Yuk Simak…Dampak Kenaikan Harga Amonia Dunia bagi Emiten ESSA

1666

(Vibiznews – IDX Stocks) – Kenaikan harga gas bumi memberikan dorongan positip bagi perusahaan seperti ESSA – PT Surya Esa Perkasa Tbk, emiten penghasil amonia. Kenaikan harga amonia Eropa terutama dapat dikaitkan dengan kenaikan harga gas alam sejak bulan-bulan musim panas, misalnya harga TTF di bursa berjangka Belanda ditutup pada 15 Desember di $42,91/MMBtu, tertinggi sepanjang masa.

Pabrik amonia Eropa sedang ditutup karena harga bahan baku (gas alam) naik yang diakibatkan oleh pasokan yang lebih rendah dari Rusia dan situasi pipa Nord Stream 2 yang masih belum jelas.

Sementara dengan musim dingin tiba di Eropa, dan penyimpanan gas alam terus menurun, gas alam mencapai permintaan puncak musim dingin maka harga amonia dunia diperkirakan akan bergerak naik sampai Februari tahun depan.

Setelah tahun 2022, kami mengantisipasi harga pupuk nitrogen akan turun karena penambahan kapasitas baru diharapkan akan mulai beroperasi, misalnya tambahan hasil produksi yang akan dihasilkan oleh Nigeria, India, dan Rusia.

Untuk kita ketahui, dari 1 Feb 2022, Rusia sudah stop export ammonia karena harga terus naik. Sementara Rusia adalah negara pemasok 2/3 produksi ammonia dunia

Setelah perang dengan Ukraina, krisis ammonia akan bertambah parah dan harga diyakini akan bergerak semakin tinggi

Amonia itu bahan baku utama pupuk, bila terjadi krisis amonia maka para petani tidak bisa menanam dan akhirnya akan memicu krisis pangan dunia. Amonia akan tetap harus dibeli seberapapun mahalnya.

Yuk.. kita lihat pergerakan harga saham ESSA,

Pada penutupan bursa sore hari ini, Jumat (02/03) harga saham ESSA melonjak setinggi 14.395 atau 95 poin ke harga Rp755 dan untuk kinerja saham sepanjang tahun 2022 ini, sudah mencapai kenaikan sebesar 42.45% atau 225 poin diatas harga pembukaannya di awal tahun.

Saham ESSA diperjualbelikan sebanyak 193.50 juta lembar saham dengan nilai transaksi sebesar Rp144.07 miliar dan nilai PER 75.47 dan market capitalization mencapai Rp11.67 triliun.

Selasti Panjaitan/Vibiznews