Tariff dalam Negosiasi, Pasar Bias Positif — Domestic Market Outlook, 21-25 April 2025

961

(Vibiznews – Editor’s Note) – Pasar investasi domestik pada seminggu berlalu diwarnai dengan sejumlah isyu, di antaranya:

  • Pasar keuangan di minggu lalu variatif bias positif, dengan IHSG rebound kuat dan rupiah terkoreksi terbatas.
  • Cadangan devisa Maret naik, tercatat sebesar 157,1 miliar dolar AS.
  • Capital outflow minggu berlalu mulai berkurang, menjadi sekitar Rp12 triliun.
  • Sentimen global saat ini sekitar arah perkembangan tariff AS yang sedang dalam tahap negosiasi, termasuk dengan Indonesia.
  • Data ekonomi yang diperhatikan pasar pekan mendatang adalah rilis neraca perdagangan pada hari Senin, serta pengumuman BI Rate yang diperkirakan bertahan 5,75% di hari Rabu nanti.

Minggu berikutnya, isyu prospek ekonomi dalam dan luar negeri, akan kembali mewarnai pergerakan pasar. Seperti apa dinamika pasar hari-hari ini? Berikut detail dari Vibiznews Domestic Market Review and Outlook 21-25 April 2025.

===

Minggu yang baru lewat IHSG di pasar modal Indonesia terpantau rebound kuat dari level hampir 4 tahun terendah sebelumnya ke sekitar 3 minggu terkuatnya, sejalan dengan sentimen regional yang serempak rebound di tengah meredanya ketegangan tariff AS, kecuali terhadap China. Sementara itu, bursa kawasan Asia pada seminggu ini umumnya dalam bias menguat. Secara mingguan IHSG ditutup menanjak 2,81%, atau 176,043 poin, ke level 6.438,269. Untuk minggu berikutnya (21-25 April 2025), IHSG kemungkinan akan masih konsolidatif dengan bias positif, dengan mencermati sentimen bursa regional sepekan depan. Secara mingguan, IHSG berada antara resistance di level level 6.510 dan 6.707. Sedangkan bila menemui tekanan jual di level ini, support ke level 6.148, dan bila tembus ke level 5.882.

Mata uang rupiah terhadap dollar AS pekan berlalu berakhir lanjut terkoreksi di minggu kelimanya di sekitar level rekor terendahnya, dalam rentang pergerakan yang lebih stabil, di antara berbaliknya ke capital inflow sebesar Rp3,3 triliun di pasar SBN. Rupiah secara mingguannya berakhir melemah 0,17% atau 29 poin ke level Rp 16.819 per USD. Sementara, dollar global bearish ke sekitar 3 tahun terendahnya. Kurs USD/IDR pada minggu mendatang diperkirakan melandai dengan bias menurun, atau kemungkinan rupiah perlahan menguat, dalam range antara resistance di level Rp16.938 dan Rp Rp16.970, sementara support di level Rp16.657 dan Rp16.544.

Harga obligasi rupiah Pemerintah Indonesia jangka panjang 10 tahun terpantau naik secara mingguannya, terlihat dari pergerakan turun dari yield obligasi dan berakhir ke level 6,920% pada akhir pekan. Ini terjadi di tengah berbaliknya ke aksi beli investor asing di SBN. Sementara yields US Treasury terpantau terkoreksi dari rally sebelumnya.

===

 

Posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Februari 2025 menurun. Pada Februari 2025 posisi ULN Indonesia tercatat sebesar 427,2 miliar dolar AS, menurun dibandingkan dengan posisi ULN pada Januari 2025 sebesar 427,9 miliar dolar AS. Secara tahunan, ULN Indonesia tumbuh 4,7% (yoy). Posisi tersebut juga dipengaruhi oleh faktor penguatan mata uang dolar AS terhadap Rupiah.

Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2025 tercatat sebesar 157,1 miliar dolar AS, meningkat dibandingkan posisi pada akhir Februari sebesar 154,5 miliar dolar AS. Kenaikan posisi cadangan devisa tersebut antara lain bersumber dari penerimaan pajak dan jasa serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah, di tengah kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah.

Berdasarkan data transaksi 14 – 16 April 2025, nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp11,96 triliun, terdiri dari jual neto Rp13,01 triliun di pasar saham, beli neto Rp3,28 triliun di pasar SBN, dan jual neto Rp2,24 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

===

 

Pasar investasi, acapkali demikian, suatu saat seperti begitu bergejolak dan terpuruk. Situasi demikian sering membuat investor gamang, kapan untuk entry atau exit di pasar. Mau masuk, takut merosot lagi. Mau keluar, siapa tahu nanti pasar rebound. Tidak keluar, jangan-jangan profit bisa berbalik loss. Di sinilah perlunya analisis pasar, baik teknikal maupun fundamental.

Kalau Anda masih kurang menguasainya, Anda harus belajar. Biaya belajar itu adalah sebuah investasi. Return-nya pasti lebih tinggi dan berdampak jangka panjang. Sekali lagi: jangan lupa belajar, dan belajar terus! Sukses bagi investasi Anda, pembaca setia Vibiznews!

 

Alfred Pakasi/VBN/MP Vibiz Consulting