(Vibiznews – Economy & Business) – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan kondisi inflasi Indonesia saat ini di angka 4,9 persen masih sangat terkendali. Terutama jika dibandingkan dengan negara-negara peer group yang lain.
“Di dalam inflasi kita ada beberapa harga yang memang kelihatan meningkat, terutama harga pangan. Namun, kita menganggap bahwa inflasi saat ini menjadi salah satu game changer Indonesia. Kita harus bisa menjaga inflasi jangan naik terlalu cepat. Hal ini supaya pemulihan ekonomi bisa berjalan sepanjang mungkin,” ujar Wamenkeu dalam program Squawk Box CNBC Indonesia, Selasa (09/08).
Wamenkeu memaparkan salah satu komponen yang inflasinya tinggi adalah volatile food. Kunci untuk memastikan volatile food terkendali adalah suplai yang tersedia dan distribusi yang lancar.
“Pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus sama-sama memastikan jalanan untuk ke pasar itu tersedia, produksi di seluruh sentra-sentra produksi itu menghasilkan. Lalu ada pemantauan kapan akan ada lonjakan permintaan, terutama ketika hari raya, hari libur, atau hari-hari besar yang lain,” kata Wamenkeu.
Lebih lanjut, Wamenkeu menjelaskan beberapa negara merasakan dampak dari kenaikan harga komoditas di sektor energi. Namun di Indonesia, terdapat beberapa komponen energi yang harganya ditentukan oleh pemerintah. Misalnya seperti tarif listrik, LPG 3 kg, dan bahan bakar minyak (BBM).
“Ini menjadi sangat penting karena harga energi ini kemudian punya repercussion effect ke berbagai macam kegiatan ekonomi dan ke harga-harga produk lain,” kata Wamenkeu.
Menanggapi kondisi tersebut, pemerintah berupaya untuk menstabilkan harga komponen energi di dalam negeri agar tidak terdampak kenaikan harga internasional.
“Namanya membayar subsidi dan kompensasi. Ibaratnya inflasinya kita beli dengan anggaran pemerintah. Anggaran pemerintah mendapatkan windfall revenue karena harga komoditasnya naik. Jadi ada penerimaan yang meningkat. Kita pakai sebagian untuk membayar subsidi dan kompensasi tambahan. Makanya total subsidi dan kompensasi itu bisa mencapai Rp502 triliun,” ujar Wamenkeu.
Wamenkeu berharap angka inflasi akan tetap terkendali sehingga kegiatan ekonomi bisa terus berlanjut. APBN akan terus memberikan support dan menjadi shock absorber dengan memastikan daya beli masyarakat dapat terus berjalan. Ini dilakukan melalui program perlindungan sosial, memastikan inflasi dapat ditangani, sekaligus menyehatkan APBN.
“Jadi sambil menggelontorkan terus untuk menangani inflasi, menaikkan subsidi kompensasi, menaikkan perlindungan sosial. Jadi harus kita buat APBN-nya menjadi lebih sehat dengan defisitnya kita turunkan. Karena kalau defisitnya kita turunkan itu artinya pembiayaan kita turunkan, artinya utang juga kita minimalkan,” kata Wamenkeu.
Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting