MARKET OUTLOOK MINYAK SAWIT DI 2022

2243

(Vibiznews – Commodity) – Harga minyak sawit kembali naik sampai pada pertengahan tahun karena diperkirakan persediaan terbatas karena produksi akan berkurang sampai pertengahan 2022, sementara saat ini kekhawatiran   banjir di beberapa negara bagian di Peninsular Malaysia, akan membuat hasil panen minyak sawit berkurang.

Harga minyak sawit naik pada periode tiga tahun berturut-turut setelah naik 30.7% di 2021 sejak pandemi covid 9 membuat kekurangan pekerja di perkebunan sawit di Malaysia sehingga mengurangi hasil panen sawit di 2021. Harga minyak sawit kembali akan naik setelah mencapai rekor tertinggi di 5,071 ringgit per ton di tahun 2021

Rata-rata harga minyak sawit pada tahun lalu 4,149.57 ringgit ($995.34) per ton.

Banjir yang melanda Malaysia sampai di 7 negara bagian sampai hari Minggu tanggal 2 Januari dan ribuan orang di evakuasi akibat dari hujan deras yang berlangsung di 2 minggu terakhir.

Pergerakan harga minyak sawit selama 2 tahun di 2020 –2021

 

Keterangan grafik :

Pada bulan Oktober, harga minyak sawit mengakhiri bulan Oktober dengan naik 9.31% dari bulan September melanjutkan kenaikan di bulan September 8.02% dari bulan Agustus. Pada bulan Oktober ini harga minyak sawit naik mencapai rekor harga tertinggi menembus harga 5,000 ringgit pada 20 Oktober 2021 pada penutupan di harga 5.066 ringgit, namun sempat ke harga 5,090 ringgit.

Harga minyak sawit Januari di Bursa Malaysia Derivatives Exchange pada hari Rabu 20 Oktober 2021 naik 122 ringgit atau 2.47% menjadi 5,066 ringgit ($1,217.79) per ton. Harga sempat naik 2,95% di 5,090 ringgit per ton pada sesi siang.Pengaruh kenaikan harga minyak mentah yang ke harga $82.03.Ekspor minyak sawit Malaysia dari 1-20 Oktober diperkirakan turun 7.8 -14.7% dari September pada minggu yang sama. Sudah naik dari turunnya 11-18% dari 1 –15 Oktober. The Southern Peninsula Palm Oil Millers Association (SPPOMA) memperkirakan produksi 1-15 Oktober turun 0.2% dari bulan sebelumnya, dari beberapa negara bagian

Kenaikan harga minyak sawit di tahun 2022 masih akan berlanjut

Terutama karena kekurangan pekerja yang mengakibatkan akan turunnya produksi minyak sawit Malaysia.

Walaupun pemerintah Malaysia sudah mengijinkan para pekerja untuk kembali lagi bekerja di perkebunan sawit, namun ternyata penularan dari varian baru covid omicron menghalangi pekerja asing untuk datang waktu panen membuat produksi berkurang sehingga persediaan kurang

Untuk tahun 2022 yang harus diperhatikan pada kuartal pertama harga minyak sawit akan mencapai harga tertinggi baru diperkirakan sampai $5,200 karena produksi yang turun dan menjelang Tahun Baru Imlek permintaan minyak sawit akan meningkat. Harga diperkirakan akan turun sampai $3,975 apabila produksi di tahun 2022 meningkat.

Penyebab pergerakan harga di tahun 2022

  • Kekurangan pekerja.

Turunnya produksi Malaysia akan membuat harga minyak sawit global naik sampai awal 2022, jika perkebunan tidak mendapatkan pekerja sebelum pertengahan tahun. Jika bulan Mei – Juni para pekerja sudah bisa kembali maka produksi akan naik 6% menjadi 19.2 juta ton pada tahun depan.

Peningkatan produksi ini terbatas apabila penyebaran virus varian omicron terjadi maka akan ada lockdown dan pembatasan perjalanan yang akan membuat pekerja baru tidak ada di perkebunan.

Untuk Indonesia pola produksi akan normal kembali tahun  2022, pada kuartal pertama hasil diperkirakan masih akan mencapai terendah dan berikutnya akan naik 3% pada tahun 2022 dan hasilnya menjadi 48 juta ton di tahun depan menurut Indonesian Palm Oil Association (GAPKI).

  •   Cuaca La Nina

Cuaca La Nina akan membawa cuaca kering di Amerika Selatan, sedangkan di Indonesia dan Malaysia serta Australia akan membawa hujan lebat.

Investor perkebunan sudah mempersiapkan pengaruh La Nina ke pasar makanan global pada bulan depan. Sementara di Brazil dan Argentina cuaca kering sudah mempengaruhi tanaman kedelai.

Di Malaysia curah hujan yang tinggi berlangsung di Pahang dan Selangor pada bulan ini mengganggu panen dan persediaan di daerah penghasil minyak sawit, dan juga pelabuhan Port Klang, pelabuhan ke dua terbesar di Asi Tenggara sempat ditutup. Lembaga Meteorologi di Malasia memperkirakan cuaca monsoon, yang dapat meningkatkan hujan turun sampai 2 Januari.

  •  Harga Pupuk Meningkat Tinggi

Mahalnya harga pupuk membuat para petani sawit yang kecil mengurangi pemberian pupuk ke tanaman sawitnya sehingga hasil dari panen berkurang.

Biaya produksi dari minyak sawit dengan harga pupuk yang mahal saat ini diperkirakan akan naik 15% – 20% di tahun 2022 dari tahun tahun lalu. Harga minyak sawit yang mahal membuat harga yang mahal dari pupuk dapat diatasi, namun untuk mendapatkan pupuk yang tepat waktu merupakan usaha yang lain lagi.

Menurut the Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) pada 30 Desember Petani sawit sudah mengalami masalah dengan kekurangan penggunaan pupuk di tahun 2018 dan 2019 dan mengalami masalah mahalnya harga pupuk pada tahun 2021, sehingga membuat hasil panen akan turun pada tahun depan, terutama pada petani kecil harus kehilangan keuntungan karena harga pupuk naik 50% – 80 % sejak 2021.

Indonesia dan Malaysia diperkirakan tidak memberikan hasil minyak sawit yang meningkat di tahun 2022 padahal ke dua negara menyumbang 85% dari persediaan minyak sawit dunia.

Kurangnya persediaan membuat harga CPO naik 31% pada tahun 2021 mencapai rekor di 5,220 ringgit per ton.

Produksi minyak sawit akan terbatas dan kenaikan dari harga berkisar di 4,170.50 ringgit per ton karena rally di 2022 akan dibatasi oleh naiknya produksi minyak kedelai.

  •   Faktor Permintaan Minyak Sawit  

Harga yang tinggi dari minyak sawit membuat inflasi harga bahan pangan meningkat, tingginya harga membuat permintaan dari pembeli terbesar India dan Cina berkurang, sehingga mereka membeli minyak nabati lainnya yang lebih murah. Dengan harga minyak sawit diatas $1,200 (5,017.8 ringgit) di pasar fisik pada tahun 2021, membuat pembeli tidak mau membeli minyak sawit. Kalau sampai harga mencapai $1,300 membuat para pembeli menunda pembelian minyak sawit dan menggantinya dengan minyak kedelai atau minyak bunga matahari.

Negara pembeli terbesar Cina dan India bisa menunda pembelian atau mengambil keuntungan dari melakukan spekulasi.

Menurut the Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) pada 30 Desember, Cina akan meningkatkan impor minyak sawit menjadi 7.2 juta ton di 2021/22 dari 6.8 juta ton di 2020/21 karena terjadinya perbaikan dalam ekonominya.

Impor India diperkirakan sebesar 8.6 juta ton di 2021/22 naik dari 8.5 juta ton di 2020/21, Impor Uni Eropa diperkirakan naik 6.9 juta ton dari 6.2 juta ton di 2020/21

  • Produksi Biodiesel

Mandat penggunaan dari biodiesel di Indonesia merupakan salah satu penggerak dari harga minyak sawit. Namun kampanye perusakan hutan dari Uni Eropa yang melarang pembelian biodiesel membuat harga minyak sawit tertahan kenaikannya.

Faktor-faktor Penggerak Pasar di luar dari minyak sawit:

  • Pergerakan dari harga minyak nabati saingan terutama minyak kedelai di bursa Dalian dan di Chicago Board of Trade. Harga kedelai sempat mencapai harga tertinggi 8 tahun pada tahun 2021 karena cuaca kering di Amerika Selatan, Brazil dan Argentina.
  • Harga minyak mentah yang juga naik mencapai rekor pada tahun 2021 yang akan menaikkan permintaan biodiesel bahan bakar pengganti, dan membuat harta minyak sawit naik.

Kesimpulan:

  • Harga minyak sawit di tahun 2022 masih akan melanjutkan kenaikan lagi dimana harga minyak kedelaipun sedang mengalami kenaikan karena pengaruh cuaca, sehingga produksi berkurang.
  • Negara-negara sudah bisa menangani penyebaran virus covid varian omicron sehingga tidak melakukan lockdown dan perekonomian masih berjalan.

Analisa tehnikal untuk minyak sawit dengan support pertama di 4,600 ringgit dan berikut ke 4,500 ringgit sedangkan resistant pertama di 4,900 ringgit kemudian ke 4,990 ringgit.

Loni T / Senior Analyst Vibiz Research Centre Division, Vibiz Consulting

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here