(Vibiznews – Banking & Insurance) – Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 Januari 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%. Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas inflasi, nilai tukar, dan sistem keuangan serta upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, di tengah tekanan eksternal yang meningkat.
Menegaskan pernyataan dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2021 tanggal 24 November 2021, bauran kebijakan Bank Indonesia pada tahun 2022 diarahkan untuk menjaga stabilitas dengan tetap mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional. Dalam hal ini, kebijakan moneter tahun 2022 akan lebih diarahkan untuk menjaga stabilitas, sementara kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta ekonomi-keuangan inklusif dan hijau, tetap untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Arah bauran kebijakan Bank Indonesia pada tahun 2022 tersebut sebagaimana berikut:
1. Kebijakan moneter tahun 2022 akan lebih diarahkan untuk menjaga stabilitas sekaligus untuk memitigasi dampak rentetan global dari normalisasi kebijakan di negara maju, khususnya Bank Sentral AS (The Fed);
-
- Memperkuat kebijakan nilai tukar Rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang sejalan dengan fundamental ekonomi dan mekanisme pasar;
- Melakukan normalisasi kebijakan likuiditas dengan tetap memastikan kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit/pembiayaan kepada dunia usaha dan partisipasi dalam pembelian SBN untuk pembiayaan APBN, dengan masih tingginya rasio Alat Likuid terhadap
Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang saat ini sebesar 35,12%. Normalisasi likuiditas dilakukan dengan menaikkan secara bertahap GWM (Giro Wajib Minimum) Rupiah untuk BUK (Bank Umum Konvensional) saat ini sebesar 3,5% menjadi sebagai berikut:
- Kenaikan 150 bps, sehingga menjadi 5,0% dengan pemenuhan secara harian sebesar 1,0% dan secara rata-rata sebesar 4,0% berlaku mulai 1 Maret 2022;
- Kenaikan 100 bps, sehingga menjadi 6,0% dengan pemenuhan secara harian sebesar 1,0% dan secara rata-rata sebesar 5,0% berlaku mulai 1 Juni 2022;
- Kenaikan 50 bps, sehingga menjadi 6,5% dengan pemenuhan secara harian sebesar 1,0% dan secara rata-rata sebesar 5,5% berlaku mulai 1 September 2022;
1. Melakukan normalisasi kebijakan likuiditas dengan menaikkan secara bertahap GWM Rupiah untuk BUS (Bank Umum Syariah) dan UUS (Unit Usaha Syariah) saat ini sebesar 3,5% menjadi sebagai berikut:
-
- Kenaikan 50 bps, sehingga menjadi 4,0% dengan pemenuhan secara harian sebesar 1,0% dan secara rata-rata sebesar 3,0% berlaku mulai 1 Maret 2022;
- Kenaikan 50 bps, sehingga menjadi 4,5% dengan pemenuhan secara harian sebesar 1,0% dan secara rata-rata sebesar 3,5% berlaku mulai 1 Juni 2022;
- Kenaikan 50 bps, sehingga menjadi 5,0% dengan pemenuhan secara harian sebesar 1,0% dan secara rata-rata sebesar 4,0% berlaku mulai 1 September 2022;
2. Memberikan jasa giro sebesar 1,5% kepada BUK, BUS, dan UUS yang memenuhi kewajiban GWM dalam rupiah secara rata-rata sebagaimana tersebut pada butir b dan c.
2. Memperkuat kebijakan makroprudensial akomodatif tahun 2022 untuk meningkatkan kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha guna mendukung pemulihan ekonomi nasional dengan tetap turut menjaga stabilitas sistem keuangan:
- Memberikan insentif bagi bank-bank yang menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor prioritas dan pembiayaan inklusif dan/atau bank-bank yang memenuhi target RPIM berupa pengurangan kewajiban GWM harian sampai dengan sebesar 100 bps, mulai berlaku 1 Maret 2022;
- Memperkuat implementasi kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) terutama melalui pemenuhan komitmen bank terhadap target RPIM yang ditetapkan sesuai dengan keahlian dan model bisnis bank
- Melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif dengan mempertahankan (a) rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0%, (b) Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94% dengan parameter disinsentif batas bawah sebesar 84% sejak 1 Januari 2022, serta (c) rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 6% dengan fleksibilitas repo sebesar 6%, dan rasio PLM Syariah sebesar 4,5% dengan fleksibilitas repo sebesar 4,5%;
- Memperkuat kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman perkembangan spread suku bunga kredit terhadap suku bunga deposito per kelompok bank (Lampiran);
3. Akselerasi digitalisasi sistem pembayaran untuk mendorong pemulihan ekonomi khususnya dari sisi konsumsi Rumah Tangga serta percepatan ekonomi dan keuangan yang inklusif dan efisien melalui:
-
- Perluasan penggunaan QRIS melalui : (i) implementasi strategi 15 juta pengguna baru QRIS pada 2022 melalui kolaborasi dengan industri, Kementerian/Lembaga, dan komunitas, (ii) perluasan fitur-fitur QRIS, (iii ) penyiapan model bisnis dan aspek teknis dalam rangka implementasi QRIS cross border dengan Malaysia;
- Peningkatan peserta, perluasan layanan, serta akseptasi pemanfaatan BI-FAST untuk transaksi antar bank dan masyarakat yang lebih efisien;
- Intensifikasi program elektronifikasi melalui : (i) digitalisasi Bansos, (ii) elektronifikasi layanan Pemda khususnya Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD), (iii) integrasi moda transportasi;
- Ketersediaan Uang Rupiah dengan kualitas yang terjaga di seluruh wilayah NKRI melalui penguatan strategi digitalisasi dan perluasan distribusi uang, termasuk Program Ekspedisi Rupiah Berdaulat ke wilayah 3T (Terluar, Terdepan, Terpencil), serta perluasan gerakan Cinta Bangga dan Paham (CBP) Rupiah;
4. Akselerasi pendalaman pasar valas terhadap Rupiah dalam rangka mendukung stabilitas nilai tukar Rupiah, serta perluasan instrumen lindung nilai (hedging), dan fasilitasi perdagangan-investasi antarnegara berupa:
- Reformasi pengaturan pasar valuta asing, terutama mencakup: (i) Relaksasi ketentuan threshold kewajiban underlying transaksi spot dari USD25.000/bulan menjadi USD100.000/bulan, (ii) Pengembangan kurs acuan non Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah sebagai fixing rate transaksi derivative dalam rangka mendukung hedging, (iii) Standardisasi instrumen untuk mendukung digitalisasi transaksi yang dilakukan melalui Electronic Trading Platform (ETP) dan Central Counterparty (CCP);
- Perluasan penggunaan Local Currency Settlement (LCS ) dengan melakukan sosialisasi kepada perbankan, korporasi, dan pihak pengguna potensial lainnya, bekerja sama dengan instansi terkait pada Januari dan Februari 2022;
5. Memperkuat kebijakan ekonomi-keuangan inklusif dan hijau terutama dari sisi dunia usaha (permintaan kredit) ditujukan untuk mendukung pemulihan ekonomi yang berkelanjutan melalui program pengembangan UMKM dan pemberdayaan Perorangan Berpenghasilan Rendah untuk mendorong UMKM dan usaha syariah naik kelas, serta melalui penguatan kebijakan dan kelembagaan hijau Bank Indonesia untuk mendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon;
6. Memperkuat kebijakan internasional dengan memperluas kerja sama dengan bank sentral dan lembaga internasional lain, fasilitasi perdagangan dan investasi, serta bersama Kementerian Keuangan menyukseskan 6 (enam) agenda prioritas jalur keuangan Presidensi Indonesia pada G20 tahun 2022.
Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka akselerasi vaksinasi dan pembukaan sektor-sektor ekonomi, koordinasi fiskal dan moneter, mendorong kredit/pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas, untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendorong pemulihan ekonomi nasional.
Pemulihan ekonomi global diprakirakan berlanjut di tengah kenaikan kasus Covid-19 varian Omicron, tekanan inflasi yang tinggi, dan percepatan normalisasi kebijakan moneter di beberapa bank sentral. Pemulihan tersebut diprakirakan akan berlangsung lebih seimbang, tidak hanya bertumpu pada Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, namun juga disertai dengan perbaikan ekonomi Eropa, Jepang, dan India. Perbaikan yang terus berlangsung dikonfirmasi oleh kinerja sejumlah indikator pada Desember 2021 antara lain Purchasing Managers’ Index (PMI), keyakinan konsumen, dan penjualan ritel yang tetap kuat. Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi global tetap berlanjut hingga mencapai 4,4% pada 2022. Volume perdagangan dan harga komoditas dunia masih meningkat, sehingga menopang prospek ekspor negara berkembang. Ketidakpastian pasar keuangan global masih berlanjut sejalan dengan percepatan kebijakan normalisasi the Fed sebagai respons tekanan inflasi di AS yang meningkat sejalan dengan gangguan rantai pasok dan kenaikan permintaan, serta tingginya penyebaran Covid-19 varian Omicron. Hal tersebut mengakibatkan terbatasnya aliran modal dan tekanan nilai tukar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Perekonomian domestik diprakirakan tumbuh lebih tinggi pada 2022. Perkembangan indikator ekonomi pada Desember 2021 mengindikasikan akselerasi proses pemulihan, antara lain mobilitas masyarakat, penjualan eceran, dan keyakinan konsumen. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi 2021 diprakirakan tetap berada dalam kisaran 3,2-4,0%. Pertumbuhan ekonomi diprakirakan meningkat ke kisaran 4,7-5,5% pada 2022, sejalan dengan akselerasi konsumsi swasta dan investasi, di tengah tetap terjaganya belanja fiskal Pemerintah dan ekspor, meski risiko kenaikan kasus Covid-19 perlu terus diwaspadai. Prakiraan tersebut didukung oleh mobilitas yang terus meningkat sejalan dengan akselerasi vaksinasi, pembukaan ekonomi yang semakin luas, dan stimulus kebijakan yang berlanjut. Kinerja lapangan usaha (LU) Utama, seperti industri pengolahan, perdagangan, konstruksi, dan pertanian tumbuh meningkat. Secara spasial, perbaikan ekonomi diprakirakan terjadi di seluruh wilayah terutama Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Balinusra seiring dengan tetap kuatnya kinerja ekspor, perbaikan permintaan domestik, dan kinerja LU Utama.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diprakirakan tetap baik. Surplus NPI pada 2021 diprakirakan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, didukung oleh transaksi berjalan yang mencatat surplus sekitar 0,2% dari PDB dan surplus transaksi modal dan finansial yang meningkat. Memasuki awal tahun 2022, aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik berlanjut tercermin dari investasi portofolio yang mencatat netinflows yang terbatas sebesar 0,2 miliar dolar AS sampai dengan 18 Januari 2022. Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Desember 2021 tetap tinggi, yakni 144,9 miliar dolar AS, setara pembiayaan 8,0 bulan impor atau 7,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, kinerja NPI pada 2022 diprakirakan tetap terjaga dengan defisit transaksi berjalan yang diprakirakan tetap rendah dalam kisaran 1,1% – 1,9% dari PDB. Selain itu, surplus neraca transaksi modal dan finansial diperkirakan lebih besar dibandingkan tahun lalu, terutama dari arus modal asing khususnya dalam bentuk penanaman modal asing (PMA) sejalan dengan langkah-langkah perbaikan iklim investasi di dalam negeri.
Nilai tukar Rupiah terjaga didukung oleh langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia dan ketahanan sektor eksternal Indonesia, di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang berlanjut. Nilai tukar Rupiah pada 19 Januari 2022 melemah 0,77% secara point to point dan 0,01% secara rerata dibandingkan dengan level Desember 2021. Perkembangan nilai tukar Rupiah tersebut disebabkan oleh aliran masuk modal asing yang masih terbatas di tengah terjaganya pasokan valas domestik dan persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik. Depresiasi Rupiah tersebut relatif lebih rendah dibandingkan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Filipina (0,98% ytd) dan Rusia (2,89% ytd). Ke depan, nilai tukar Rupiah diprakirakan tetap terjaga didukung oleh kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang tetap baik, di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang berlanjut. Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar.
Inflasi 2021 tetap rendah dan mendukung stabilitas perekonomian. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) 2021 tercatat sebesar 1,87% (yoy) dan berada di bawah kisaran sasaran 3,0%±1%, meski meningkat dibandingkan dengan inflasi IHK 2020 sebesar 1,68% (yoy). Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh permintaan domestik yang belum kuat sebagai dampak pandemi Covid-19, nilai tukar yang stabil dan ekspektasi inflasi yang terjaga, ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi bahan pangan, serta sinergi kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah untuk menjaga stabilitas harga. Ke depan, inflasi pada tahun 2022 diprakirakan terkendali dalam sasaran 3,0%±1% sejalan dengan masih memadainya penawaran agregat dalam memenuhi kenaikan permintaan agregat, tetap terkendalinya ekspektasi inflasi dan stabilitas nilai tukar Rupiah, serta respons kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah. Bank Indonesia berkomitmen menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) guna menjaga inflasi IHK dalam kisaran targetnya.
Kondisi likuiditas longgar didorong kebijakan moneter yang akomodatif dan dampak sinergi Bank Indonesia dengan Pemerintah dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional. Bank Indonesia telah menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan sebesar Rp147,83 triliun pada tahun 2021 dan Rp5,93 triliun pada tahun 2022 (hingga 18 Januari 2022). Sepanjang 2021, Bank Indonesia telah melakukan pembelian SBN untuk pendanaan APBN 2021 sebesar Rp358,32 triliun yang terdiri dari: (i) pembelian di pasar perdana sebesar Rp143,32 triliun sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia yang berlaku hingga 31 Desember 2022, dan (ii) private placement sebesar Rp215 triliun untuk pembiayaan penanganan kesehatan dan kemanusiaan dalam rangka penanganan dampak pandemi Covid-19 sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 23 Agustus 2021. Pada tahun 2022 (hingga 18 Januari 2022) Bank Indonesia telah melakukan pembelian SBN di pasar perdana sebesar Rp2,20 triliun. Dengan ekspansi moneter tersebut, kondisi likuiditas perbankan pada Desember 2021 longgar, tercermin pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang tinggi mencapai 35,12% serta Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tumbuh sebesar 12,21% (yoy). Likuiditas perekonomian meningkat, tercermin pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang tumbuh meningkat masing-masing sebesar 17,9% (yoy) dan 13,9% (yoy). Pada tahun 2022, Bank Indonesia akan melakukan normalisasi kebijakan likuiditas dengan tetap memastikan kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit/pembiayaan kepada dunia usaha dan partisipasi dalam pembelian SBN untuk pembiayaan APBN.
Suku bunga kebijakan moneter yang tetap rendah dan likuiditas yang longgar mendorong suku bunga kredit perbankan dalam tren terus menurun. Di pasar uang dan pasar dana, suku bunga PUAB overnight dan suku bunga deposito 1 bulan perbankan telah menurun, masing-masing sebesar 26 bps dan 131 bps sejak Desember 2020 menjadi 2,78% dan 2,96% pada Desember 2021. Di pasar kredit, penurunan SBDK perbankan terus berlanjut, diikuti penurunan suku bunga kredit baru pada seluruh kelompok Bank. Aktivitas ekonomi dan mobilitas masyarakat yang meningkat mendorong perbaikan persepsi risiko perbankan, sehingga berdampak positif bagi penurunan suku bunga kredit baru. Namun demikian, penurunan suku bunga kredit yang jauh lebih lambat daripada penurunan suku bunga deposito perbankan menyebabkan spread antara suku bunga kredit dan deposito, serta Net Interest Margin (NIM) perbankan, terus mengalami peningkatan. Oleh sebab itu, Bank Indonesia memandang peran perbankan dalam penyaluran kredit/pembiayaan termasuk melalui penurunan suku bunga kredit dapat ditingkatkan guna semakin mendorong pemulihan ekonomi nasional.
Ketahanan sistem keuangan tetap terjaga dan intermediasi perbankan melanjutkan perbaikan secara bertahap. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio / CAR) perbankan November 2021 tetap tinggi sebesar 25,59%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan / NPL) tetap terjaga, yakni 3,19% (bruto) dan 0,98% (neto). Intermediasi perbankan terus membaik dengan pertumbuhan kredit sebesar 5,24% (yoy) pada Desember 2021. Pertumbuhan kredit lebih merata pada semua jenis penggunaan, baik kredit modal kerja, kredit konsumsi maupun kredit investasi, yang masing-masing tumbuh 6,32% (yoy), 4,67% (yoy), dan 4,01% (yoy). Permintaan kredit dari sisi korporasi terindikasi semakin meningkat, sementara dari sisi penawaran perbankan menurunkan standar penyaluran kredit terutama pada sektor-sektor prioritas seiring dengan menurunnya persepsi risiko kredit. Pertumbuhan kredit UMKM juga meningkat signifikan didorong oleh meningkatnya permintaan sejalan dengan pemulihan aktivitas dunia usaha serta dukungan program Pemerintah.
Bank Indonesia terus menempuh kebijakan makroprudensial akomodatif, baik melanjutkan kebijakan akomodatif yang telah ada maupun perluasan kebijakan makroprudensial untuk mendorong sektor-sektor prioritas dan UMKM. Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan kredit pada 2022 pada kisaran 6%-8% dan pertumbuhan DPK pada kisaran 7%-9%.
Bank Indonesia akan melanjutkan digitalisasi sistem pembayaran untuk mendorong pemulihan ekonomi dan mempercepat pembentukan ekosistem ekonomi dan keuangan digital yang inklusif. Selama tahun 2021, transaksi ekonomi dan keuangan digital berkembang pesat seiring meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakat dalam berbelanja daring, perluasan dan kemudahan sistem pembayaran digital, serta akselerasi digital banking. Nilai transaksi uang elektronik (UE) tumbuh 49,06% (yoy) mencapai Rp305,4 triliun dan diproyeksikan meningkat 17,13% (yoy) hingga mencapai Rp357,7 triliun untuk tahun 2022. Nilai transaksi digital banking meningkat 45,64% (yoy) menjadi Rp39.841,4 triliun, dan diproyeksikan tumbuh 24,83% (yoy) mencapai Rp49.733,8 triliun untuk tahun 2022. Di sisi tunai, Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) pada Desember 2021 meningkat 6,78% (yoy) mencapai Rp959,8 triliun. Pada tahun 2022, Bank Indonesia akan terus mendorong inovasi sistem pembayaran, menjaga kelancaran dan keandalan sistem pembayaran, serta memperkuat koordinasi antar Kementerian/Lembaga untuk memastikan ketersediaan uang Rupiah beredar dengan kualitas yang terjaga di seluruh wilayah NKRI.
Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting