Kebijakan Penerimaan Negara Untuk Percepatan PEN dan Tranformasi Ekonomi

643
Sumber : Kemenkeu

(Vibiznews – Kolom) Penerimaan negara merupakan sumber utama dalam pendanaan program-program pembangunan nasional. Penerimaan negara yang sudah ditargetkan pemerintah selama ini belum dapat sepenuhnya mencukupi target pengeluaran selama setahun. Untuk itu pemerintah terus menggali berbagai sumber pendapatan agar penerimaan negara dapat terus meningkat dan mengurangi ketergantungan pembiayaan dan pembangunan dari utang ke negara lain. Tahun 2021 penerimaan negara diperkirakan tumbuh positif 2,6 persen dari APBNP Perpres 72/2020. Pertumbuhan ini didukung oleh kebijakan pemberian intensif yang sejalan dengan reformasi di perpajakan dan penerimaan bukan pajak.

Idealnya penerimaan negara selalu meningkat setiap tahun sejalan dengan belanja negara dan inflasi yang terus meningkat. Namun, pada 2020 terjadi perubahan penerimaan yang mengalami penurunan hingga 15,96 persen dari realisasi tahun sebelumnya. Penurunan ini terjadi karena tekanan yang besar pada perekonomian nasional akibat pandemi. Menyongsong pemulihan perekonomian pasca pandemi dan hasil dari penanganan pandemi di tahun 2020, pada APBN 2021 pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp 1.743,65 trilliun, tumbuh positif dibandingkan tahun 2020 yang terkontraksi dan bernilai negatif.

Penerimaan negara terdiri dari komponen penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah. Penerimaan hibah adalah penerimaan negara yang terkecil karena hibah yang diterima oleh pemerintah sangat tergantung pada komitmen dan jenis kegiatan yang ditargetkan oleh pemberi hibah. Hibah yang diterima pemerintah baik dari dalam negeri maupun luar negeri digunakan untuk mendukung tugas dan fungsi Kementerian/ Lembaga, atau diterushibahkan kepada pemerintah daerah. Pada APBN 2021, penerimaan hibah diperkirakan sebesar Rp 0,9 trilliun atau turun 95 persen dari realisasi tahun 2020.

Selama 2017-2020 realisasi penerimaan hibah berfluktuasi. Realisasi hibah yang diterima pada tahun 2020 adalah yang tertinggi dalam lima tahun terakhir, yaitu sebesar Rp 18,83 trilliun. Tingginya hibah pada tahun 2020 bersumber dari dalam negeri dan berasal dari Pemerintah Pusat dan Daerah yang digunakan untuk menyediakan protokol Covid-19 dalam rangka pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada tahun 2020. Selain itu, penerimaan hibah juga berasal dari luar negeri yang digunakan untuk membiayai pendidikan, pengembangan desa dan sistem perkotaan, penyediaan air bersih dan subsidi, baik yang dikelola oleh K/L maupun diterushibahkan ke daerah.

Penerimaan hibah tidak bisa diandalkan karena nilainya sangat kecil dan fluktuatif, maka untuk optimalisasi penerimaan negara dan percepatan PEN, pemerintah memberikan stimulusnya melalui Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). PNBP sebagai sumber kedua penerimaan negara memungkinkan menjalankan peran ganda dalam andilnya menyukseskan program PEN, yaitu menjalankan peran mengisi kas negara dan menjaga sisi penawaran dan permintaan ekonomi. Selain itu, PNBP tidak jauh berbeda besarannya setiap tahun karena berasal dari pemanfaatan SDA, pelayanan yang dilaksanakan pemerintah, pengelolaan Barang Milik Negara, serta pengelolaan dana dan hak negara lainnya. Meskipun sempat terkontraksi cukup signifikan karena pandemi di tahun 2020, seiring dengan peningkatan harga komoditas terutama minyak bumi dan optimalisasi PNBP berbasis pelayanan, pemerintah optimis PNBP 2021 dapat tumbuh realisasinya.

Pajak memegang peran besar dalam pertumbuhan pendapatan negara, karena pajak memiliki kontribusi mencapai 80 persen lebih dari penerimaan negara setiap tahunnya.

Selanjutnya, untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam APBNP tahun 2020 dianggarkan sebesar Rp 343,81 trilliun atau turun 15,94 persen dari realisasi APBN tahun 2019. PNBP sendiri berasal dari pemanfaatan sumber daya alam, pelayanan yang dilaksanakan pemerintah, pengelolaan kekayaan negara dipisahkan, pengelolaan Barang Milik Negara, pengelolaan dana dan hak negara lainnya. Sumber inilah yang membuat PNBP tidak jauh berbeda setiap tahunnya. Namun pada APBNP 2020, PNBP diperkirakan dipengaruhi oleh adanya pembatasan sosial berskala besar akibat pandemi sehingga terjadi penurunan penerimaan SDA migas dan nonmigas, penurunan pendapatan dari kekayaan negara dipisahkan terutama bagian pemerintah atas laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan penurunan pendapatan Badan Layanan Umum (BLU). Pada APBN 2021, PNBP dianggarkan sebesar Rp 298,20 trilliun atau turun 13,27 persen dari realisasi tahun 2020. Target ini didukung oleh arah kebijakan PNBP dalam rangka percepatan PEN. Arah kebijakan PNBP tersebut meliputi untuk: (1) penyempurnaan tata kelola PNBP; (2) optimalisasi lifting migas melalui peningkatan iklim investasi dan mengandalkan cost recorvery; (3) optimalisasi penerimaan dividen; (4) insentif PNBP dengan memberikan tarif Rp 0 atau 0 persen; (5) peningkatan layanan baik pada K/L atau BLU. Selain PNBP, sumber utama penerimaan negara adalah melalui perpajakan. Pajak memegang peran besar dalam pertumbuhan pendapatan negara, karena pajak memiliki kontribusi mencapai 80 persen lebih dari penerimaan negara setiap tahunnya. Pandemi ini juga memengaruhi penerimaan pajak negara.

Kontribusi Penerimaan Negara, Tahun 2016- 2020

Sumber : Informasi APBN 2021, Kemenkeu RI

Pada APBNP tahun 2020 penerimaan pajak diperkirakan berkontribusi mencapai 82,62 persen dari pendapatan negara. Dilihat dari tren lima tahun terakhir, kontribusi penerimaan pajak cenderung meningkat setiap tahunnya. Penerimaan perpajakan dalam APBNP tahun 2020 diperkirakan mencapai Rp 1.285,14 trilliun atau turun 16,88 persen dari realisasi tahun 2019. Penurunan anggaran ini sebagai bentuk respon pemerintah dalam menjaga stabilitas sistem keuangan di masa pandemi, pemerintah terus berupaya optimalisasi potensi perpajakan, peningkatan tingkat kepatuhan dan kesadaran wajib pajak, pengembangan sistem pelaporan pajak secara online, pemberian insentif pajak, dan berbagai kebijakan keringanan pajak selama pandemi.

Pada APBN tahun 2021 penerimaan pajak diperkirakan berkontribusi mencapai 82,85 persen dari pendapatan negara.

Penerimaan perpajakan dalam APBN tahun 2021 diperkirakan mencapai Rp 1.444,54 trilliun atau tumbuh 12,40 persen dari realisasi tahun 2020. Pertumbuhan tersebut didukung seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi. Selama kurun waktu 2017-2019 penerimaan negara selalu mengalami peningkatan karena dipengaruhi oleh peningkatan kinerja ekonomi dan harga komoditas utama. Namun, pada tahun 2020, penerimaan negara mengalami kontraksi yang signifikan sebesar 15,96 persen dari realisasi tahun sebelumnya dikarenakan dampak dari perlambatan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Secara umum, pada tahun 2021, penerimaan pajak akan melanjutkan dukungan pemulihan ekonomi secara lebih terukur dan diproyeksikan tumbuh positif sejalan dengan prospek membaiknya perekonomian dan dukungan kelanjutan reformasi administrasi pajak. Dalam rangka mendukung pemulihan dan transformasi ekonomi pasca merebaknya pandemi di tahun 2020, pemerintah memberikan stimulus berupa pemberian insentif untuk kegiatan vokasi dan litbang guna peningkatan kualitas SDM. Disamping itu, pemerintah juga melakukan penguatan sektor strategis dalam rangka transformasi ekonomi melalui pelayanan perpajakan yang berbasis digital. Sementara itu, untuk optimalisasi dan reformasi perpajakan, pemerintah mengoptimalkan penerimaan melalui perluasan basis pajak, memperkuat pengawasan, meneruskan reformasi perpajakan melalui bidang pelayanan organisasi SDM, IT dan basis data, proses bisnis, serta peraturan pajak.

Dapat disimpulkan bahwa kebijakan penerimaan negara yang diterapkan pemerintah untuk percepatan PEN dan tranformasi ekonomi masih merupakan keberlanjutan dari program tahun 2020. Insentif pajak masih diterapkan sebagai instrumen fiskal dalam mendukung hal tersebut. Hasil survei PEN tahap 1 juga menunjukkan bahwa insentif pajak berdampak positif pada program PEN (Kemenkeu, 2021). Pada tahun 2021, insentif pajak yang diberikan meliputi:

  1. Percepatan Pengembalian Pendahuluan PPN, yang berperan membantu cashflow perusahaan untuk kembali melakukan aktivitas usaha;
  2. Pajak Ditanggung Pemerintah (DTP), yang berperan mendukung daya saing dan ekonomi sektor tertentu;
  3. Insentif PPh 22 Impor, yang berperan memenuhi impor kebutuhan bahan baku produksi untuk sektor-sektor yang masih terdampak pandemi Covid-19; dan
  4. Tax Holiday & Tax Allowance, yang berperan menarik penanaman modal untuk meningkatkan investasi di dalam negeri dalam rangka mendorong diversifikasi ekonomi, membuka lapangan kerja, dan mempercepat pertumbuhan wilayah.

Selain insentif pajak, pemerintah juga melakukan transformasi ekonomi melalui proses bisnis layanan yang user friendy berbasis IT dan digital terutama pada sektor strategis.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here