Kebijakan Moneter Lebih Ketat Menghadapi Tekanan Inflasi — Domestic Market Outlook, 29 Aug – 2 Sep 2022

673

(Vibiznews – Editor’s Note) – Pasar investasi domestik pada minggu lalu diwarnai dengan sejumlah isyu, di antaranya:

  • BI menaikkan suku bunga acuan BI7DRR sebesar 25 bp menjadi 3,75% untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi.
  • Capital outflow terjadi di pasar SBN, sebesar Rp6,9 triliun menurut BI, namun rupiah tetap menguat secara mingguannya.
  • Pekan depan pasar akan mencermati rilis inflasi, hari Kamis, di tengah tren kenaikan inflasi global.

Minggu berikutnya, isyu antara prospek pemulihan ekonomi dalam dan luar negeri, akan kembali mewarnai pergerakan pasar. Seperti apa dinamika pasar hari-hari ini? Berikut detail dari Vibiznews Domestic Market Review and Outlook 29 Aug – 2 Sep 2022.

===

Minggu lalu IHSG di pasar modal Indonesia terpantau terkoreksi setelah rally 5 minggu dan sempat berada di 2,5 bulan tertingginya, di tengah profit taking investor dan isyu akan adanya kenaikan BBM bersubsidi yang membuat investor berhati-hati. Sementara itu, bursa kawasan Asia umumnya variatif dengan bias menguat. Secara mingguan IHSG ditutup melemah 0,52%, atau 37,186 poin, ke level 7.135,248. Untuk minggu berikutnya (29 Agustus – 2 September 2022), IHSG kemungkinan masih diincar profit taking dan searah sentimen negatif bursa global namun akan berupaya balik di support-nya, dengan mencermati sentimen bursa regional sepekan depan. Secara mingguan, IHSG berada antara resistance di level 7.258 dan 7.297. Sedangkan bila menemui tekanan jual di level ini, support ke level 7.021, dan bila tembus ke level 6.902.

Mata uang rupiah terhadap dollar AS pekan lalu rebound menguat, naik ke seminggu tertingginya setelah BI menaikkan suku bunga BI7DRR sebesar 25 bp, namun tertahan dengan capital outflow di pasar SBN, sehingga rupiah secara mingguannya berakhir menguat 0,13% ke level Rp 14.817. Sementara, dollar global menguat kembali di akhir pekannya. Kurs USD/IDR pada minggu mendatang diperkirakan akan bias menanjak secara bertahap, atau kemungkinan rupiah masih akan bias melemah secara bertahap, dalam range antara resistance di level Rp14.921 dan Rp14.992, sementara support di level Rp14.659 dan Rp14.512.

Harga obligasi rupiah Pemerintah Indonesia jangka panjang 10 tahun terpantau berakhir stabil dan naik tipis secara mingguannya, terlihat dari pergerakan turun terbatas yield obligasi dan berakhir ke 7,073% pada akhir pekan. Ini terjadi di tengah aksi jual investor asing di SBN. Sementara yields US Treasury melaju naik di minggu keempatnya.

===

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 22-23 Agustus 2022 memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 3,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 3,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 4,50%.

Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi inti dan ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi dan inflasi volatile food, serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah pertumbuhan ekonomi domestik yang semakin kuat.

BI juga menyatakan bahwa ke depan, pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan tetap tinggi. Berbagai indikator dini pada Juli 2022 dan hasil survei Bank Indonesia terakhir, seperti keyakinan konsumen, penjualan eceran, dan Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur terus membaik. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor hingga bulan Juli 2022 tetap positif di tengah melambatnya perekonomian global.

Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2022 diprakirakan bias ke atas dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia pada 4,5%-5,3%.

Berdasarkan data transaksi 22 – 25 Agustus 2022, nonresiden di pasar keuangan domestik jual neto Rp5,28 triliun terdiri dari jual neto Rp6,90 triliun di pasar SBN dan beli neto Rp1,62 triliun di pasar saham.

===

 

Sejumlah pelaku pasar adakalanya menghadapi masa-masa panik di tengah situasi tekanan pasar. Kadang-kadang investor bisa bereaksi secara sepertinya kurang logis atau over-reactive. Apapun itu, tidak mudah bereaksi bahkan secara logis pun pada saat pasar sedang heboh, gonjang-ganjing dan panik. Ini, antara lain, menunjukkan kuatnya fenomena psikologis dalam pasar, baik dalam individu per investor maupun di level pasar secara universal yang bisa disebut sebagai “psikologi pasar”. Di tengah kepanikan pasar demikian, ada saja investor yang bisa diuntungkan, lalu profit taking di posisi overbought-nya. Bagaimana pun, tidak mudah untuk mengikuti, memahami, apalagi memanfaatkan gejolak pasar yang naik turun. Jangan kuatir, Vibiznews.com adalah ahlinya untuk membantu menganalisis pasar bagi Anda dan memetik keuntungan dari dinamikanya. Mungkin Anda telah membuktikannya juga sebelum ini. Terima kasih telah bersama kami, ketahuilah kami ada demi sukses investasi Anda, pembaca setia Vibiznews!

 

Alfred Pakasi/VBN/MP Vibiz Consulting