursa Nymex pada hari Kamis mengalami sedikit kenaikan dan diperdagangkan disekitar $103.26 per barel.

Pada jam perdagangan sesi Asia pagi hari, harga minyak mentah WTI bergerak dalam rentang yang sempit di sekitar $101.63 – 103.21. Penurunan tajam di dalam persediaan minyak mentah AS sebagaimana dengan yang dilaporkan oleh Energy Information Association (EIA) pada hari Rabu gagal mendorong naik harga minyak mentah secara signifikan.

Krisis politik di anggota OPEC, Libia telah mengakibatkan kekurangan output minyak mentah lebih dari 0.55 juta barel per hari. Karena ada blockade pada terminal ekspor dan ladang minyak utama di Libia, negara minyak anggota OPEC ini tidak bisa memenuhi kewajiban menyediakan minyak mentah di pasar global.

Sementara itu, tertundanya gencatan senjata antara Rusia dengan Ukraina yang lebih lama daripada yang diperkirakan, membangkitkan kembali ketakutan akan berkurangnya supply minyak mentah lebih jauh. Selain itu Uni Eropa sedang bergerak maju untuk mengumumkan embargo terhadap minyak Rusia.

Semua hal ini berhasil menahan penurunan harga minyak mentah WTI pada hari Kamis pagi dan bahkan membuat harga minyak mengalami sedikit kenaikan ke $103.26.

Pada hari Kamis malam, dengan bangkitnya yields obligasi AS, dollar AS berhasil mengumpulkan kembali kekuatannya dan pada hari Jumat diperdagangkan naik 0.04% di 100.650. Dollar AS mendapatkan bantuan tambahan dengan yields obligasi pemerintah AS 10 tahun mengalami kenaikan ke 2.913%, ketinggian beberapa tahun. Kenaikan dolar AS ini menekan kembali harga minyak mentah WTI turun. Harga minyak mentah WTI turun ke $101.52 pada hari Jumat.

Ke hawkish-an bank sentral telah menjadi hal normal yang baru. Pertemuan International Monetary Fund (IMF) telah memasukkan pidato-pidato dari para pembuat kebijakan di bank sentral yang umumnya sedang menyiapkan jalan untuk mengetatkan kebijakan moneter yang lebih agresif meskipun kelihatannya tidak akan cukup untuk mengatasi problem yang ada.

Dibakar oleh komentar dari kepala the Fed Jerome Powell pada acara IMF, yields obligasi benchmark 10 tahun AS naik lebih dari 1% dalam sehari, sehingga mendorong naik dollar AS. Terlebih lagi, lingkungan pasar yang enggan terhadap resiko sebagaimana yang terefleksi dalam penurunan indeks saham FTSE 100 Inggris, telah membantu dollar AS yang safe-haven mendapatkan permintaan yang baru.

Keresahan pasar keuangan semakin bertambah dengan merebaknya coronavirus di Shanghai. Laporan terakhir mengatakan bahwa lockdown di kota-kota besar Cina masih akan terus berlangsung. Menurut laporan terbaru, 20% dari kapal kontainer dunia yang aktif saat ini terjebak Pelabuhan – Pelabuhan yang macet. Dan sekitar 30% berada di Cina. Isu rantai supply ini telah menjadi alasan dibelakang naiknya inflasi global.

Selain itu, serbuan Rusia ke Ukraina telah mengakibatkan kematian ribuan penduduk sipil. Serangan Moskow yang persisten ke Mariupol telah mengakibatkan lebih banyak sanksi internasional atas Rusia. Sementara itu AS dan beberapa negara Eropa telah meningkatkan pengiriman senjata ke Kyiv. Krisis di Eropa Timur ini bukan saja memperparah isu rantai supply melainkan juga menaikkan harga komoditi dan consumer price index.

Skenario ini memberikan tanah yang subur buat terjadinya rally dollar AS pada minggu ini dan selanjutnya yang bisa menekan turun harga minyak mentah dengan tidak ada satupun dari faktor yang negatif yang mempengaruhi pasar akan mereda dalam jangka pendek.

Bank sentral AS, the Fed telah merintis jalan panjang untuk kenaikan tingkat bunga yang agresif dan kebanyakan telah diperhitungkan dalam perhitungan harga.

Minggu ini, hal lainnya selain kenaikan dollar AS, dari sisi bearish, adalah keprihatinan akibat perlambatan pertumbuhan global dengan bertambah banyaknya outlook yang memburuk dari IMF dan Bank Dunia ditambah dengan pengetatan moneter dari bank sentral – bank sentral utama dunia. Semua hal ini bisa mendorong turun harga minyak mentah WTI. Partisipan pasar telah menurunkan permintaan minyak mentah untuk tahun ini karena keprihatinan akibat lockdown yang terjadi di Shanghai dan kota – kota besar lainnya di Cina.

Dari sisi bullish, pembicaraan damai Rusia – Ukraina yang masih mandek menurut pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin dan negara – negara Barat yang masih terus mengipaskan ketegangan dengan Moskow dengan mengirim lebih banyak senjata ke Ukraina dan dengan Uni Eropa masih mempertimbangkan pemberlakuan larangan impor minyak mentah dari Rusia, bisa mendorong naik harga minyak WTI.

Selain itu, kekurangan dalam supply minyak dari OPEC+ tetap menjadi persoalan, dengan output minyak mentah diperkirakan akan jatuh akibat sanksi dari Barat sementara para produsen OPEC+ yang lebih kecil masih harus berjuang untuk bisa mencapai level produksi yang ditargetkan. Libya adalah salah satunya, negara dengan produksi minyak mentah yang lebih kecil, akibat ketidak stabilan politik menyebabkan diblokadenya produksi minyak mentah sehingga turun sebanyak 550.000 barel per hari.

“Support” terdekat menunggu di $101.23 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke $100.31 dan kemudian $98.74. “Resistance” yang terdekat menunggu di $104.18 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke $106.03 dan kemudian $108.79.

Ricky Ferlianto/VBN/Head Reseach Vibiz Consulting

Editor: Asido.