(Vibiznews – Economy & Business) – Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, menyatakan pentingnya memanfaatkan momentum dalam pengambilan kebijakan. Saat ini, kita berada dalam situasi new normal. Seiring hal tersebut, muncul berbagai model bisnis baru yang mengubah pola konsumsi, serta pergeseran seperti dari belanja ke wisata. Berbagai perubahan yang terjadi di dunia tersebut perlu menjadi pertimbangan dalam pembuatan kebijakan. Demikian disampaikan dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2017, hari Selasa (28/11), di Jakarta.
Pertemuan Tahunan Bank Indonesia diselenggarakan rutin setiap akhir tahun untuk menyampaikan pandangan Bank Indonesia mengenai kondisi perekonomian terkini, tantangan dan prospek ke depan, serta arah kebijakan Bank Indonesia. Pertemuan dihadiri oleh Pimpinan Lembaga Negara, Menteri Kabinet Kerja, Gubernur Kepala Daerah, pimpinan perbankan dan korporasi nonbank, akademisi, pengamat ekonomi, serta perwakilan sejumlah lembaga internasional. Tema yang diangkat dalam PTBI 2017 adalah “Memperkuat Momentum”.
Selanjutnya, Presiden RI memaparkan mengenai berbagai momentum positif pada perekonomian Indonesia, yang harus diambil manfaatnya. Indonesia sejak 30 tahun terakhir telah banyak mengalami lompatan kemajuan dalam bidang ekonomi, yang patut disyukuri. Pertama kalinya dalam 20 tahun (sejak trahun 1997), Indonesia diberi status layak investasi oleh 3 lembaga rating. Kemudahan berusaha pada juga meningkat dari peringkat 106 ke 72. Pariwisata juga meningkat, dengan jumlah turis asing yang bertambah sebanyak 25%. Seluruhnya patut membawa optimisme bagi dunia usaha Indonesia. Meskipun demikian, Presiden RI tetap mengingatkan pentingnya reformasi struktural dan pembenahan lainnya, seperti undang-undang yang berkualitas.
Dalam sambutannya, Gubernur BI, Agus D.W. Martowardojo, menekankan pentingnya penguatan momentum dalam mendukung perbaikan ekonomi Indonesia. Di tengah pemulihan ekonomi global yang berlangsung sepanjang 2017, dengan pertumbuhan ekonomi global yang tak hanya lebih tinggi namun lebih merata, ekonomi Indonesia pun mencatat penguatan. Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan Indonesia tetap terjaga pada tahun 2017, ditopang oleh kebijakan yang kredibel. Hal ini mendapat tanggapan positif dari berbagai lembaga, antara lain lembaga pemeringkat Standard & Poor’s yang menaikkan rating kredit Indonesia menjadi investment grade.
Meskipun demikian, ekonomi Indonesia masih mengalami tantangan, baik global maupun domestik. Untuk itu, semua pemangku kebijakan perlu melanjutkan upaya-upaya memperkuat momentum pemulihan, dengan kebijakan ekonomi yang progresif. Dalam hal ini, kebijakan harus berorientasi ke masa depan, berkesinambungan dan tersinergi, serta berimbang.
Dari sisi Bank Indonesia, kebijakan akan tetap berfokus menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Di bidang moneter, penyempurnaan antara lain ditempuh melalui perluasan implementasi GWM Rata-rata hingga mencakup GWM Rupiah dan GWM valas baik bagi bank konvensional maupun syariah. Selain itu, BI juga akan terus mengembangkan swap lindung nilai non-dolar AS dengan memperluas jenis mata uang yang dapat ditransaksikan, serta melakukan berbagai penguatan lainnya.
Penguatan kebijakan makroprudensial berfokus pada tiga aspek penting. Pertama, implementasi Buffer Likuiditas Makroprudensial sebagai bentuk penyempurnaan Giro Wajib Minimum Sekunder. Kedua, implementasi Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIMP) sebagai bentuk penguatan Loan to Funding Ratio. Ketiga, peningkatan efektivitas instrumen makroprudensial. Bank Indonesia juga akan terus melakukan pengembangan UMKM yang diselaraskan dengan pengendalian inflasi dari sisi suplai, serta mendorong pengembangan ekonomi syariah melalui implementasi blueprint ekonomi dan keuangan syariah.
Di bidang sistem pembayaran, BI terus mendorong interkoneksi dan interoperabilitas instrumen, kanal, dan infrastruktur pembayaran ritel domestik di bawah payung Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). BI juga memperkuat elektronifikasi untuk mendukung program pemerintah, serta akan mengeluarkan aturan bagi pelaku teknologi finansial (Tekfin). Pada area pengelolaan uang Rupiah, BI terus berupaya memehi kebutuhan masyarakat akan uang layak edar dalam jumlah yang cukup dan pecahan yang sesuai, antara lain melalui penguatan sinergi layanan kas dengan berbagai pihak.
Dalam paparannya, Gubernur Bank Indonesia juga menyampaikan prospek perekonomian ke depan. Pertumbuhan ekonomi global serta pertumbuhan harga komoditas diperkirakan akan meningkat secara gradual. Suku bunga dunia diperkirakan meningkat, sejalan dengan tren pengetatan kebijakan moneter di negara maju. Pertumbuhan ekonomi 2018 diyakini berada pada kisaran 5,1-5,5%, terutama didorong permintaan domestik. Inflasi 2018 diperkirakan berada pada kisaran sasaran 3,5+1%. Pertumbuhan dana pihak ketiga dan kredit perbankan 2018 masing-masing diperkirakan sebesar 9-11% dan 10-12%. Defisit transaksi berjalan, meski diperkirakan sedikit meningkat, namun tetap di bawah 3% dari PDB. Pada periode 2019-2022, pertumbuhan ekonomi diperkirakan meningkat hingga mencapai kisaran 5,8-6,2% pada 2022, dengan inflasi sebesar 3+1% dan defisit transaksi berjalan yang menurun dan tetap di bawah 3% dari PDB.
Di tengah berbagai tantangan, kita tidak dapat mengedepankan kepentingan sektoral, namun perlu menyamakan pandangan dan terus bersinergi menyatukan gerak langkah ke depan.
Sumber : Situs Bank Indonesia
Selasti Panjaitan/VMN/VBN/Senior Analyst Stocks-Vibiz Research Center Editor : Asido Situmorang