Sebelum merayakan peringatan HUT Kemerdekaan RI ke 71 tanggal 17 Agustus lalu, Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraannya di gedung MPR/DPR/DPD-RI menyatakan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya yaitu kisaran 5,3 persen. Jokowi akui outlook ini sudah memperhitungkan seluruh dinamika yang ada, tantangan yang dihadapi serta prospek perekonomian global.
Digedung yang sama dalam Sidang Paripurna yang diselenggarakan DPR RI hari Selasa (30/8) Menteri Keuangan Sri Mulyani mempertegas kembali otimisme proyeksi pemerintahan Jokowi untuk outlook pertumbuhan ekonomi tahun 2017. Sri Mulyani juga menambahkan resiko-resiko yang akan dihadapi pada tahun 2017.
Beberapa resiko yang disampaikan Sri Mulyani paling banyak dari luar Indonesia yaitu kondisi ekonomi global yang menurutnya sedang alami ‘Secular Stagnation’ dimana banyak negara maju menerapkan kebijakan ekonomi yang sangat ekspansif namun belum mampu menciptakan pemulihan ekonomi pada tingkat yang optimal.
Menurut Sri Mulyani, harga komoditas yang rendah, perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang masih akan berlanjut, serta ketidakpastian perekonomian global akibat dinamika kebijakan moneter di negara maju dapat menghambat laju ekonomi dalam negeri.
Salah satu kebijakan global yang dimaksud oleh Menteri Keuangan yang baru diangkat Jokowi beberapa pekan lalu yaitu tingkat suku bunga yang sangat rendah, dimana kebijakan tersebut sulit mendorong inflasi dan pertumbuhan ekonomi pada level yang diharapkan. Dari dalam negeri yang masih dihadapi pemerintah yaitu angka kemiskinan yang masih tinggi dan juga perbedaan pendapatan cukup signifikan.
Meskipun resiko-resiko tersebut membayangi ekonomi bangsa, Sri Mulyani optimis konsumsi dan investasi di tanah air mampu menjadi motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi di tahun 2017. Untuk itu diperlukan paket kebijakan ekonomi dalam rangka memperbaiki iklim investasi dan iklim usaha.
Untuk mengatasi kendala dari dalam negeri khususnya menurunkan angka kemiskinan, pemerintah akan memperbaiki dan melanjutkan program-program pengentasan kemiskinan sebelumnya, seperti program penyediaan layanan dasar publik, kepesertaan program jaminan sosial dan Program Keluarga Harapan (PKH), serta penyempurnaan mekanisme penyaluran subsidi pangan agar lebih tepat sasaran.
Untuk perbedaan pendapatan yang signfikan, pemerintah memperbaiki distribusi pendapatan, perluasan kesempatan kerja, pembangunan infrastruktur konektivitas, serta peningkatan peran daerah dan atau/desa dalam pembangunan.
Doni/VBN/VMN/Analyst Vibiz Research Center
Editor : Asido Situmorang