Korban Investasi Bodong Bisa Dapat Ganti Rugi di RUU PPSK

466
Investasi
(Vibiznews – Economy & Business) – Kejahatan dan penipuan di sektor keuangan baik melalui pinjaman online (pinjol), investasi bodong semakin marak terjadi di negeri ini. Oleh karena itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemerintah akan membuat ketentuan pidana soal kejahatan di sektor keuangan.

Dalam ketentuan tersebut korban kejahatan akan dimungkinkan untuk mendapatkan ganti rugi. Sri Mulyani juga menyebutkan beberapa potensi kejahatan di sektor keuangan mulai dari investasi bodong, pinjaman online (pinjol) illegal. Hingga skema ponzi pada koperasi simpan pinjam.

“Keberpihakan masyarakat akan diwujudkan dengan pengaturan ketentuan pidana yang berpihak pada pencegahan perlakuan kejahatan yang menikmati hasil kejahatannya. Serta pengganti-rugian kepada masyarakat yang dirugikan oleh lembaga keuangan seperti pinjol ilegal, investasi bodong. Termasuk juga skema ponzi pada koperasi simpan pinjam,” ungkap Sri Mulyani dalam rapat dengan Komisi XI DPR, Kamis (10/11/2022).

Pemerintah ingin konsep penegakan hukum kejahatan di sektor ekonomi mengedepankan pemulihan kerugian terhadap korban atau restorative justice.

“Konsep penegakkan hukum tidak selalu dengan pemberian sanksi pidana, namun mengedepankan agar keadaan pihak yang dirugikan dapat dipulihkan dahulu. Atau kita kenal dengan prinsip restorative justice,” ungkap Sri Mulyani.

Tapi, Sri Mulyani juga menjelaskan apabila kerugian dari korban kejahatan di sektor keuangan bisa dipulihkan. Pemerintah juga ingin mempertimbangkan penghindaran pidana kepada pihak yang melakukan kejahatan.

Pihak yang melakukan kejahatan akan terlebih dahulu diminta untuk mengakui kesalahannya dan memberikan ganti rugi kepada para korban.

Namun, apabila hal itu tidak bisa dilakukan, pemidanaan akan menjadi opsi terakhir bagi pihak yang melakukan kejahatan.

“Selanjutnya dalam hal pihak yang telah melakukan kerugian atau pelaku tidak pidana ekonomi mengakui. Dan memberikan ganti rugi sesuai mekanisme yang berlaku, sehingga keadaan kerugian korban pulih pada keadaan semula. Maka penghindaran sanksi pidana berupa penjara perlu dipertimbangkan terhadap tidak pidana tersebut,” ungkap Sri Mulyani.

“RUU ini menetapkan prinsip keadilan dan restorative. Dalam hal langkah tersebut tidak dapat diselesaikan maka penggunaan sanksi pidana benar-benar sebagai upaya terakhir,” lanjutnya.

Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting