(Vibiznews – Economy & Business) – Anggota parlemen dari Partai Republik A.S. pada hari Kamis mengambil langkah penting menuju perbaikan undang-undang pajak terbesar sejak tahun 1980an saat Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui sebuah paket pemotongan pajak diusulkan oleh Presiden Donald Trump.
Perdebatan pajak sekarang beralih ke Senat A.S., dimana diperkirakan tidak akan ada keputusan penting yang akan diambil sampai setelah liburan Thanksgiving minggu depan.
Trump, yang mencari kemenangan legislatif pertamanya sejak dia menjabat pada bulan Januari, pergi ke Capitol A. tepat sebelum pemungutan suara untuk mendesak anggota DPR dari Partai Republik untuk mengeluarkan reformasi dibidang pajak, yang oleh Demokrat disebut hanya memberikan keuntungan kepada keluarga kaya dan bisnis.
“Peraturan pajak yang sederhana, adil dan kompetitif akan menjadi bahan bakar yang sangat penting bagi perekonomian kita, dan ini ada dalam jangkauan kita. Sekarang saatnya untuk menyampaikannya, “demikian apa yang disampaikan oleh juru bicara Gedung Putih Sarah Sanders.
Kongres belum benar-benar merombak undang-undang pajak A.S. yang meluas sejak Ronald Reagan dari Partai Republik menjadi presiden.
Tapi jalan ke depan masih harus dilalui yaitu memperoleh persetujuan Senat, di mana Partai Republik memiliki mayoritas yang sempit, penuh dengan hambatan mengenai kekhawatiran mengenai defisit federal, perawatan kesehatan dan distribusi manfaat pajak. Partai Republik bisa kehilangan lebih dari dua suara Senat jika Demokrat tetap bersatu dalam oposisi.
RUU Pajak yang diajukan ke Congress diperkirakan akan meningkatkan defisit federal hampir $ 1,5 triliun selama 10 tahun, tarif yang akan dikenakan atas keuntungan perusahaan akan turun dari 35 persen menjadi 20 persen.
Dalam peraturan pajak yang baru ini akan mengurangi atau mengakhiri beberapa kredit pajak atau deduksi pajak yang tengah berlaku saat ini, termasuk pajak pendapatan negara dan daerah, sambil mempertahankan pengurangan pajak penghasilan di sektor properti.
Demokrat telah merujuk pada analisis yang menunjukkan bahwa pajak atas wajib pajak pribadi orang Amerika bisa berakhir dengan kenaikan pajak karena penghapusan deduksi yang ada saat ini. Mencabut atau memotong beberapa deduksi adalah cara untuk mengimbangi pendapatan yang hilang akibat pemotongan pajak.
Tiga belas anggota DPR menolak undang-undang tersebut, semuanya kecuali satu dari New York, New Jersey dan California – Negara bagian penghasil pajak tertinggi mengatakan bahwa wajib pajak orang pribadi hanya akan merasakan cubitan kecil dengan ditariknya beberapa deduksi pajak negara dan pajak penghasilan daerah.
Saham A.S. naik dan dolar beringsut lebih tinggi terhadap sekeranjang mata uang utama pada hari Kamis setelah DPR menyetujui untuk mengeluarkan undang-undang pajak yang baru.
Partai Republik telah lama berjanji untuk memotong pajak dan melihat pemberlakuan undang-undang itu sangat penting bagi prospek mempertahankan kekuasaan mereka di Washington pada pemilihan kongres November 2018, terutama setelah gagal memenuhi janji mereka untuk mencabut Obamacare.
Tapi itu akan menjadi tantangan di Senat yang terdiri dari 100 kursi, di mana Partai Republik bisa kehilangan tidak lebih dari dua suara dari mayoritas 52-48 jika mereka berharap untuk memberlakukan reformasi pajak.
Versi Senat telah menghadapi kritik dari beberapa anggota parlemen dari Partai Republik, termasuk Senator Susan Collins, yang membantu usaha Republikan untuk mencabut Obamacare.
Senator dari Partai Republik, Ron Johnson mengatakan bahwa Trump memanggilnya pada hari Rabu setelah Johnson mengumumkan penentangannya terhadap rencana Senat saat ini karena apa yang dia katakan adalah tingkat yang tidak setara untuk usaha kecil dan perusahaan non-korporasi yang dikenal sebagai “pass-through”, melawan korporasi.
Meski begitu, Johnson mengatakan dia berharap sebuah RUU terakhir bisa disahkan pada akhir tahun ini. Dia mengatakan bahwa dia mendapat “kerjasama total” dari Gedung Putih, dan mereka tertarik untuk memperbaiki masalah ini.
Selasti Panjaitan/VMN/VBN/Senior Analyst Stocks-Vibiz Research Center Editor : Asido Situmorang



