Tekanan Fundamental Mereda, BI Mungkinkan Terapkan Kebijakan Moneter Longgar

664

Sejauh ini, Bank Indonesia (BI) menyatakan masih akan terus mewaspadai adanya risiko pasar keuangan global karena berbagai hal, antara lain terbatasnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok, belum solidnya pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan rendahnya harga komoditas. BI melihat pemulihan ekonomi global cenderung terbatas sementara tekanan di pasar keuangan global sudah mulai mereda. Terbatasnya pemulihan ekonomi global tersebut terutama bersumber dari masih terbatasnya pertumbuhan ekonomi emerging markets, khususnya Tiongkok yang diperkirakan terus melambat.

Perlambatan ekonomi Tiongkok belakangan ini makin terlihat dari rilis kinerja ekonominya yang melaporkan hasil mengecewakan. Salah satunya adalah kinerja di sektor manufakturnya yang terpantau menurun disertai dengan aktivitas ekspor yang masih lemah. Sampai saat ini, semakin jelas terlihat bahwa kinerja industri manufaktur Tiongkok masih belum pulih sehingga banyak ekonom menilai langkah-langkah stimulus lanjutan oleh bank sentralnya sangat diperlukan untuk mencegah perlambatan tajam. (Lihat juga: Kinerja Manufaktur Tiongkok Versi Pemerintah Meradang)

Di sisi lain, BI melihat bahwa pertumbuhan ekonomi negara maju sedang membaik, meskipun masih belum cukup solid. Pasalnya, pemulihan ekonomi AS masih rentan, tercermin dari indikator ketenagakerjaan yang masih lemah. Melemahnya indikator ketenagakerjaan AS dan rilis minutes FOMC (hasil rapat dewan gubernur bank sentral AS) September 2015 cenderung dovish menguatkan kembali perkiraan penundaan kenaikan suku bunga The Fed pada tahun 2015 ini.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Eropa diperkirakan terus membaik, ditopang oleh kuatnya permintaan domestik dan sektor manufaktur yang ekspansif. Namun, pemulihan ekonomi global yang masih terbatas berdampak pada harga komoditas internasional yang masih terus menurun. Meski demikian, sejalan dengan keputusan The Fed yang secara pasti menunda kenaikan suku bunga acuannya di tahun ini, tekanan di pasar keuangan global pada awal Oktober 2015 mulai mereda. Namun, BI akan terus mencermati risiko global yang berpotensi mendorong tekanan pembalikan modal portfolio dari emerging markets, termasuk dari Indonesia.

Dengan berbagai pertimbangan atas risiko eksternal tersebut, seperti diketahui, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI kemarin, 15 Oktober 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50 persen, dengan suku bunga Deposit Facility 5,50 persen dan Lending Facility pada level 8,00 persen. Tidak hanya itu, BI juga optimis bahwa inflasi untuk keseluruhan tahun 2015 akan berada di bawah titik tengah sasaran 4 persen, sementara defisit transaksi berjalan diprakirakan lebih rendah dari prakiraan semula, atau sekitar 2 persen pada akhir 2015. (Lihat juga: Bank Indonesia Pertahankan Suku Bunga 7,5%)

Secara fundamental, BI melihat prospek pertumbuhan ekonomi akan membaik terutama didorong oleh meningkatnya belanja modal pemerintah, walaupun aktivitas perekonomian di sektor swasta masih berjalan relatif lambat. Tekanan terhadap stabilitas makro mulai mereda sehingga kedepan terdapat ruang bagi pelonggaran kebijakan moneter. Namun demikian, mengingat masih tingginya risiko ketidakpastian global, maka pihaknya akan tetap berhati-hati dan mencermati risiko global di tengah perkembangan pasar keuangan global yang lebih kondusif.

Sejalan dengan hal tersebut, fokus kebijakan BI dalam jangka pendek tetap diarahkan pada langkah-langkah stabilisasi nilai tukar, memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah, serta memperkuat pengelolaan penawaran dan permintaan valuta asing. BI akan terus memperkuat bauran kebijakan untuk memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

 

 

 

Stephanie Rebecca/VM/VBN/ Analyst at Vibiz Research Center
Edior: Asido Situmorang

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here