Apa Yang Salah Dengan Turki, Ekonomi Dalam Badai

781

 

(Vibiznews – Economy & Business) – Apa yang salah dengan Turki? Turki dalam beberapa tahun terakhir ini telah menjadi salah satu negara dengan perekonomian yang tumbuh paling cepat di dunia, namun angka pertumbuhan yang mengesankan ini didorong oleh utang luar negeri.

Pinjaman negara mengakibatkan defisit di kedua rekening fiskal dan neraca pembayaran dan Turki tidak memiliki cadangan yang cukup besar untuk menyelamatkan perekonomian bila ada yang salah, demikian analisa para ahli.

Yang membuat situasi lebih buruk bagi Turki adalah preferensi Presiden Recep Tayyip Erdogan untuk mempertahankan suku bunga rendah meskipun inflasi lebih dari tiga kali target yang dipatok bank sentral.

Kejatuhan dalam lira Turki telah memicu kekhawatiran akan kejatuhan ekonomi yang bisa menular ke pasar negara berkembang lainnya dan sistem perbankan di Eropa.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyalahkan terjunnya mata uang akibat “operasi melawan Turki” dan menolak anggapan bahwa ekonomi negara itu sedang menghadapi masalah.

Laporan yang dikeluarkan oleh JP Morgan Asset Management mengatakan bahwa Turki sedang berada di tengah-tengah keadaan keuangan yang memburuk, sentimen investor yang goyah, manajemen ekonomi yang tidak memadai dan ancaman tarif dari AS.

Dalam waktu dekat, keputusan kebijakan dari Washington telah memicu Turki masuk kedalam kesulitan dalam nilai tukar mata uangnya, lira anjlok sebanyak 20 persen terhadap dolar pada hari Jumat setelah Presiden Donald Trump mengatakan ia menyetujui dua kali lipat tarif atas impor logam dari Ankara namun sebenarnya celah-celah buruk di dasar ekonomi Turki sudah menyebar sebelum presiden Amerika membuat gerakannya.

Pada kuartal kedua 2018, negara ini melaporkan pertumbuhan dalam produk domestik bruto sebesar 7,22 persen. Ekspansi ini, bagaimanapun, didorong oleh utang dalam mata uang asing, kata para analis, terutama dalam mata uang dolar AS.

Pinjaman memicu konsumsi dan pengeluaran, sementara defisit terjadi ketika pengeluaran pemerintah melebihi pendapatan, yang juga berarti suatu negara membeli lebih banyak barang dan jasa daripada menjual.

Posisi hutang luar negeri negara ini sekarang berada di lebih dari 50 persen dari PDB, menurut perkiraan oleh Dana Moneter Internasional.

Indonesia, misalnya, juga menjalankan defisit neraca fiskal dan current account dan pinjaman mata uang asingnya sekitar 30 persen dari PDB.

Tapi tidak seperti Indonesia, Turki tidak memiliki cadangan yang cukup besar untuk menyelamatkan ekonomi bila ada yang salah, kata Richard Briggs, seorang analis dari perusahaan riset CreditSights.

Menurut Briggs, cadangan Turki yang terutama rendah dibandingkan dengan utang jangka pendek dalam mata uang selain lira yang bernilai sekitar $181 miliar.

Kemudian yang memperburuk keadaan, banyak mata uang asing di Turki dipegang oleh bank, dan dana tersebut bisa ditarik dengan mudah oleh nasabah.

Salah urus ekonomi, demikian banyak pernyataan para analis, Turki tidak akan mengalami kesulitan saat ini jika bank sentralnya dibiarkan melakukan tugasnya dengan independen.

Ekonomi Turki telah “overheating” dengan inflasi – 16 persen pada bulan Juli – melampaui target bank sentral yaitu 5 persen.

Selasti Panjaitan/VBN/Coordinating Partner Vibiz Consulting Group
Editor : Asido Situmorang

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here