Badan Pusat Statistik (BPS) siang ini (1/10) melansir bahwa indeks harga konsumen (IHK) Indonesia pada September 2015 kemarin terjadi deflasi sebesar 0,05 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 121,67. Dengan demikian, maka tingkat inflasi periode Januari–September 2015 menjadi sebesar 2,24 persen dan tingkat inflasi pada September 2015 menjadi sebesar 6,83 persen (yoy), dimana laju inflasi tersebut merupakan yang terendah dalam kurun 5 (lima) bulan terakhir.
Deflasi yang tercatat pada September lalu dinilai BPS cukup baik jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, sebagaimana terlihat bahwa pada 2014, tercatat inflasi September di 0,27 persen. Pada 2013, tercatat deflasi September di level 0,35 persen dan di 2012 tercatat inflasi sebesar 0,01 persen. Deflasi pada September 2015 ini disumbang oleh sektor bahan makanan yang mengalami deflasi 1,07 persen. Selain itu, sektor transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mengalami deflasi 0,40 persen. Bahkan daging dan hasilnya mengalami deflasi hampir 5,12 persen. Dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Dalam rilis resmi BPS siang ini juga tercatat bahwa komponen inti pada September 2015 mengalami inflasi sebesar 0,44 persen, sehingga tingkat inflasi komponen inti periode Januari–September 2015 menjadi sebesar 3,32 persen dan tingkat inflasi komponen inti bulan September 2015 menjadi sebesar 5,07 persen (yoy). Dari 82 kota IHK, 36 kota tercatat mengalami deflasi dan 46 kota mengalami Inflasi. Adapun deflasi tertinggi terjadi di Sibolga 1,85 persen dengan IHK 120,15 dan terendah terjadi di Bandung 0,01 persen dengan IHK 120,61. Sementara inflasi tertinggi terjadi di Merauke 1,33 persen dengan IHK 123,20 dan terendah terjadi di Jakarta 0,01 persen dengan IHK 122,38.
Terkait deflasi pada bulan lalu, melemahnya konsumsi secara umum juga menjadi penyebab utama inflasi September 2015 lebih rendah. Termasuk penurunan impor barang konsumsi yang membuat imported inflation ikut rendah. Seperti diketahui, penurunan konsumsi terjadi akibat pelemahan daya beli masyarakat, sedangkan merosotnya impor barang konsumsi dipicu karena pelemahan nilai tukar rupiah yang sudah nyaris menyentuh 14.700 per dolar AS.
Stephanie Rebecca/VM/BNV/ Analyst at Vibiz Research Center Edior: Asido Situmorang