Tutupnya Ford Bukan Tanda Kemunduran Industri

1751

Belum lama ini dunia industri dan konsumen otomotif dikagetkan dengan berita bahwa Ford akan berhenti produksi untuk pasar Indonesia. Ford Motor Co menyatakan bakal menghentikan seluruh kegiatan operasionalnya di Indonesia dan Jepang di tahun ini. Perusahaan otomotif asal Amerika menyatakan keputusan tersebut diambil setelah manajemen melihat sudah tidak ada lagi peluang untuk memperoleh keuntungan di kedua negara akibat terus menyusutnya pangsa pasar penjualan.

Produksi mobil Ford masuk ke Indonesia pada 2002 dan telah mengoperasikan 44 dealer sampai akhir tahun 2015 yang lalu. Menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan Ford sepanjang tahun 2015 tercatat sebanyak 6.103 unit atau hanya 0,59 persen dari penjualan mobil nasional yang mencapai 1,03 juta unit.

Isyu yang sebenarnya lebih merupakan kalah persaingan dalam industri otomotif ini, masalahnya oleh beberapa pihak dianggap sebagai berita buruk ekonomi Indonesia. Berita Ford ini kemudian dikaitkan dengan kabar-kabar lain (yang sebagian perlu konfirmasi lagi), seperti: Sandoz Indonesia yang akan tutup usaha mulai Maret 2016 ini dengan PHK-kan karyawan 200-an orang. Lalu, Chevron Indonesia yang akan merumahkan 1.700 karyawannya, Commonwealth bakal merumahkan 35% karyawannya, dan sejumlah bank asing lainnya juga. Sebagian ini memang bersifat kabar burung yang beredar di beberapa medsos karyawan. Namun ini memberikan gambaran suram bahwa akan terjadi pengangguran terbuka yang lebih terbuka dan penurunan daya beli masyarakat sejalan dengan isyu kemunduran industri.

Tetapi, benarkah sesuram itu gambarannya, bahwa sedang terjadi kemunduran industri di Indonesia?

 

Kalah Persaingan

Peta pasar otomotif di Indonesia memang didominasi oleh merk kendaraan asal Jepang. Dari penjualan kendaraan pada tahun 2015, menurut data Gaikindo, maka pabrikan Jepang menguasai 86,9% pangsa pasar atau 897.092 unit, sementara untuk produsen asal Eropa dan Amerika meraih penjualan sebesar 1,9% pasar atau 18.152 unit. Dari kelompok merk Eropa Amerika ini sebenarnya Ford malah memimpin dengan penjualan sampai 6.103 unit, dibandingkan dengan Chevrolet (4.881 unit), Mercedes-Bez (3.863 unit), atau BMW (2.700 unit). Angka penjualan Ford tersebut memang terpangkas hampir 50% dari pencapaian 11.614 unitnya di tahun 2014 silam, saat Ford berhasil masuk ke dalam 10 besar brand mobil dengan penjualan terbanyak se-Indonesia kala itu.

Menanggapi akan hengkangnya Ford, Menteri Perindustrian Saleh Husin sempat mengatakan bahwa keberadaan Ford di Indonesia tidak didukung dengan industri komponennya. Mereka yang punya pijakan industri komponen di dalam negeri disebutkan lebih kompetitif. Karenanya, Ford tidak bisa bersaing di pasar.

Menteri Perindustrian kemudian juga menyebutkan adanya investasi otomotif baru tahun 2016, merek Wuling dari Tiongkok, sebagai bukti masih menariknya bisnis otomotif di Indonesia. Pada Januari 2016 ini PT SAIC General Motors Wuling (SGMW) Indonesia memulai pabrik mobil Wuling, sebuah merek mobil dari Tiongkok. Ini merupakan investasi tiga perusahaan otomotif dari luar negeri (Penanaman Modal Asing, PMA) — SAIC Motor Corporation Ltd, General Motors, dan Guangxi Motor Corporation.

Gaikindo menyebutkan bahwa memang di tahun 2015 telah terjadi anjlok penjualan otomotif sekitar 16,1% yang diidentifikasikan sebagai dampak dari pelambatan pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, untuk tahun 2016 Gaikindo memerkirakan akan ada kenaikan sekitar 5% menuju ke penjualan sekitar 1.050.000 sampai 1.100.000 unit. Itu angka prediksi Gaikindo untuk 2016. Optimisme ini bangkit kembali karena dikatakan adanya potensi membaiknya performa makro perekonomian Indonesia pada tahun ini jika dibandingkan dengan 2015 lalu.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa industri otomotif di Indonesia sebenarnya masih bertumbuh dan berpotensi bertumbuh lebih cepat lagi ke depannya. Sekalipun ada pelambatan pertumbuhan ekonomi sampai pertengahan 2015 yang lalu, namun mundurnya Ford bukanlah karena prospek industri yang buram dihantam gejolak ekonomi. Sederhana saja, kalah bersaing, terutama menghadapi gempuran agresif dominasi kendaraan merek Jepang. Tidak adanya pabrik komponen dalam negeri menjadi salah satu, mungkin, pemicu utama kekalahan Ford di pasar.

 

Kontraksi Industri Segera Berbalik

Tentang sektor industri sendiri, memang pelemahan pertumbuhan ekonomi telah memberikan tekanan terhadap industri dalam negeri. Rilis indeks industri Nikkei Indonesia Manufacturing PMI menunjukkan level 47,8 pada Desember 2015, yang meningkat dari 46,9 pada November-nya. Data PMI ini menggambarkan perkembangan kinerja industri manufaktur, dengan angka 50 atau lebih menunjukkan ekspansi, sedangkan di bawah 50 berarti terdapat kontraksi industri. Indeks manufaktur di Tanah Air –menurut data PMI ini- telah berkontraksi selama 15 bulan berturut-turut.

indonesia-manufacturing-pmi

Sejalan dengan makin membaiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia, ditambah dengan gencarnya investasi infrastruktur di seantero negeri, indeks manufaktur ini diperkirakan akan meningkat lagi di sepanjang tahun 2016.

Belum lama ini, BKPM merilis laporan Realisasi Investasi dan Capaian Kinerja Investasi Tahun 2015. Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa realisasi investasi tahun 2015 berhasil melampaui target –sampai 105%- dengan pencapaian sebesar Rp 545,4 triliun atau meningkat 17,8% dibandingkan dengan tahun 2014, yang meliputi PMA sebesar Rp 365,9 triliun dan PMDN Rp 179,5 triliun. Prestasi investasi tanah air ini sekaligus memuluskan diresmikannya Layanan Izin Investasi 3 Jam pada awal tahun 2016 (vibiznews, 21 Januari 2016).

Data BKPM tersebut mengindikasikan bahwa pertumbuhan industri di tahun 2016 akan bisa melaju lebih cepat dibandingkan tahun 2105 kemarin. Kementerian Perindustrian sendiri optimistis bahwa sektor industri akan terus menggeliat pada 2016. Pertumbuhan industri ditargetkan mencapai 5,7%, di atas target pertumbuhan ekonomi yang 5,3%. Melihat data 2015, sampai dengan triwulan III, pertumbuhan industri pengolahan non-migas tercatat sebesar 5,21%. Itu tetap lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi periode serupa pada 2014 sebesar 4,73%.

Indeks manufaktur PMI untuk Indonesia telah mencatat rekor terendahnya pada Maret 2015, pada level 46,40. Setelah itu, indeks terpantau beranjak naik. Rekor terendah sudah ditinggalkan. Dengan digelontorkannya banyak proyek infrastruktur dewasa ini di Indonesia, logis nampaknya untuk kita cukup optimistis bakal melihat pertumbuhan sektor industri yang lebih melaju lagi di tahun 2016. Kontraksi industri selama 15 bulan nampaknya segera berakhir dan ekspansi industri akan terjadi.

Selamat datang ekspansi industri!

 

alfredBy Alfred Pakasi ,

CEO Vibiz Consulting
Vibiz Consulting Group

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here