(Vibiznews – Economy) – Pada akhir pekan lalu, ekonomi Amerika Serikat kuartal ketiga 2020 dilaporkan rebound 33,1% secara tahunan (yoy), merupakan lonjakan GDP AS yang tertinggi dalam sejarah, berhasil bangkit tajam dari kontraksi terdalam sejak tahun 1947 pada kuartal keduanya.
Rebound kuat GDP Amerika ini tampil melampaui estimasi para ekonom yang disurvei Dow Jones pada angka 32%. Figur ini meloncat tinggi dari posisi kontraksi ekonomi AS kuartal kedua yang sebesar -31,4%. Sebelum ini di rekor pertumbuhan GDP tertinggi paska perang dunia kedua adalah sebesar 16,7% di kuartal pertama tahun 1950.
Secara data kuartalan (qoq), GDP AS ini tumbuh 7,4% pada kuartal ketiga, berbalik arah dan pulih dari -9% di kuartal kedua. Selain itu, pembalikan arah ekonomi ini berhasil mengembalikan sekitar dua pertiga dari kontraksi ekonomi AS pada semester pertama 2020 ini yang sempat mencapai -10,1%.
Di samping itu, laporan ekonomi terpenting sebelum Pilpres AS ini menunjukkan penambahan 3,8 juta lapangan pekerjaan antara Juli dan September, serta adanya lompatan tajam pada tingkat belanja konsumen di Amerika.
U.S. GDP Growth Rate: 2018 – 2020
Super V-Shaped Recovery
Pertumbuhan GDP AS kuartal ketiga ini merefleksikan kecepatan pertumbuhan ekonomi yang kuat di dalam sektor konsumsi, perumahan dan investasi bisnis. Dan pertumbuhan ini semuanya adalah pertumbuhan dari sektor swasta, tidak ada satupun pertumbuhan yang berasal dari stimulus pemerintah – malah kenyataannya justru ada sedikit penurunan dari sektor pemerintah pada kuartal ketiga. Belanja swasta naik sebanyak 40%, dan kabar yang paling baiknya adalah investasi bisnis dari swasta naik membumbung tinggi sampai 83%.
Belanja konsumen swasta, yang memegang peranan atas 70% dari ekonomi AS, bertumbuh 40% dimana kenaikannya dipimpin oleh kenaikan di dalam belanja kendaraan bermotor, dan penjualan pakaian serta sepatu.
Pertumbuhan di dalam investasi bisnis swasta sebanyak 83% terutama digerakkan oleh kenaikan tajam di dalam investasi peralatan (equipment) sebanyak 70% dan “residential fixed investment” sebanyak 59%.
Sementara bisnis perumahan diyakini akan terus mengalami “booming” bahkan pada bulan-bulan musim dingin yang akan datang.
Pertumbuhan GDP yang terbesar dalam sejarah AS ini, yang digerakkan oleh pertumbuhan di dalam belanja konsumen, investasi inventory swasta, ekspor, non-residential fixed investment dan residential fixed investment, sebagian berkurang oleh karena adanya penurunan di dalam belanja pemerintah lokal, negara bagian dan federal setelah berakhirnya “Cares Act Relief Funding” dan belum turunnya stimulus fiskal yang baru.
Bagaimana pula apabila “Cares Act relief funding” ini belum berakhir, atau stimulus fiskal yang rencananya akan segera dikeluarkan nantinya berhasil dikeluarkan sebelum Pilpres? Maka potensi kenaikan GDP kuartal ketiga ini akan jauh lebih fantastis.
Ekonom dan kolumnis Epoch Times Stephen Moore mendefinisikan pertumbuhan GDP kuartal ketiga AS ini sebagai “Super V-Shaped Recovery”. Sedangkan Sameer Samana, ahli strategi pasar global senior di Wells Fargo Investment Institute mengatakan bahwa ekonomi yang “rebound” lebih cepat daripada yang diperkirakan pasar ini, akan memberikan ketangguhan ekonomi AS yang lebih lagi dalam menghadapi meningkatnya kasus viruscorona maupun masih belum turunnya fiskal stimulus AS.
Pasar Positif Kinerja Trump
Pasar bursa saham terpantau langsung bereaksi positif dengan berita siginifikan tersebut. Respon pasar ini paralel dengan sejumlah kinerja ekonomi AS di era Trump. Misalnya, tingkat pengangguran di AS sebelum pandemi datang berada di level terendah sepanjang 50 tahun terakhir di sekitar level 3,5%. Kemudian, ketika pandemi datang dan itu melonjakkan tingkat pengangguran ke level tinggi 14,7%. Namun, pemulihan cepat juga terjadi, dengan terpangkasnya tingkat pengangguran ke level 7,9% pada September 2020.
U.S. Unemployment Rate: 1948 – 2020
Indikasi kemampuan Trump dalam penanganan ekonomi di masa tekanan pandemi tentunya itu yang dapat dirasakan secara real oleh masyarakat Amerika, yang melihat bukti nyata ketimbang -mungkin- pihak yang baru sebatas janji kampanye.
Dampak Terhadap Pilpres
Sementara itu, banyak pihak di Amerika juga memandang rebound kuat ini sebagian dari mujizat kebijakan ekonomi Presiden Trump. Pantas dicermati di sini betapa cepatnya pergerakan pemulihan ekonomi di bawah kepemimpinan Trump, sekalipun masih di tengah-tengah situasi pandemic dan sejumlah negara bagian AS masih menerapkan pembatasan ketat yang menahan pertumbuhan ekonomi. Untuk kawasan Eropa bahkan lockdown kembali diberlakukan, seperti di Perancis dan Jerman belakangan ini.
Seberapa kiranya pengaruh data ekonomi terpenting ini terhadap kans keterpilihan kembali bagi Trump? Stephen Moore, ekonom dan penasihat Presiden Trump, memuji rekor pertumbuhan GDP tersebut sebagai “game changer” (perubahan yang signifikan) untuk Trump menjelang hari Pemilihan Presiden.
Dalam interview terkini, Moore menyatakan: “Selama 35 tahun saya berkecimpung dalam dunia bisnis, saya belum pernah melihat laporan ekonomi sebaik ini. Saya berpikir ini adalah sebuah ‘game changer’. Saya pikir ini akan mempengaruhi hampir semua pemilih yang ragu-ragu untuk beralih ke kubu Trump,” demikian menurut Moore sebagaimana dilansir dari The Hill (1/11).
Pendapat Moore ini ada benarnya karena rekor pertumbuhan GDP AS ini mematahkan serangan-serangan dari kubu Demokrat yang mengatakan bahwa AS berada pada lubang yang dalam dan kegagalan dari Presiden Trump untuk bertindak akan berdampak kepada GDP kuartal ke-3 yang tidak akan bisa membawa ekonomi AS ke luar dari lubang. Kemudian lagi, disebutkan bahwa pemulihan sedang melambat kalau tidak bisa dikatakan mandek, dan pemulihan yang sedang terjadi hanya membantu mereka yang ada di posisi puncak, namun tidak berpengaruh kepada puluhan juta para pekerja keluarga dan bisnis-bisnis kecil. Data statistik ekonomi terakhir ini jelas telah membungkamkan opini negatif Demokrat.
Tim Murtaugh, direktur komunikasi dalam kampanye Trump, berkata mengenai rebound-nya ekonomi AS yang memecahkan rekor: ”Ini adalah validasi dari kebijakan Presiden Trump yang menciptakan lapangan pekerjaan dan kesempatan usaha bagi setiap orang Amerika di setiap sudut dari negara ini.” Dia menyoroti kebijakan pemerintahan Trump seperti pemotongan pajak dan mengurangi regulasi dan “red tape” yang menurutnya telah membuka jalan bagi spirit entrepreneurship dan keaslian (ingenutity) dari orang Amerika, berkembang dengan pesat.
Pengaruh ke Pemulihan Ekonomi Indonesia
Analis Vibiz Research Center juga melihat peluang Donald Trump, dengan rilis data ekonomi terpenting ini, akan semakin besar untuk terpilih kembali sebagai Presiden AS. Para undecided voters (pemilih yang ragu-ragu atau belum menentukan pilihan) besar kemungkinan tidak akan bertaruh dengan memilih pemerintahan Biden. Diperkirakan banyak dari mereka akan melihat bahwa jika Trump terpilih kembali, ekonomi AS akan berlanjut booming. Karenanya, besar kemungkinan Trump akan memenangkan Pilpres AS kali ini.
Di sisi lain, bagi Indonesia kemenangan Trump ini akan ikut mendorong juga pemulihan ekonomi dalam negeri, mengingat Amerika adalah salah satu partner dagang utama Indonesia. Peluang pemulihan ekonomi yang cepat di bawah Trump akan ikut mengerek naik aktivitas perekonomian kita dalam kaitan kerja sama perdagangan dan investasi dengan Amerika.
Ditambah lagi adanya kunjungan Menlu AS, Michael Pompeo, baru-baru ini ke Indonesia, yang menyatakan Amerika akan mendorong lebih banyak pengusaha Amerika untuk melakukan economic engagement dengan Indonesia. Itu akan semakin memperkuat potensi pemulihan ekonomi Indonesia dalam waktu dekat ini.
Dalam hal perang dagang dengan China, dengan Trump menang Pilpres, ini membuat para pengambil keputusan ekonomi negeri kita akan lebih mudah menyesuaikan kebijakannya karena platform ekonomi global akan lebih terbaca sebab sudah jelasnya kebijakan ekonomi Trump. Dalam beberapa bulan belakangan ini juga sudah terlihat Indonesia dapat mengambil peluang dari isyu perang dagang dengan bertambah banyaknya manufaktur yang direlokasikan ke Indonesia dari daratan China, sebagian mereka berasal dari perusahaan-perusahaan Amerika sendiri.
Ricky Ferlianto dan Alfred Pakasi/VBN/MP Vibiz Consulting
Editor: Asido