(Vibiznews-Commodity) Harga minyak WTI naik dari kerendahan selama 18 tahun lebih sementara ini diperdagangkan disekitar $22.00 pada awal perdagangan pagi sesi Asia. Meskipun demikian, energy “benchmark” Amerika Serikat ini tetap berada dibawah tekanan ditengah meningkatnya “supply” dan berkurangnya “demand”.
Katalisator penurunan harga datang dari data American Petroleum Institute’s (API) Weekly Crude Oil Stock yang naik sebanyak 10.485.000 barel untuk minggu yang berakhir pada tanggal 28 Maret dibandingkan dengan sebelumnya turun 1.250.000 barel. Selain itu yang menambah kontribusi bagi kelemahan emas hitam ini adalah data output bulan Maret dari Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dimana naik 90.000 barel per hari sehingga menjadi 27.930.000 barel per hari di bulan Maret.
Bukan saja “supply” meningkat, namun juga ketakutan akan berkurangnya permintaan yang disebabkan oleh penyebaran coronavirus juga memberikan tekanan turun atas harga minyak. Meningkatnya jumlah kasus di Amerika Serikat dan Eropa ditambah dengan pernyataan dari Presiden AS Donald Trump yang mengatakan dua minggu kedepan akan penuh perjuangan, membebani sentimen pasar.
Sementara itu pembicaraan telepon antara Presiden AS Donald Trump dengan Presiden Rusia Putin yang membicarakan mengenai harga minyak hanya sedikit mempengaruhi pasar karena beritanya sudah keburu keluar pada hari Selasa malam.
Secara tehnikal, penurunan lebih lanjut dari WTI akan berhadapan dengan “support” terdekat di $21.17 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke $20.33 dan kemudian $19.65. Sedangkan kenaikannya akan berhadapan dengan “resistance” terdekat di $22.69 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke $23.37 dan kemudian $24.21.
Ricky Ferlianto/VBN/Managing Partner Vibiz Consulting
Editor: Asido