Mengapa Harga Komoditas Mencapai Rekor Tertinggi di akhir 2020 & 2021 ?

2183

(Vibiznews – Column)  – Tahun 2020 & 2021 adalah tahun yang berbeda dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, inilah tahun dimana pandemi covid-19 berlangsung di seluruh dunia, dimulai dari wabah virus covid-19 di Cina di bulan Desember 2019,  kemudian berlanjut ke seluruh dunia, mengakibatkan negara-negara melakukan lockdown di kwartal pertama Februari – Maret, harga komoditas tambahan sempat mengalami penurunan namun ketika di bulan Juni covid sudah berkurang dan  lockdown dilonggarkan perekonomian bergerak lagi sehingga harga-harga komoditas bergerak naik lagi.

Di akhir tahun 2020 dan di awal tahun 2021 harga-harga komoditas pertanian dan perkebunan mengalami rekor tertingginya untuk membahas ini maka akan kami bagi menjadi 3 kelompok komoditas :

  1. Kelompok Biji-bijian yang diperdagangkan di bursa Chicago Board Of Trade, komoditas ini negara penghasil terbesar adalah AS.

a.Kedelai

Daerah penghasil terbesar di dunia  pertama dan kedua  : AS, Argentina, Brazil

b.Jagung

Daerah penghasil terbesar di dunia : AS, Brazil, Argentina

c.Gandum

Daerah penghasil  terbesar di dunia: AS, Daerah sekitar Laut Hitam, Rusia, Eropa

  1. Kelompok Soft Commoditas yang diperdagangkan di Bursa ICE New York dan ICE London, negara produsen terbesar ada di luar AS, dan AS menjadi konsumen dari komoditas ini

a. Kopi dibagi menjadi 2 jenis kopi yang diperdagangkan di bursa yaitu Kopi Arabika yang diperdagangkan di ICE New York dan kopi Robusta yang diperdagangkan di ICE London.

Daerah Penghasil :

Kopi Arabika : Brazil dan Colombo

Kopi Robusta :  Vietnam

b.Gula juga ada 2 jenis yang diperdagangkan di bursa yaitu

Gula tebu yang diperdagangkan di ICE New York dan gula putih diperdagangkan di ICE London.

Daerah Penghasil gula tebu: Brazil & Thailand

Daerah Penghasil gula beet: Rusia & Perancis

c.Kakao diperdagangkan juga di dua bursa di ICE New York dan di ICE London.

Daerah penghasil kakao : Ivory Coast dan Ghana.

  1. Kelompok minyak nabati terdiri dari minyak kedelai, minyak sawit, minyak canola, minyak bunga matahari.

Minyak kedelai mengikuti kedelai diperdagangkan di bursa Chicago Board of Trade dan juga di Chinese Dalian Commodity Exchange

Minyak sawit diperdagangkan di Bursa Malaysia Derivatives Exchange dan di Chinese Dalian Commodity Exchange

Negara penghasil:

Minyak kedelai : AS, Argentina

Minyak sawit : Indonesia , Malaysia

Acuan harga untuk harga komoditas ini diambil dari pasar berjangka untuk perdagangan di pasar Internasional, harga di pasar fisik tidak jauh dari harga di pasar berjangka dengan selisih yang sudah ditentukan di masing-masing bursa.

Mari kita lihat pergerakan harga di akhir tahun 2020 dan di awal tahun 2021 hampir semua komoditas mengalami kenaikan, pemicu  kenaikan harga adalah :

  • faktor cuaca, cuaca kering yang berkepanjangan di negara penghasil terutama untuk produk biji-bijian, kemudian beberapa soft commodities.Cuaca yang kering mengakibatkan tanaman terganggu, sehingga hasilnya kurang seperti di Amerika Selatan, Rusia dan Eropa Timur, Uni Eropa.Sebaliknya terjadi di Asia Tenggara hujan turun berkepanjangan menyebabkan ladang sawit banjir.
  • Masa pandemi covid yang berlangsung sudah setahun sejak awal ditemukan di Cina di 2019, awal-awal tahun 2020 terjadi penurunan harga karena permintaan berkurang untuk soft commodities karena sebagai minuman dan makanan tambahan dimana lockdown terjadi di negara-negara di dunia membuat restoran, cafe ditutup dan perayaan-perayaan dilarang membuat permintaannya berkurang, tetapi setelah lockdown dilonggarkan harga komoditas mulai bergerak.Untuk soft commodities di masa pandemi konsumsi sedikit sehingga pada bulan April – Maret terjadi penurunan harga karena banyak negara menerapkan lockdown, ketika lockdown dilonggarkan maka harga soft commodities mulai naik lagi, sampai pada akhir Desember dan Januari pergerakan harga mulai turun lagi karena gelombang pandemi covid yang ke dua.
  • Kekurangan tenaga kerja, selama lockdown para petani tidak bisa pergi ke sawah atau ke kebun, sehingga penanaman dan perawatan tanaman tidak berlangsung dengan baik sehingga produksi berkurang dan itu dirasakan pada akhir tahun.
  • Tidak bisa melakukan pengiriman karena tidak ada buruh yang bekerja selama lockdown negara importir menggunakan persediaan yang ada di dalam negeri, persediaan tersebut  habis di kwartal terakhir tahun 2020 sehingga terjadi pembelian besar-besaran  untuk mengisi persediaan kembali  dan membuat harga komoditas naik.
  • Untuk minyak nabati, faktor penggeraknya ada di biji-bijiannya, kecuali pada minyak sawit, cuaca yang buruk dan pandemi covid membuat harganya melonjak sampai rekor tertinggi 10 tahun.

Pergerakan harga komoditas di tahun 2020 dan pertengahan tahun 2021

  1. Harga biji-bijian:

a. Harga kedelai :

Harga kedelai mencapai harga tertinggi sejak 23 Juni 2014 atau 6 ½ tahun pertama kali pada tanggal 31 Desember dengan harga $13.11 perbushel.

Setelah itu pada minggu pertama sempat mengalami penurunan namun kemudian mengalami kenaikan kembali lebih tinggi lagi dari 6 ½ tahun pertama pada tanggal 11 Januari sempat ke harga $13.8875 pada pertengahan sesi.

Penyebab kenaikan harga kedelai:

  • Produksi kedelai di Amerika Selatan mengalami penurunan karena cuaca kering.
  • Produksi juga berkurang karena lockdown menyebabkan tidak bisa melakukan penanaman.
  • Cina sebagai importir terbesar kedelai dunia yang sudah sempat beralih membeli ke Amerika Selatan, tetapi karena produksi Amerika Selatan turun dan ekspor tidak bisa dikirim karena lockdown maka Cina  membeli kembali ke AS, sehingga ekspor AS meningkat.
  • Di Argentina terjadi pemogokan pekerja selama 3 minggu sehingga tidak ada pengiriman pada bulan Desember
  • Argentina menaikkan pajak ekspor untuk semua biji-bijian termasuk kedelai.
  • Persediaan kedelai semakin sedikit sementara menunggu panen berikut sekitar Januari – Februari 2021, sehingga harga meningkat.

b.Jagung

 

Harga jagung juga mengalami kenaikan sama seperti kedelai  setelah pengumuman WASDE laporan bulanan persediaan dan permintaan dari USDA pada hari Selasa 12 Januari  dalam 12 Menit setelah laporan bulanan USDA, WASDE diumumkan transaksi berjalan cepat sehingga harga naik 25 sen, kenaikan harga jagung melewati batasan kenaikan harga harian sehingga pasar diberhentikan .

Pada hari Selasa 12 Januari harga jagung Maret di CBOT naik 25 sen (5.08%) menjadi $5.172 perbushel.

Pada hari berikutnya hari Rabu harga jagung masih melanjutkan kenaikannya dengan limit yang dinaikan sampai 45 sen sehingga  sempat mencapai harga tertinggi 7 ½ tahun di $5.44 perbushel dan akhirnya ditutup naik 7.25 sen menjadi $5.2450.

Penyebab kenaikan harga jagung  adalah :

  • Sama dengan kenaikan harga kedelai, produksi jagung di Amerika Selatan, Brazil dan Argentina juga turun karena cuaca kering akibat La Nina
  • Argentina melarang ekspor jagung sampai bulan Maret 2021 namun pada minggu lalu pertengahan Januari larangan ekspor dipertimbangkan untuk dihapus, karena ada pemogokan dari petani meminta ekspor diperbolehkan.
  • Harga jagung AS termurah diantara harga jagung di negara lain, dan juga harganya termurah diantara biji-bijian sehingga  importir membeli jagung AS, untuk digunakan sebagai makanan ternak dan unggas membuat ekspor AS meningkat.
  • Cina juga mengalihkan pembelian jagung ke AS karena produksi Argentina dan Brazil berkurang tidak mencukupi kebutuhan Cina.

c. Gandum

Harga gandum walaupun mengikuti kenaikan harga biji-bijian yang lain tapi kenaikannya tidak seperti yang lain.

Harga gandum juga mengalami harga tertinggi sejak 23 Oktober 2020 mencapai harga $6.33375 per bushel pada penutupan pasar hari Kamis 24 Desember

Pada hari Selasa 5 Januari sempat mencapai harga tertingginya 6 tahun  di  $6.6450 pada pertengahan pasar namun Harga gandum Maret di CBOTditutup naik 12 sen menjadi $6.54 per bushel.

Penyebab kenaikan harga gandum :

  • Produsen saingannya tidak hanya dari Amerika Selatan saja tetapi dari Rusia dan Eropa.
  • Rusia akan membatasi ekspornya pada bulan Februari.
  • Perancis hasil panennya kurang karena cuaca kering.
  • Negara Timur Tengah lebih banyak membeli gandum dari Rusia dan Eropa, namun dengan pembatasan ekspor dan produksi maka kembali mereka membeli dari AS.
  • Argentina juga menaikkan pajak ekspor untuk gandum.

2.Soft Commodities :

Harga soft commodities pergerakannya berbeda dengan biji-bijian karena soft commodities sebagai bahan makanan tambahan tidak seperti   biji-bijian yang  merupakan makanan  pokok. Harga soft commodities tertekan pada saat pandemi covid-19, lockdown yang terjadi di banyak negara membuat konsumsi berkurang akibat ditutupnya restoran, cafe, mal dan kantor-kantor, dengan Work from home, dan Stay at home membuat banyak orang lebih memperhatikan untuk membeli bahan makanan pokok dahulu.

Harga soft commodities mulai bergerak lagi setelah lockdown dilonggarkan pada pertengahan tahun 2020, restoran, cafe dan mal-mal dibuka kembali, kehidupan perekonomian sudah berjalan kembali. Namun hal ini tidak berlangsung lama karena dimulai bulan akhir Desember 2020 dan Januari 2021 beberapa negara mulai melakukan lockdown kembali, tetapi harga soft commoditas di akhir tahun masih mengalami kenaikan karena kurangnya persediaan akibat cuaca buruk.

a. Kopi

Harga kopi Maret di ICE New York 80 sen (0.63%) menjadi $128.15 dan harga kopi Robusta di ICE London naik 1.58%.

Harga kopi pada penutupan hari Jumat 15 Januari 2021  mengalami kenaikan, dengan harga kopi Arabika naik ke  tertinggi 4 bulan dan harga kopi Robusta naik ke tertinggi satu minggu, setelah Marex Solution memperkirakan produksi kopi Brazil akan turun

Kenaikan harga  kopi dipengaruhi oleh:

  • Cuaca kering di Brazil membuat produksi kopi berkurang
  • Di Vietnam produksi kopi Robusta juga karena faktor cuaca

 b. Gula

Harga gula naik pada penutupan pasar hari Rabu 14 Januari harga gula  di New York mencapai harga tertinggi 3 ½ tahun Harga gula Maret di ICE New York naik 38 sen (2.46%) menjadi $15.84.

Kenaikan harga gula dipengaruhi :

  • Cuaca di Brazil yang kering dan curah hujan sedikit membuat hasil tebu sedikit sehingga persediaan gula sedikit
  • Permintaan gula yang meningkat dari Asia, terutama Indonesia yang meningkatkan impornya 10% dari tahun lalu menjadi 3.3 MMT di 2021 karena permintaan yang tinggi dari produsen makanan dan minuman
  • Cina meningkatkan impor naik 114% dari tahun lalu menjadi 710 MT.
  • Naiknya harga minyak mentah membuat pabrik tebu lebih membuat etanol daripada gula sehingga persediaan gula sedikit
  • Menguatnya real Brazil terhadap dolar.

3.Harga minyak sawit :

Harga minyak sawit Maret pada hari Senin tanggal 4 Januari 2021  di Bursa Malaysia Derivatives Exchange naik 124 ringgit atau 3.44% menjadi 3,724 ringgit ($930.07) per ton. Kenaikan 4 hari berturut-turut dan mencapai harga tertinggi sejak Februari 2011 harga tertinggi 10 tahun

Pergerakan harga dari minyak sawit sangat dipengaruhi dari pergerakan harga minyak kedelai selain pergerakan harga fundamentalnya sendiri.

Selama masa pandemi covid-19 harga minyak sawit juga mengalami penurunan akibat dari lockdown di banyak negara konsumsi makanan tambahan berkurang akibat ditutupnya restoran, cafe-cafe dan mal.

Efek dari Lockdown membuat para pekerja tidak dapat pergi ke kebun sehingga perawatan tertunda, tanaman menjadi berkurang hasilnya, pekerja-pekerja di kebun-kebun sawit di Malaysia yang adalah pekerja asing dipulangkan ke negaranya, sehingga di Malaysia kekurangan tenaga kerja untuk mengambil panennya pada bulan September dan Oktober, produksi minyak sawit menjadi berkurang.

Pada saat pandemi Covid  berkurang pada pertengahan tahun di Cina maka mereka mulai mengisi persediaannya karena minyak sawit lebih murah dari minyak kedelai pada saat itu maka pembelian Cina meningkat di bulan Oktober dan Nopember.

Produksi yang sudah turun ditambah lagi dengan cuaca La Nina yang menyebabkan banjir di Malaysia merusak perkebunan sawit dan merusak infrastruktur akibatnya produksi sawit bertambah turun.

Harga minyak sawit naik ke harga tertinggi 10 tahun, karena persediaan minyak sawit Malaysia turun ke jumlah terendah 13 tahun, ekspor  minyak sawit meningkat untuk tiga bulan berturut-turut dan harga minyak kedelai meningkat.

Namun harga minyak sawit yang tinggi membuat para importir beralih membeli minyak kedelai dan minyak nabati lainnya.

Harga minyak sawit tidak bisa bertahan pada ketinggiannya pada pertengahan Januari langsung turun 10% pada minggu ke dua Januari, karena ekspor yang berkurang. Beralihnya pembelian Cina dari Malaysia ke Indonesia karena pajak ekspor yang dikenakan di Malaysia.

Kesimpulan:

Harga komoditas sampai kuartal pertama masih bisa mengalami kenaikan karena persediaan terbatas, menanti hasil panen pertama pada 2021, namun kenaikan harga dibatasi karena adanya lockdown di beberapa negara sampai bulan Maret. Dengan adanya vaksinasi membuat pengharapan penyebaran covid dapat terhenti, sehingga roda perekonomian negara-negara dapat berjalan kembali dengan lebih baik, diharapkan pergerakan harga komoditas dapat bergerak secara normal kembali.

Loni T / Senior Analyst Vibiz Research Centre Division, Vibiz Consulting

Editor : Asido

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here