Menyambut rilis data pertumbuhan ekonomi Tiongkok periode Q3-2015 yang tercatat pada level terendahnya sejak awal tahun 2009 silam, Bank of Japan (BOJ) dengan optimis kembali mempertahankan penilaiannya terhadap prospek pertumbuhan ekonomi Jepang, meskipun BOJ pun tidak menampik bahwa perlambatan ekonomi Tiongkok akan cukup memengaruhi kinerja ekonomi Jepang sehingga untuk mengimbangi dampak perlambatan ekonomi Tiongkok tersebut BOJ nampaknya akan memperluas stimulus moneter lanjutannya.
Dalam laporan kuartalan ekonomi regional Jepang, BOJ menyampaikan bahwa 9 (sembilan) daerah di Jepang berhasil mencatat peningkatan belanja modal secara bertahap dan dibarengi dengan laju konsumsi swasta yang tetap teguh karena diiringi perbaikan pada pasar tenaga kerjanya. Namun empat wilayah lainnya, termasuk wilayah barat dan tengah di Jepang justru menggambarkan pandangan yang cukup suram.
Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi Jepang memang tercatat mengalami kontraksi pada bulan bulan April-Juni lalu karena perlambatan ekonomi di Tiongkok. Pemerintah Jepang sendiri sudah memangkas penilaian ekonomi untuk negaranya pada pekan lalu dengan mempertimbangkan lemahnya permintaan ekspor sekarang ini yang sudah berdampak pada ambruknya aktivitas industri di negara ini yang hingga bulan Agustus lalu masih bertahan pada teritori negatif. (Lihat juga: Ekspor Masih Lesu, Output Industri Jepang Terpukul)
Gubernur BOJ Haruhiko Kuroda, nampaknya akan segera memperluas stimulus moneternya dalam waktu dekat agar target inflasi ambisiusnya sebesar 2 persen dapat tercapai. Sebagai informasi saja, secara keseluruhan laju inflasi harga konsumen nasional di Jepang pada Agustus lalu masih jauh dibawah target inflasi BOJ yang dipatok sebesar 2 persen. Masih rendahnya laju inflasi inilah yang membuat BOJ masih enggan untuk mengubah level suku bunga acuannya, agar laju konsumsi dan investasi domestik di negara ini dapat terdorong. (Lihat juga: Inflasi Jepang Masih Di Kisaran Nol Persen, Masih Jauh Dari Target Inflasi BOJ)
Dibalik optimisme BOJ, memang harus disadari bahwa sejumlah tantangan masih akan dihadapi oleh Jepang terutama di sektor perdagangan. Jika perlambatan ekonomi Tiongkok tidak kunjung dapat diredam maka risiko makin terpuruknya negara eksportir komoditas semakin besar, dimana hampir semua negara eksportir tersebut berasal dari pasar negara berkembang. Tentu saja akibat negatifnya akan dirasakan dunia, termasuk Jepang, bahkan pertumbuhan ekonomi dunia pun sudah dikoreksi turun yang tadinya diprediksi akan berada pada kisaran 3,3 persen pada tahun 2015 ini, turun menjadi 3,1 persen.
Stephanie Rebecca/VM/BNV/ Analyst at Vibiz Research Center
Edior: Asido Situmorang