PPS Telah Usai: Juara Pertama Asal Deklarasi dan Repatriasi Harta Bersih Masih Dipegang Singapura

474

(Vibiznews – Economy & Business) – PPS telah usai, ada data menarik yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati pada saat konferensi pers Program Pengungkapan Sukarela (PPS) di Aula Cakti Budhi Bhakti, Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta (Jumat, 1/7).

Di acara itu, Sri Mulyani mengungkapkan hasil akhir PPS yang berjalan selama enam bulan sejak 1 Januari sampai 30 Juni 2022. Di antaranya lima belas negara asal deklarasi dan repatriasi harta bersih PPS.

Repatriasi adalah peralihan nilai harta bersih yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ke dalam wilayah NKRI.

Sebagai pemuncak adalah Singapura dengan 7.997 peserta dan nilai harta bersih Rp56,9 triliun. Kepulauan Virgin Britania Raya menyusul di peringkat kedua dengan 50 peserta dan nilai harta Rp4,9 triliun. Hongkong berada di peringkat ketiga dengan 432 peserta dan nilai harta bersih yang dilaporkan sebesar Rp3,58 triliun.

Tiga besar ini mengulang pencapaian amnesti pajak yang berakhir pada Maret 2017 dalam peringkat yang sama.
Sebagai amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, pemerintah membuat PPS untuk memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakannya yang belum dilaporkan.

Wajib pajak yang secara sukarela mengikuti program ini harus membayar Pajak Penghasilan.

Dalam enam bulan penyelenggaraannya, PPS berhasil mendapatkan 247.918 wajib pajak dengan jumlah harta bersih yang dideklarasikan oleh wajib pajak sebesar Rp594,8 triliun dan jumlah Pajak Penghasilan sebesar Rp61,01 triliun telah masuk ke kas negara.

Uang yang masuk itu digunakan untuk menambah APBN. Uangnya dikeluarkan untuk kepentingan rakyat dan pertumbuhan ekonomi di antaranya subsidi listrik, subsidi BBM, pembuatan jalan, pendidikan, dan kesehatan.

Data yang masuk melalui PPS ini akan menjadi basis data DJP, selain dari pertukaran data secara otomatis (AEoI) dan data dari instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain.

Saat ini DJP telah memiliki basis data perpajakan yang kuat dan dari sana DJP akan mengawasi dan menegakkan hukum supaya—dalam kerangka sistem perpajakan self assessment ini—wajib pajak dapat memenuhi hak dan kewajiban perpajakannya dengan benar.

Penegakan hukum ini bukan dalam kerangka memberikan ketakutan dan tekanan kepada wajib pajak, melainkan sebagai upaya menjalankan undang-undang secara konsisten, transparan, dan akuntabel sebagai bentuk gotong royong membangun Indonesia, sekaligus menjalankan amanat reformasi perpajakan supaya pajak tidak menciptakan distorsi yang berlebihan dalam perekonomian.

Wujudnya adalah dengan menciptakan kebijakan perpajakan yang berkeadilan—salah satunya melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan ini.

Mereka yang mampu akan membayar pajak sesuai dengan kemampuannya. Mereka yang tidak mampu mendapatkan manfaat langsung atau tidak langsung dari pajak.

Selain itu, kebijakan perpajakan harus dikalibrasi dan dievaluasi supaya tidak tertinggal dengan kondisi terkini perekonomian dunia.

Negara-negara G20 saling bertukar pengalaman dan menjadi tolok ukur satu sama lain dalam soal menciptakan ekosistem perpajakan terbaik di negaranya masing-masing. Terutama ketika digitalisasi menjadi hal penting pada saat ini.

Kebijakan perpajakan harus mampu beradaptasi dengan perubahan struktur, teknologi, dan aktivitas dunia usaha.
Bolehlah kita kemudian berkaca dan membandingkan negara kita dengan negara-negara Nordik yang dikenal telah banyak memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya, utamanya di bidang pendidikan dan kesehatan.

Namun, patut pula dibandingkan adalah urusan perpajakannya. Kebijakan perpajakan mereka dikenal dengan tarif pajak yang tinggi dan rakyatnya yang patuh dalam membayar pajak. Dan Indonesia belum sampai pada tingkat seperti yang telah dicapai Nordik.

PPS telah berakhir. Tidak ada lagi program pengampunan pajak setelah ini namun reformasi Perpajakan tetap berjalan.

Mesin sistem informasi perpajakan (core tax) sedang dibuat untuk menambah daya dukung sistem pemungutan pajak yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel dan diharapkan seluruh masyarakat dapat menikmatinya pada tahun 2023 mendatang.

Selasti Panjaitan/Vibiznews