BI 7-Day RR Februari 2021 Turun 25 bps Menjadi 3,50%; Sinergi Memperkuat Pemulihan Ekonomi Nasional

649

(Vibiznews – Economy) – Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 Februari 2021 memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%. Keputusan ini konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah dan stabilitas nilai tukar Rupiah yang terjaga, serta sebagai langkah lanjutan untuk mendorong momentum pemulihan ekonomi nasional.

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dalam rilis kepada media secara virtual, Kamis ini (18/2) menyampaikan: “Selain itu, Bank Indonesia juga menempuh langkah-langkah kebijakan sebagai tindak lanjut sinergi kebijakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam Paket Kebijakan Terpadu untuk Peningkatan Pembiayaan Dunia Usaha dalam rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi sebagai berikut:”

  1. Melanjutkan kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar;
  2. Melanjutkan penguatan strategi operasi moneter untuk mendukung stance kebijakan moneter akomodatif;
  3. Melonggarkan ketentuan Uang Muka Kredit/Pembiayaan Kendaraan Bermotor menjadi paling sedikit 0% untuk semua jenis kendaraaan bermotor baru, untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor otomotif dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko, berlaku efektif 1 Maret 2021 sampai dengan 31 Desember 2021;
  4. Melonggarkan rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) Kredit/Pembiayaan Properti menjadi paling tinggi 100% untuk semua jenis properti (rumah tapak, rumah susun, serta ruko/rukan), bagi bank yang memenuhi kriteria NPL/NPF tertentu, dan menghapus ketentuan pencairan bertahap properti inden untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor properti dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko, berlaku efektif 1 Maret 2021 sampai dengan 31 Desember 2021;
  5. Mempublikasikan “Asesmen Transmisi Suku Bunga Kebijakan Kepada Suku Bunga Dasar Kredit Perbankan” untuk mendukung percepatan transmisi kebijakan moneter serta memperluas diseminasi informasi kepada konsumen baik korporasi maupun individu guna meningkatkan tata kelola, disiplin pasar dan kompetisi di pasar kredit perbankan;
  6. Memfasilitasi penyelenggaraan promosi perdagangan dan investasi pada sektor-sektor produktif, sektor pariwisata, serta melakukan sosialisasi penggunaan local currency settlement (LCS), baik di dalam maupun luar negeri, bekerja sama dengan instansi dan stakeholders terkait. Pada Februari dan Maret 2021, serangkaian kegiatan promosi dan sosialisasi akan diadakan di Jepang, Singapura, Malaysia, dan Thailand, serta di Indonesia sebagai bagian dari Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI);
  7. Mendukung pengembangan ekosistem ekonomi dan keuangan digital yang inklusif dan efisien khususnya UMKM dalam rangka mendorong pemulihan ekonomi, termasuk Gernas BBI dan Gerakan Bangga Berwisata Indonesia (GBWI) melalui:
    1. Memperpanjang MDR QRIS 0% bagi usaha mikro hingga 31 Desember 2021;
    2. Perluasan akseptasi QRIS 12 juta merchant dengan kolaborasi bersama PJSP, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
    3. Mendorong kolaborasi e-commerce, UMKM dan Pemerintah untuk memperkuat daya saing produk UMKM domestik baik untuk penjualan dalam negeri maupun ekspor.

Perry Warjiyo menambahkan: “Ke depan, Bank Indonesia akan mengarahkan seluruh instrumen kebijakan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional, dengan tetap menjaga terkendalinya inflasi dan memelihara stabilitas nilai tukar Rupiah, serta mendukung stabilitas sistem keuangan. Koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus diperkuat, termasuk implementasi Paket Kebijakan Terpadu KSSK, dengan fokus pada upaya untuk mengatasi permasalahan sisi permintaan dan penawaran dalam penyaluran kredit/pembiayaan dari perbankan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas yang mendukung pertumbuhan ekonomi dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.”

Selanjutnya dijelaskan:

Pemulihan perekonomian global diprakirakan semakin membaik. Perkembangan tersebut sejalan dengan implementasi vaksinasi Covid-19 di banyak negara untuk membangun herd immunity dan mendorong mobilitas, serta berlanjutnya stimulus kebijakan fiskal dan moneter. Pemulihan ekonomi global yang lebih tinggi di negara maju ditopang terutama oleh Amerika Serikat (AS), sedangkan di negara berkembang didorong oleh perbaikan ekonomi Tiongkok dan India. Kinerja positif sejumlah indikator pada Januari 2021 mengonfirmasi berlanjutnya pemulihan ekonomi global tersebut. Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur dan jasa di AS, Tiongkok dan India melanjutkan fase ekspansi. Selain itu, penjualan ritel di Tiongkok dan keyakinan konsumen di India juga terus meningkat. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi global pada 2021 diprakirakan mencapai 5,1%, lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya sebesar 5,0%. Sejalan dengan perbaikan ekonomi global tersebut, volume perdagangan dan harga komoditas dunia terus meningkat sehingga mendukung perbaikan kinerja ekspor negara emerging, termasuk Indonesia. Sementara itu, ketidakpastian di pasar keuangan global diprakirakan menurun seiring dengan ekspektasi perbaikan perekonomian dunia. Kondisi likuiditas global juga tetap besar dan suku bunga tetap rendah sejalan dengan stimulus kebijakan moneter yang masih berlanjut. Perkembangan tersebut mendorong berlanjutnya aliran modal ke negara berkembang dan menopang penguatan mata uang berbagai negara, termasuk Indonesia.

Implementasi vaksinasi dan sinergi kebijakan nasional diprakirakan akan mendorong momentum pemulihan ekonomi nasional ke depan. Pada triwulan IV 2020, ekonomi Indonesia terkontraksi sebesar 2,19% (yoy), terutama karena masih lemahnya konsumsi swasta dan investasi bangunan sebagai dampak masih terbatasnya mobilitas akibat pandemi Covid-19. Meskipun lebih rendah dari perkiraan, ekonomi pada triwulan IV-2020 membaik dengan kontraksi yang lebih rendah dari  triwulan sebelumnya sebesar 3,49% (yoy). Secara keseluruhan tahun 2020 ekonomi terkontraksi 2,07%. Ke depan, perbaikan ekonomi domestik diperkirakan akan berlanjut sejalan dengan pemulihan ekonomi global dan akselerasi program vaksin nasional oleh Pemerintah. Perbaikan kinerja ekspor terus berlanjut pada beberapa komoditas, seperti CPO, batu bara dan besi baja, serta sejumlah produk manufaktur seperti kimia organik, kendaraan bermotor, dan alas kaki, yang kemudian akan mendorong kinerja sektoral. Perbaikan kinerja ekspor tercatat di sejumlah wilayah, khususnya Sulampua (Sulawesi, Maluku, Papua), Jawa, dan Sumatera. Sementara itu, untuk mendorong masih lemahnya permintaan domestik, sinergi kebijakan ekonomi nasional terus diperkuat. Sinergi kebijakan mencakup lima aspek yaitu: (i) pembukaan sektor-sektor produktif dan aman, (ii) akselerasi stimulus fiskal, (iii) penyaluran kredit perbankan dari sisi permintaan dan penawaran, (iv) berlanjutnya stimulus moneter dan makroprudensial, serta (v) percepatan digitalisasi ekonomi dan keuangan, khususnya terkait pengembangan UMKM. Untuk keseluruhan tahun 2021, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kisaran 4,3%-5,3%, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya pada kisaran 4,8%-5,8% sejalan dengan realisasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2020.

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diprakirakan tetap baik, sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal. NPI keseluruhan 2020 diprakirakan mengalami surplus, ditopang oleh transaksi modal dan finansial yang meningkat dan defisit transaksi berjalan yang menurun. Kinerja terkini menunjukkan aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik terus berlanjut, tercermin dari investasi portofolio yang mencatat net inflows sebesar 8,5 miliar dolar AS dari periode Januari hingga 16 Februari 2021. Sementara itu, neraca perdagangan pada Januari 2021 mencatat surplus sebesar 1,96 miliar dolar AS, melanjutkan surplus yang telah terjadi sejak Mei 2020. Kinerja positif itu dipengaruhi oleh ekspor yang kembali mencatat kenaikan sebesar 12,24% (yoy), ditopang terutama oleh permintaan dari Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang, serta kenaikan harga komoditas global. Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Januari 2021 tercatat sebesar 138,0 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 10,5 bulan impor atau 10,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, defisit transaksi berjalan diprakirakan tetap rendah yaitu sekitar 1,0%-2,0% dari PDB pada tahun 2021, sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal ekonomi Indonesia.

Nilai tukar Rupiah menguat didukung langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia dan berlanjutnya aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik. Nilai tukar Rupiah pada 17 Februari 2021 menguat 0,22% secara rerata dan 0,07% secara point to point dibandingkan dengan level Januari 2021. Penguatan nilai tukar Rupiah didorong oleh peningkatan aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik seiring dengan penurunan ketidakpastian pasar keuangan global dan persepsi positif investor terhadap prospek perbaikan perekonomian domestik. Ke depan, Bank Indonesia memandang penguatan nilai tukar Rupiah berpotensi berlanjut seiring levelnya yang secara fundamental masih undervalued. Hal ini didukung oleh defisit transaksi berjalan yang rendah, inflasi yang terjaga, daya tarik aset keuangan domestik yang tinggi, dan premi risiko Indonesia yang menurun, serta likuiditas global yang besar. Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar.

Inflasi 2020 tercatat rendah sejalan permintaan yang belum kuat dan pasokan yang memadai. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Januari 2021 tercatat sebesar 0,26% (mtm) atau 1,55% (yoy). Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh inflasi inti yang terkendali pada level rendah sebesar 1,56% (yoy), sejalan dengan pengaruh permintaan domestik yang belum kuat, kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan pembentukan ekspektasi inflasi, dan dampak nilai tukar terhadap inflasi yang menurun. Inflasi kelompok administered prices juga tercatat rendah, terutama didorong oleh normalisasi penurunan tarif angkutan pascalibur akhir tahun. Sementara itu, inflasi kelompok volatile food terkendali, meskipun terdapat tekanan dari kenaikan harga komoditas pangan global dan tertahannya pasokan pada beberapa komoditas. Inflasi pada tahun 2021 diprakirakan tetap terkendali dalam sasaran 3,0%±1%. Ke depan, Bank Indonesia tetap berkomitmen menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah melalui Tim Pengendali Inflasi (TPI dan TPID), guna mengendalikan inflasi IHK sesuai kisaran targetnya.

Sejalan dengan kebijakan moneter akomodatif Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan fiskal Pemerintah untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional, kondisi likuiditas di perbankan dan pasar keuangan tetap longgar. Sejak tahun 2020, Bank Indonesia telah menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan sebesar Rp750,38 triliun (4,86% dari PDB), yang terdiri dari Rp726,57 triliun pada tahun 2020 dan sebesar Rp23,81 triliun pada tahun 2021 (per 16 Februari 2021). Sinergi ekspansi moneter Bank Indonesia dengan akselerasi stimulus fiskal Pemerintah terus diperkuat dengan pembelian SBN oleh Bank Indonesia di pasar perdana. Setelah pada tahun 2020 melakukan pembelian dari pasar perdana sebesar Rp473,42 triliun untuk pendanaan APBN 2020, pada 2021 Bank Indonesia melanjutkan pembelian SBN dari pasar perdana untuk pembiayaan APBN Tahun 2021 melalui mekanisme sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 16 April 2020, sebagaimana telah diperpanjang tanggal 11 Desember 2020, hingga 31 Desember 2021. Besarnya pembelian SBN di pasar perdana hingga 16 Februari 2021 sebesar  Rp40,77 triliun, terdiri dari sebesar Rp18,16 triliun melalui mekanisme lelang utama dan sebesar Rp22,61 triliun melalui mekanisme Greenshoe Option (GSO). Kondisi likuiditas yang longgar pada Januari 2021 telah mendorong tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yakni 31,64% dan petumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tinggi sebesar 10,57% (yoy). Dari besaran moneter, pertumbuhan besaran moneter M1 dan M2 pada Januari 2021 tetap tinggi, yakni sebesar masing-masing 18,7% (yoy) dan 11,8% (yoy).

Penurunan suku bunga kebijakan moneter dan longgarnya likuiditas mendorong suku bunga terus menurun, meskipun penurunan suku bunga kredit perbankan perlu terus didorong. Longgarnya likuiditas dan penurunan BI7DRR sebesar 125 bps sepanjang 2020 mendorong rendahnya rata-rata suku bunga PUAB overnight sekitar 3,04%. Suku bunga deposito 1 bulan juga telah menurun sebesar 181 bps ke level 4,27% pada Desember 2020. Namun demikian, penurunan suku bunga kredit masih cenderung terbatas, yaitu hanya sebesar 83 bps ke level 9,70% selama tahun 2020. Lambatnya penurunan suku bunga kredit disebabkan oleh masih tingginya suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan. Selama tahun 2020, di tengah penurunan suku bunga kebijakan BI7DRR dan deposito 1 bulan, SBDK perbankan baru turun sebesar 75 bps menjadi 10,11%.  Hal ini menyebabkan tingginya spread SBDK dengan suku bunga BI7DRR dan deposito 1 bulan masing-masing sebesar 6,36% dan 5,84%. Dari sisi kelompok bank, SBDK tertinggi tercatat pada bank-bank BUMN sebesar 10,79% diikuti oleh BPD 9,80%, BUSN 9,67% dan KCBA 6,17%. Dari sisi jenis kredit, SBDK kredit mikro 13,75%, kredit konsumsi non-KPR 10,85%, kredit konsumsi KPR 9,70%, kredit ritel 9,68%, dan kredit korporasi tercatat 9,18%. Bank Indonesia mengharapkan perbankan dapat mempercepat penurunan suku bunga kredit sebagai upaya bersama untuk mendorong kredit/pembiayaan bagi dunia usaha dan pemulihan ekonomi nasional.

Ketahanan sistem keuangan tetap terjaga, meskipun risiko dari berlanjutnya dampak Covid-19 terhadap stabilitas sistem keuangan terus dicermati. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan Desember 2020 tetap tinggi sebesar 23,81%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah, yakni 3,06% (bruto) dan 0,98% (neto). Di tengah kondisi likuiditas yang longgar dan pertumbuhan DPK yang tinggi sebesar 10,57% (yoy), perbaikan fungsi intermediasi dari sektor keuangan belum kuat, tercermin dari kontraksi kredit pada Januari 2021 sebesar 1,92% (yoy) dibandingkan dengan kontraksi 2,41% (yoy) pada Desember 2020. Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia merevisi proyeksi pertumbuhan kredit/pembiayaan pada tahun 2021 dari semula pada kisaran 7%-9% menjadi 5%-7%. Sehubungan dengan itu, berbagai langkah terus diperkuat dengan sinergi kebijakan KSSK, perbankan, dan dunia usaha untuk menjaga optimisme dan mengatasi permasalahan sisi permintaan dan penawaran dalam penyaluran kredit/pembiayaan dari perbankan kepada dunia usaha, dalam rangka mendorong pemulihan ekonomi nasional. Sejalan dengan sinergi kebijakan tersebut, Bank Indonesia melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif melalui pelonggaran ketentuan kredit/pembiayaan di sektor properti dan otomotif untuk mengakselerasi pemulihan intermediasi dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko. Bank Indonesia juga mempublikasikan asesmen transmisi dari suku bunga kebijakan ke suku bunga dasar kredit perbankan. Tujuan publikasi adalah untuk memperluas diseminasi informasi kepada konsumen baik korporasi maupun individu guna meningkatkan tata kelola, disiplin pasar dan kompetisi di pasar kredit perbankan, di samping memperkuat transmisi kebijakan moneter.

Transaksi Sistem Pembayaran baik tunai maupun nontunai termasuk digital payment tumbuh positif disertai pesatnya digitalisasi ekonomi dan keuangan. Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) pada Januari 2021 mencapai Rp803,2 triliun, tumbuh 12,09% (yoy). Nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM, Kartu Debet, dan Kartu Kredit pada Januari 2021 tercatat Rp621,7 triliun, mengalami kontraksi 1,95% (yoy) sejalan dengan masih terbatasnya mobilitas dan lemahnya permintaan domestik akibat pandemi Covid-19. Di sisi lain, transaksi ekonomi dan keuangan digital terus tumbuh tinggi sejalan dengan meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakat untuk berbelanja daring, meluasnya pembayaran digital dan akselerasi digital banking. Pertumbuhan tersebut tercermin dari nilai transaksi Uang Elektronik (UE) pada Januari 2021 sebesar Rp20,7 triliun, atau tumbuh 30,71% (yoy). Volume transaksi digital banking juga terus meningkat, pada Januari 2021 tumbuh 39,65% (yoy) mencapai 475 juta transaksi dan nilai transaksi digital banking yang tumbuh 18,59% (yoy) mencapai Rp2.649,7 triliun. Bank Indonesia memprakirakan tren digitalisasi akan terus berkembang pesat didorong pesatnya digitalisasi, inovasi dan perluasan ekosistem baik secara spasial dan sektoral. Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan sistem pembayaran dalam rangka pengembangan ekosistem ekonomi dan keuangan digital yang inklusif dan efisien, serta untuk mendorong penguatan pemulihan ekonomi nasional, antara lain melalui perluasan akseptasi QRIS berbasis komunitas dalam rangka mendukung program pemulihan ekonomi nasional dan pengembangan UMKM termasuk UMKM syariah, pengembangan infrastruktur ritel SP yang cepat, mudah, murah, aman, dan andal untuk mendorong efisiensi dan perluasan pasar keuangan serta elektronifikasi bantuan sosial dan transaksi pemerintah. Untuk memperkuat penggunaan Rupiah sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah di NKRI, Bank Indonesia terus memperkuat komunikasi kepada masyarakat dalam bentuk program Cinta Rupiah, Bangga Rupiah, dan Paham Rupiah.

Alfred Pakasi/VBN/MP Vibiz Consulting

Editor: Asido

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here