Kekhawatiran atas penumpukan utang Tiongkok telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir di tengah perlambatan yang lebih luas di ekonomi terbesar kedua di dunia.
Investor berpengaruh seperti Kyle Bass dan George Soros memperingatkan krisis kredit di Tiongkok, dengan Bass mencatat adanya “bom waktu ” dalam sistem perbankan Tiongkok.
Keprihatinan ini juga telah tercermin dalam penilaian kurang antusias dari kredit Tiongkok dalam beberapa bulan terakhir.
Moody memiliki peringkat Aa3 -rating keempat tertinggi-pada kredit sovereign Tiongkok dengan outlook negatif. Prospek ditempatkan Maret 2016 karena naiknya beban utang pemerintah dan “kewajiban kontinjensi yang cukup besar”, Moody mengatakan pada saat itu.
Moody menganggap otoritas memiliki kendali pada masalah dan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menstabilkan negara.
Dengan kredit dalam negeri sekitar 200 persen dari produk domestik bruto (PDB), tingkat utang Tiongkok adalah “sangat tinggi” dibandingkan dengan negara lain di tingkat yang sama.
Menurut Moody, utang dalam negeri Tiongkok adalah pada 196,8 persen dari PDB, 53,2 poin persentase kenaikan lebih dari lima tahun. Utang luar negeri Tiongkok adalah di 15,6 persen, dinilai “rendah” oleh Moody.
Utang berada di sektor yang kehilangan keuntungan produktivitas, pertumbuhan pendapatan atau keuntungan juga akan membuat pembayaran utang kembali sulit, tambahnya.
Dalam sebuah laporan yang dirilis pada hari Selasa, Moody mencatat bahwa kewajiban perusahaan milik negara (BUMN) yang “sangat besar”.
Secara total, kewajiban di sektor BUMN Tiongkok naik menjadi sekitar 115 persen dari PDB pada tahun 2015 dari bawah 100 persen pada 2012, Moody menulis, mengutip data Departemen Keuangan.
Doni/ VMN/VBN/ Analyst-Vibiz Research Center
Editor: Asido Situmorang