Perang Dagang AS-China Untungkan Asia Tenggara

855

(Vibiznews – Economy & Business) Asia Tenggara diperkirakan akan mengalami ledakan dalam investasi langsung asing karena perang perdagangan yang semakin intensif antara AS dan China mendorong perusahaan untuk mengalihkan produksi ke wilayah tersebut.

Vietnam melihat arus masuk manufaktur melonjak 18 persen dalam sembilan bulan pertama tahun 2018, didorong oleh investasi termasuk proyek produksi polypropylene senilai $ 1,2 miliar oleh Korea Selatan Hyosung Corp, menurut Maybank Kim Eng Research Pte.

Pada Januari hingga Juli, FDI bersih Thailand naik 53 persen dari tahun sebelumnya menjadi $ 7,6 miliar, dengan arus masuk manufaktur melonjak hampir lima kali, menurut data bank sentral. Di Filipina, FDI bersih ke manufaktur melonjak menjadi $ 861 juta pada periode yang sama dari $ 144 juta setahun sebelumnya.

Asia Tenggara menemukan ada beberapa sisi atas perang perdagangan, karena ia menjadi basis alternatif bagi perusahaan yang merelokasi produksi dari China untuk menghindari pungutan. Sekitar sepertiga dari lebih dari 430 perusahaan Amerika di China telah atau sedang mempertimbangkan memindahkan lokasi produksi di luar negeri di tengah ketegangan, menurut survei 29 Agustus hingga 5 September.

Disamping itu, dengan adanya perang dagang ini, maka masing-masing negara yang berselisih akan mencari negara mitra lainnya yang menguntungkan, sehingga terhindar dalam perang tarif.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia mencatatkan peningkatan ekspor ke Tiongkok dan India yang sedang perang dagang dengan Amerika, dimana ekspor sawit dan turunannya pada Juli kemarin mencetak rekor tertinggi bulanan dengan capaian 3,22 juta ton, naik 27 % dibandingkan Juli 2017 yang hanya 2,54 juta ton. Jika dibandingkan Juni 2018 yang hanya 2,29 juta ton, ekspor melonjak 40 %.

India kembali membeli minyak sawit Indonesia sebagai respons regulasi baru AS yang menaikkan bea masuk untuk impor kedelai, bunga matahari, dan rapeseed. Sedangkan Tiongkok juga telah membeli biodiesel berbasis sawit dari Indonesia sebesar 185 ribu ton untuk pertama kalinya, dimana pada bulan Juli permintaan meningkat menjadi 210 ribu ton.

Asia Tenggara berfungsi baik sebagai pasar pertumbuhan yang besar, berkat biaya produksi yang lebih rendah dan liberalisasi perdagangan, serta sumber mitigasi dari risiko geopolitik.

Namun, wilayah ini tentu tidak kebal terhadap dampak dari perselisihan, seperti laporan hari ini menyebutkan perang perdagangan sebagai faktor dalam kemerosotan ekspor Thailand yang tidak terduga pada bulan September.

Asido Situmorang, Senior Analyst, Vibiz Research Center, Vibiz Consulting Group

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here