Hari ini (19/10), baru saja Biro Statistik Nasional melaporkan angka pertumbuhan domestik bruto (PDB) Tiongkok untuk periode yang berakhir Q3-2015 lalu, yaitu sebesar 6,9 persen dimana angka pertumbuhan tersebut adalah yang terendah sejak Q1-2009 silam. Rendahnya laju PDB Tiongkok pada Q3 lalu tidak lain masih dikarenakan buruknya kinerja di sektor manufaktur dan lesu nya ekspor, oleh karena itu peningkatan investasi di bidang infrastruktur dilihat sebagai kunci utama untuk menstabilkan pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Selain itu, peningkatan jumlah pinjaman dari perbankan ke sektor riil juga dinilai sebagai formula yang baik untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri yang dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi.
Menjaga pertumbuhan yang relatif tinggi pada investasi infrastruktur dinilai sebagai satu-satunya jalan yang dapat menstabilkan pertumbuhan ekonomi mengingat investasi di bidang properti dan manufaktur masih lemah. Tiongkok sangat perlu untuk mempercepat proyek-proyek pembangkit listrik tenaga airnya, juga mengembangkan lahan pertanian berstandar tinggi dan meningkatkan investasi di jalan pedesaan. Percepatan infrastruktur sangat diperlukan, seperti diketahui, laju PDB Tiongkok pada Q3 lalu bukukan pertumbuhan yang di bawah 7 persen untuk pertama kalinya sejak krisis keuangan global. (Lihat juga: Diluar Dugaan PDB Q3 Tiongkok Bukukan Pertumbuhan Lebih Tinggi Dari Prediksi)
Terkait percepatan infrastruktur tersebut, pemerintah Tiongkok sendiri sudah mengambil beberapa langkah dalam beberapa bulan terakhir untuk mempercepat investasi di bidang konstruksi, sebagian besar pembiayaan dilakukan dengan metode kemitraan publik-swasta (PPP). Departemen Keuangan (Depkeu) Tiongkok pada bulan September lalu sudah merincikan bahwa sudah ada 206 proyek yang akan dikerjakan dengan metode PPP dengan total nilai investasi sebesar 659 miliar yuan ($ 104 milyar), dimana di antara 2016 proyek tersebut sudah termasuk proyek tol di Beijing.
Untuk mendanai ratusan proyek tersebut, Depkeu Tiongkok sudah mengucurkan dana sebesar 180 miliar yuan pada bulan September lalu kepada bank-bank terbesar di Tiongkok dan lembaga keuangan lain yang terlibat dalam proyek PPP tersebut. Depkeu juga menyerukan kepada bank sentral Tiongkok agar segera menurunkan suku bunga acuannya lagi supaya biaya pinjaman menurun sehingga pertumbuhan kredit dapat meningkat. Beberapa ekonom justru memprediksi PBoC akan kembali menurunkan suku bunganya dan menurunkan rasio persyaratan cadangan pada akhir tahun 2015 ini.
Stephanie Rebecca/VM/BNV/ Analyst at Vibiz Research Center
Edior: Asido Situmorang