Jalan Indonesia Menuju Negara Maju

Dari sekadar "archipelago economy," untuk menjadi negara maju Indonesia bisa berubah menjadi "enterprising archipelago"—negara kepulauan yang produktif, kompetitif, dan inklusif.

855
Jembatan Ampera, negara maju
Jembatan Ampera, Palembang, Sumatera Selatan

(Vibiznews-Kolom) Menjadi negara maju bukan hanya mimpi bagi Indonesia. Dalam laporan mendalam dari McKinsey Global Institute, dibahas secara rinci bagaimana Indonesia dapat mencapai status negara berpenghasilan tinggi pada tahun 2045. Ini bukan sekadar angan, melainkan target yang sangat mungkin tercapai jika Indonesia mampu mengakselerasi pertumbuhan produktivitas secara signifikan.

Agar Indonesia dapat memenuhi ambisi untuk menjadi negara berpendapatan tinggi pada tahun 2045, Indonesia perlu menciptakan kondisi yang tepat untuk pertumbuhan produktivitas dan memungkinkan perusahaan-perusahaan besar untuk berkembang. Negara-negara lain telah menempuh jalur ini menuju status negara berpendapatan tinggi dari tingkat PDB per kapita yang sebanding dengan Indonesia saat ini.

Agar Indonesia dapat menyamai lintasan mereka, Indonesia perlu melipatgandakan jumlah perusahaan menengah dan besar dan, dengan demikian, meningkatkan stok modal per pekerja dalam proses pendalaman modal yang cepat. Untuk mewujudkannya, Indonesia memerlukan berbagai macam pendorong produktivitas, yaitu modal finansial, manusia, kelembagaan, infrastruktur, dan kewirausahaan. Dengan beberapa preseden ekonomi pertumbuhan cepat di Asia selama beberapa dekade terakhir, apakah sekarang saatnya bagi Indonesia? Jika demikian, apa yang diperlukan?

McKinsey menjelaskan satu skenario tentang apa yang perlu dilakukan Indonesia untuk mencapai aspirasi tahun 2045. Untuk mengembangkan skenario ini, Indonesia perlu melihat bagaimana negara-negara lain telah menavigasi perjalanan mereka untuk menjadi negara berpendapatan tinggi dari basis yang sama dengan Indonesia. Fokusnya adalah pada perusahaan dan peran penting yang mereka mainkan dalam pendalaman modal, yang memberi pekerja lebih banyak dan lebih baik alat untuk meningkatkan produktivitas, seperti yang diamati di negara-negara lain yang telah melakukan perjalanan ini. Analisis ini bertujuan untuk melengkapi studi ekstensif tentang faktor-faktor struktural yang menghasilkan produktivitas dengan menawarkan perspektif tentang ekosistem perusahaan yang akan dibutuhkan untuk memungkinkan lebih banyak rumah tangga memperoleh manfaat dari ekonomi berpendapatan tinggi. Analisis ini mengidentifikasi tonggak-tonggak penting yang mungkin dihadapi Indonesia sepanjang perjalanan ini.

Pendapatan Domestik Bruto per kapita di Indonesia 2013-2024

PDB Perkapita Indonesia Maju 2013-2024

Sumber : World Bank

Pada tahun 2012, McKinsey Global Institute (MGI) menggambarkan potensi Indonesia—yang kami sebut sebagai “ekonomi kepulauan”—untuk menjadi ekonomi terbesar ketujuh di dunia pada tahun 2030. Meskipun Indonesia belum mencapai tonggak tersebut, pendapatannya telah tumbuh 60 persen, dan saat ini menjadi negara berpendapatan menengah ke atas. Namun, pertumbuhan telah melambat, dan banyak hambatan substansial terhadap pertumbuhan dan kemakmuran tetap ada. Sekarang tibalah fase berikutnya dari perjalanan Indonesia.

Mengapa perusahaan besar penting?

Di berbagai negara yang berhasil naik kelas menjadi negara maju, perusahaan besar memainkan peran sangat penting. Mereka menjadi pusat produktivitas, inovasi, dan penciptaan lapangan kerja formal yang bergaji tinggi. Sayangnya, Indonesia saat ini masih didominasi oleh usaha mikro dan informal. Lebih dari separuh tenaga kerja Indonesia berada di sektor ini, yang cenderung memiliki produktivitas rendah.

Baca juga : Belajar dari Tujuh Negara dengan Produktivitas UMKM Keren

Untuk mengubah situasi ini, Indonesia perlu meningkatkan jumlah perusahaan menengah dan besar secara drastis—sekitar tiga kali lipat dari kondisi sekarang. Ini akan membuka lebih banyak pekerjaan berkualitas, meningkatkan akumulasi modal per pekerja, dan pada akhirnya menaikkan produktivitas nasional.

Urbanisasi dan kesenjangan regional

Urbanisasi bisa menjadi katalis pertumbuhan ekonomi, tapi hanya jika dirancang dengan baik. Di Indonesia, urbanisasi sering kali tidak disertai dengan perencanaan infrastruktur yang memadai. Akibatnya, banyak migran dari desa ke kota berakhir di pekerjaan informal yang kurang produktif.

Padahal, jika ditangani dengan tepat, urbanisasi bisa menjadi pendorong pertumbuhan. Kota-kota yang dirancang sebagai “x-minute cities”—di mana penduduk dapat menjangkau fasilitas penting dalam waktu singkat—dapat meningkatkan kualitas hidup sekaligus produktivitas. Negara seperti Singapura telah menerapkan konsep ini dengan sangat baik.

Selain itu, kesenjangan antara wilayah juga masih sangat lebar. GDP per kapita Jakarta bisa 14 kali lebih tinggi dibanding Nusa Tenggara Timur. Fragmentasi geografis dan mahalnya biaya logistik menjadi tantangan besar yang harus diatasi.

Sektor mana yang akan mendorong pertumbuhan?

Laporan McKinsey menyebutkan bahwa sekitar 70 persen pertumbuhan PDB baru bisa datang dari sektor jasa. Ini termasuk jasa keuangan, pariwisata, logistik, layanan profesional, dan teknologi. Namun sektor-sektor ini perlu dimodernisasi dan diformalisasi.

Contohnya, sektor pariwisata memiliki potensi besar tapi masih jauh dari optimal. Pendapatan per pekerja di sektor akomodasi dan makanan di Indonesia hanya sekitar $6.700 per tahun, jauh lebih rendah dari Thailand yang mencapai $26.300. Meningkatkan infrastruktur wisata, akses digital, dan kualitas layanan bisa membawa lompatan besar.

Sektor manufaktur juga tetap penting. Indonesia bisa memanfaatkan pergeseran rantai pasok global dengan memperkuat produksi barang bernilai tambah seperti elektronik, kendaraan, dan bioplastik. Selain itu, sektor pertanian pun masih relevan jika disertai modernisasi seperti penggunaan benih unggul, digitalisasi, dan mekanisasi.

Kenapa produktivitas jadi kunci utama?

Pertumbuhan ekonomi berasal dari dua sumber bertambahnya jumlah tenaga kerja, dan meningkatnya produktivitas tenaga kerja itu sendiri. Sayangnya, Indonesia tak bisa lagi terlalu mengandalkan pertumbuhan jumlah penduduk. Populasi produktif diperkirakan akan menurun pada dekade mendatang. Artinya, hampir seluruh pertumbuhan ekonomi ke depan harus datang dari peningkatan produktivitas.

Kontribusi produktivitas Indonesia pada pertumbuhan ekonomi

Untuk mencapai status negara berpenghasilan tinggi (didefinisikan oleh Bank Dunia sebagai pendapatan nasional bruto per kapita lebih dari $14.000), Indonesia perlu tumbuh sekitar 5,4 persen per tahun secara riil. Dari angka tersebut, sekitar 4,9 persen harus berasal dari peningkatan produktivitas. Ini artinya, produktivitas Indonesia perlu tumbuh 1,6 kali lebih cepat dibanding rata-rata sejak tahun 2000.

Baca juga : Meningkatkan Produktivitas Indonesia 2045

Lima bentuk modal yang harus dibangun bersama

Pertumbuhan produktivitas tidak akan terjadi begitu saja. Ada lima jenis modal yang harus dikembangkan secara paralel. Pertama adalah modal keuangan. Meskipun tingkat tabungan nasional tinggi, masih banyak tantangan dalam menyalurkan tabungan ini ke investasi produktif, khususnya melalui sistem keuangan formal. Kedua adalah modal manusia. Pendidikan di Indonesia masih tertinggal, baik dari segi kualitas maupun kesesuaian dengan kebutuhan pasar kerja. Pelatihan vokasional dan pendidikan tinggi perlu ditingkatkan. Ketiga adalah modal institusional. Regulasi yang tumpang tindih, birokrasi yang lambat, dan lemahnya koordinasi antar lembaga menjadi hambatan utama bagi dunia usaha. Keempat adalah modal infrastruktur. Konektivitas antar pulau, kecepatan internet, dan logistik masih jauh tertinggal. Biaya logistik di Indonesia bahkan mencapai 24 persen dari PDB. Kelima adalah modal kewirausahaan. Rasio pendirian usaha baru di Indonesia sangat rendah. Perlu ada dukungan lebih besar untuk inkubator, akses pembiayaan, dan kemitraan dengan perusahaan besar.

Indikator keberhasilan menuju 2045

Untuk memantau kemajuan menuju status negara maju, McKinsey mengusulkan berbagai indikator. Beberapa di antaranya termasuk peningkatan jumlah perusahaan menengah dan besar hingga tiga kali lipat, kenaikan modal non-pertanian per pekerja dari $31.000 menjadi $100.000, pertumbuhan produktivitas sebesar 4,9 persen per tahun, peningkatan proporsi tenaga kerja di sektor jasa, dan bertambahnya perusahaan sangat besar dengan pendapatan lebih dari $200 juta sebanyak 2,5 kali lipat.

Dari mimpi ke kenyataan

Indonesia punya semua elemen untuk sukses, seperti populasi besar, posisi geografis strategis, dan sumber daya alam melimpah. Tapi ini semua tidak cukup tanpa reformasi mendalam dan strategi yang terkoordinasi. Perjalanan menuju status negara maju akan penuh tantangan, tetapi juga penuh peluang.

Jika Indonesia mampu memobilisasi lima bentuk modal secara serempak dan menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan produktivitas, maka impian 2045 bisa menjadi kenyataan. Dari sekadar “archipelago economy,” untuk menjadi negara maju Indonesia bisa berubah menjadi “enterprising archipelago”—negara kepulauan yang produktif, kompetitif, dan inklusif.