Kemana Arah Harga Emas & Forex di tengah Global Tightening Monetary Policy?
Benang Merah yang Membuat Kondisi Pasar Emas & Forex Menjadi Terbolak Balik
Dari review pergerakan harga emas dan forex sepanjang tahun 2022 di atas, kita bisa melihat bagaimana berbaliknya kondisi pasar emas dan forex, dimana sewaktu memasuki tahun yang baru tahun 2022 yang lalu harga emas berada pada posisi di atas, demikian juga dengan Poundsterling dan Euro berada pada posisi di atas, sebaliknya Dolar AS (DXY) berada di posisi dibawah. Tapi sekarang menjelang akhir tahun 2022, harga emas berada di posisi di bawah, demikian juga dengan Poundsterling dan Euro berada di posisi di bawah, sebaliknya Dolar AS (DXY) berada di posisi di atas.
Memulai Tahun yang Baru 2022
Pada saat memulai tahun yang baru di bulan Januari 2022, harga emas masih berada di $1,829, dan bahkan mencapai puncaknya di atas $2,000 pada bulan Maret, demikian juga dengan Poundsterling dan Euro.
GBP/USD berada di 1.3516 pada tanggal 2 Januari 2022, dan bahkan pasangan matauang GBP/USD sempat naik ke rekor 2022 di sekitar 1.3705 pada tanggal 13 Januari 2022.
EUR/USD memasuki tahun yang baru pada bulan Januari 2022 pada posisi di 1.1350.
Sementara Dolar AS (DXY) memasuki tahun yang baru pada bulan Januari 2022 dalam keadaan tertekan turun dan berada pada posisi di bawah, masih di bawah 100.00 di sekitar 95.00.
Menjelang Akhir Tahun 2022
Namun sekarang menjelang akhir tahun 2022, harga emas sudah jatuh terpuruk di sekitar $1,668. GBP/USD jatuh terpuruk sempat menyentuh level terendah pada tanggal 28 September di 1.0769, sekalipun sekarang mulai bangkit naik ke sekitar 1.1562. EUR/USD juga jatuh terpuruk dan sempat menyentuh level terendah di pada hari Kamis 20 Oktober 2022 di level 0.9630, turun ke bawah level pariti, sekalipun sekarang mulai bangkit naik ke sekitar 1.0014 sedikit di atas pariti.
Sebaliknya sekarang Dolar AS (DXY) naik membumbung tinggi dan sempat naik ke level tertinggi di 114,76 pada 28 September 2022, sekalipun sekarang sedang berada di bawah tekanan koreksi normal di sekitar 110.132.
Analisa 2022
Berbaliknya 180 derajat pergerakan harga emas dan forex terlihat benang merahnya karena 2 faktor yang besar yang mempengaruhinya.
Faktor pertama adalah meningkatnya ketegangan Geopolitik karena perang Rusia – Ukraina dimana akibat dari perang Rusia – Ukraina ini harga emas melonjak sampai menembus $2,000 ke atas dan menurunnya Poundsterling dan Euro karena investor memburu Dolar AS sebagai salah satu safe – haven assets.
Faktor kedua adalah kebijakan moneter dari bank sentral AS, Federal Reserve yang hawkish yang mendahului para bank sentral utama dunia lainnya di dalam melakukan kebijakan moneter pengetatan (tightening) dengan kecepatan yang tinggi.
The Fed melakukan kebijakan pengetatan moneter yang agresif dalam rangka memerangi dan mengendalikan inflasi agar turun sampai kepada angka inflasi yang ditargetkan oleh the Fed. Saat ini angka inflasi sebagaimana yang diukur dengan angka Consumer Price Index telah naik dari sebelum pandemik Covid – 19 pada Januari 2020 di sekitar 2,5% menjadi 8,2% pada bulan September 2022.
Kebijakan pengetatan moneter yang agresif dari the Fed terutama dilaksanakan dengan menaikkan tingkat suku bunga. Selama tahun 2022 saja, the Fed telah 5X menaikkan suku bunganya yaitu pada bulan Maret, Mei, Juni, Juli dan September dengan 3X yang terakhir menaikkan tingkat bunga dengan ukuran super besar yaitu sebesar 75 bps.
Berbalik menguatnya dolar AS (DXY) dan melemahnya Euro selain karena dampak dari kenaikan suku bunga the Fed yang agresif, juga disebabkan karena divergensi kebijakan moneter antara bank sentral AS dengan bank sentral Uni Eropa dan Inggris dan karena fundamental ekonomi AS yang masih lebih baik daripada Inggris maupun Uni Eropa dimana benua tua ini sedang menghadapi krisis energi.
Analisa 2023
Kondisi Global
Kondisi global pada tahun 2023 kelihatannya masih meneruskan kondisi tahun 2022 khususnya pada semester pertama 2023 dengan tiga faktor utama penggerak pasar masih berlanjut yaitu:
Perang Rusia – Ukraina Masih Akan Terus Berlangsung.
Perang Rusia – Ukraina dan kebijakan moneter pengetatan yang agresif dari the Fed jauh di atas dan mendahului bank sentral utama dunia lainnya. ‘
Pada bulan September Presiden Rusia Vladimir Putin mendeklarasikan “mobilisasi parsial” pada Rabu (21/9/2022) pagi, menyusul banyaknya pasukan Moskow yang menjadi korban perang di Ukraina. Dalam pidatonya, Putin mengatakan mobilisasi akan segera dimulai untuk membantu pasukan Rusia melawan “kolektif Barat” di Ukraina. Ini akan menjadi pertama kalinya Rusia melakukan mobilisasi sejak invasi Nazi ke Uni Soviet pada tahun 1941.
Inflasi Global Masih Akan Terus Tinggi
Tren pergerakan kenaikan inflasi sampai kepada laporan yang terakhir tidak menunjukkan tanda – tanda akan berbalik turun. Laporan – laporan dari AS, zona Euro dan Inggris menunjukkan bahwa inflasi akan terus naik ke level yang menakutkan. Hal ini memicu Credit Suisse mengeluarkan outlook ekonomi global dengan mengatakan bahwa “yang terburuk masih akan datang”.
Sumber berita dari Dow Jones melaporkan bahwa inflasi di zona Euro menyentuh rekor ketinggian bartu di 10% pada bulan September. Angka inflasi sebagaimana yang diukur dengan Consumer Price Index (CPI) pada bulan September naik ke 10.0% dibandingkan dengan angka di bulan sebelumnya September yang masih berada pada 9.1% sebagaimana dengan yang dilaporkan oleh Eurostat, the European Union’s statistics agency.
Dari AS, Departemen Perdagangan AS yang memakai PCE (Personal Consumption Expenditures Price Index) sebagai alat ukur inflasinya merilis angk inflasi terbaru dimana angka PCE Inti bulan Agustus melompat ke 0.6% yang menunjukkan bahwa inflasi di AS masih ketat dan meningkat. Secara basis tahunan, angka PCE inti yang mengeluarkan angka energi dan makanan, naik 4.9% di atas dari yang diperkirakan 4.7%.
Pada hari Rabu (19/10/22) dirilis data inflasi Inggris yang naik mencapai ketinggian baru selama 40 tahun pada bulan September yang akan bisa terus menekan Poundsterling Inggris turun. Office for National Statistics Inggris melaporkan bahwa CPI umum Inggris bulan September naik lebih daripada yang diperkirakan sebesar 10/1% YoY. Sementara angka inflasi inti (yang mengeluarkan angka makanan dan energi) naik melebih dari yang diperkirakan ke 6.5% YoY dan lebih tinggi dari bulan Agustus yang masih berada pada level 6.3%.
The Fed Masih Akan Menaikkan Tingkat Bunganya
Dengan masih akan tingginya tingkat inflasi pada tahun 2023, maka The Federal Reserve (The Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS) diperkirakan tetap bertindak sesuai rencananya, yakni menaikkan suku bunga acuannya dalam rangka mengendalikan inflasi ke tingkat yang dikehendaki.
Sampai dengan bulan September pada tahun 2022 the Fed telah 5X menaikkan tingkat bunga kuncinya.
Mengakhiri tahun 2022 ini diperkirakan the Fed masih akan menaikkan tingkat bunganya 2 X lagi, yakni pada bulan Nopember dan Desember.
Fed Watch tool dari CME memberikan indikasi bahwa hampir 100% kemungkinan dinaikkannya tingkat bunga super besar 75 bps selama empat kali berturut-turut pada pertemuan FOMC the Fed berikutnya di bulan Nopember. Pertaruhan ini diteguhkan oleh bertambah panasnya angka inflasi konsumen AS yang dirilis pada minggu lalu dan komentar – komentar yang hawkish dari beberapa pejabat the Fed belakangan ini.
Wall Street Journal menyebutkan bahwa para pejabat the Fed terpecah pendapatnya mengenai besaran kenaikan tingkat bunga pada bulan Desember nanti.
Setelah itu, pada tahun 2023, the Fed diperkirakan akan menaikkan tingkat bunga sekitar 3 kali lagi.
Presiden the Fed Philadelphia Patrick Harker pada hari Kamis (20/10/22), mengulangi bahwa bank sentral AS the Fed akan tetap menaikkan tingkat bunga untuk seberapa waktu lamanya. Selain itu, angka initial jobless claims AS terbaru yang muncul di bawah dari yang diperkirakan memberikan konfirmasi akan kondisi pasar tenaga kerja yang ketat dan membuka jalan bagi the Fed untuk tetap mempertahankan siklus pengetatan yang agresif sampai kepada tahun 2023.
Sampai saat ini suku bunga kunci the Fed sudah berada pada level 3,25%, The Fed berencana menaikkan tingkat suku bunga kuncinya hingga 4,6 – 4,75% pada tahun 2023.
Kemana Arah Harga Emas Pada Tahun 2023?
Setelah lebih dari 6 bulan sejak emas naik menyentuh level tertingginya pada tahun ini di atas $2,000 per ons, emas telah jatuh sekitar $400 per ons atau sekitar hampir 20%.
Narasi yang menyebabkan harga emas turun sekitar hampir 20% dalam 6 bulan adalah naiknya indeks dollar AS ke ketinggian selama 20 tahun karena the Fed menerapkan kebijakan moneter pengetatan (tightening) yang agresif dengan terus menaikkan tingkat suku bunga kuncinya.
Pada bulan Maret 2021 Federal Reserve menaikkan tingkat bunganya untuk pertama kalinya sejak tahun 2018. Setelah itu, dalam tahun 2022, sampai bulan September, the Fed telah menaikkan tingkat bunganya sebanyak 5X dari sejak bulan Maret 2022 dengan 3X kenaikan terakhir merupakan kenaikan tingkat bunga dengan ukuran yang superbesar 75 bps setiap kali kenaikan yang membuat tingkat bunga the Fed sekarang berada pada level 3% – 3.25%. Pada bulan depan, rencananya the Fed akan menaikkan lagi tingkat bunganya sehingga menjadi 6X dalam tahun ini.
Naiknya tingkat suku bunga the Fed dan menguatnya dollar AS diikuti dengan jatuhnya harga saham dan emas. Emas jatuh dari ketinggian pada pertengahan bulan Agustus dan mengetes kerendahan dekat $1,700 dan sekarang sudah di bawah $1,700, disekitar $1,664 per troy ons.
Penurunan harga emas yang hampir $90 dari ketinggian di bulan Oktober membuat posisi emas menjadi berbahaya. Pasar emas tidak mendapatkan kelegaan barang sedikitpun di tengah kuatnya dollar AS. Emas sedang memasuki siklus bearish yang menuju dasar dimana setelah itu bisa berbalik menjadi tren naik yang kuat secara jangka panjang untuk naik kembali ke ketinggian di bulan Maret 2022. Penurunan bearish ini bisa berlangsung sampai semester pertama tahun 2023, sedangkan berbalik naiknya harga emas memasuki tren naik jangka panjang bisa terjadi pada semester kedua tahun 2023.
Fakta bahwa emas gagal untuk bisa naik menembus $1,740 pada minggu ke dua bulan Oktober adalah tanda – tanda negatip bagi pergerakan harga emas ke depannya.
Secara tehnikal, sebaiknya emas dapat bertahan pada level harga sekarang. Kalau tidak, maka bisa terjadi pergerakan turun sebesar 5% berikutnya ke $1,560 dan kemudian ke $1,470. Ini kemungkinan yang bisa terjadi secara tehnikal.
Level $1,620 seharusnya bisa bertahan dalam jangka pendek ini karena di dalam analisa grafik tehnikal menggambarkan potensi “double bottom”. Para investor sudah banyak yang berspekulasi akan terjadinya rally harga emas. Harga emas telah menyentuh dasar jangka pendeknya sehingga pada minggu ini berpotensi bullish.
Menarik untuk memperhatikan seberapa cepat kenaikan tingkat bunga oleh the Fed bisa membuat turun inflasi. Meskipun naiknya tingkat bunga adalah faktor yang negatip bagi harga emas, tingkat bunga the Fed sebesar 5% masih di bawah dari level inflasi, yang berarti tingkat bunga riil masih negatip. Jadi apabila the Fed beralih melambat pada tahun depan, harga emas akan bisa berespon positip secara bertahap.
Pada akhirnya, kenaikan harga emas kembali ke level $2,000 pada semester ke dua 2023 dimungkinkan juga dengan meningkatnya ancaman resesi dan ketegangan geopolitik perang Rusia – Ukraina yang masih berkelanjutan dan bahkan memanas seperti sekarang ini yang membuat para investor mencari assets investasi yang paling aman dan likuid seperti emas sebagai lindung nilainya.
Kemana Arah DXY Pada Tahun 2023?
Naiknya DXY dari sekitar 95.00 pada bulan Januari 2022 ke posisi sekarang di sekitar 110.00 disebabkan karena bank sentral AS the Fed terus menaikkan tingkat bunga kuncinya dalam rangka menurunkan tingkat inflasi yang tinggi yang membandel. Dan the Fed meyakinkan pasar bahwa the Fed akan terus menaikkan tingkat suku bunganya sampai inflasi berhasil dikendalikan ke level yang ditargetkan di 2%, sekalipun harus menangggung resiko terjadinya perlambatan ekonomi AS dan AS masuk ke kondisi resesi.
Dengan masih tingginya tingkat inflasi saat sekarang ini dimana Consumer Price Index AS bulan September masih berada di 8.3%, dan PCE (Personal Consumption Expenditures Price Index) inti bulan Agustus yang mengeluarkan angka energi dan makanan, naik 4.9% di atas dari yang diperkirakan 4.7%, maka the Fed masih akan terus menaikkan tingkat suku bunganya pada tahun 2023 dalam kebijakan moneter pengetatannya yang agresif. Inflasi yang tinggi yang membandel belum ada tanda – tanda akan segera turun maka memasuki tahun yang baru 2023 terutama pada semester pertama, DXY kemungkinan masih akan terus naik.
Mengakhiri tahun 2022 ini diperkirakan the Fed masih akan menaikkan tingkat bunganya 2 X lagi, yakni pada bulan Nopember dan Desember.
Setelah itu, pada tahun 2023, the Fed diperkirakan akan menaikkan tingkat bunga sekitar 3 kali lagi.
Sampai saat ini suku bunga kunci the Fed sudah berada pada level 3,25%, The Fed berencana menaikkan tingkat suku bunga kuncinya hingga 4,6 – 4,75% pada tahun 2023.
Masih lebih banyak lagi kenaikan tingkat suku bunga yang diperlukan dan tingkat bunga akan tetap tinggi untuk periode waktu yang lebih lama dari pada yang disadari oleh banyak orang, agar inflasi dapat diturunkan ke target level yang dikehendaki the Fed.
The Fed kemungkinan baru hanya setengah jalan dalam menaikkan tingkat bunga untuk mengkontrol inflasi. Indeks dollar AS masih mempunyai banyak ruang untuk naik pada tahun 2023.
Federal Reserve AS hanya akan mulai memperlambat pengetatan kebijakan moneternya dengan mengurangi kenaikan tingkat suku bunga apabila terjadi perlambatan ekonomi yang nyata dan berkelanjutan yang kemungkinan baru akan mulai terjadi pada semester ke dua tahun 2023.
DXY akan terus mengalami rally pada tahun 2023, terutama pada semester pertama tahun 2023. DXY baru akan mencapai puncaknya apabila ekonomi AS telah mengalami perlambatan yang memasuki kondisi resesi sampai naik kembali dan mulai bertumbuh lagi.
Sampai kondisi ini terjadi, maka dollar AS akan terus diburu orang sebagai tempat yang paling aman untuk lindung nilai. Bahkan pada saat the Fed sudah memutuskan untuk memperlambat menaikkan tingkat suku bunganya, hal ini akan belum cukup meyakinkan mayoritas investor untuk menjual dollar AS.
Kemana Arah GBP/USD Pada Tahun 2023?
Memulai tahun yang baru pada awal bulan Januari 2022, GBP/USD diperdagangkan di sekitar 1.3516. Pasangan matauang GBP/USD sempat naik ke rekor 2022 di sekitar 1.3705 pada tanggal 13 Januari 2022, dengan sempat turun ke level terendah pada tanggal 28 September di 1.0769. Meskipun sekarang GBP/USD telah berhasil naik ke level 1.1525 tapi masih jauh dari level di bulan Januari.
Penyebab utama penurunan GBP/USD ada dua faktor:
Faktor pertama adalah perbedaan kebijakan moneter yang dianut oleh bank sentral Inggris (BoE) dengan bank sentral AS (the Fed) yang mengakibatkan perbedaan tingkat suku bunga yang cukup tinggi. Dengan the Fed sangat hawkish, menganut kebijakan moneter pengetatan (tightening) yang agresif dan terus menaikkan tingkat suku bunga kuncinya dengan ukuran super-size, sementara BoE masih cenderung dovish dengan lambat menaikkan tingkat suku bunganya dan hanya menaikkan tingkat bunga dengan ukuran kecil, maka GBP/USD akan terus turun dari waktu ke waktu.
Divergensi kebijakan moneter the Fed dengan BoE semakin bertambah lebar saat ini, terutama setelah komentar dari Deputi Gubernur Bank Sentral Inggris Ben Broadbent. Broadbent melemparkan keraguan mengenai perhitungan harga pasar sekarang ini, yang memicu kepada ekspektasi akan dilakukan pengurangan lebih lanjut terhadap tingkat bunga BoE yang terakhir sekitar 15 bps.
Dengan kecenderungan ini masih akan berlangsung kemungkinan sampai semester pertama tahun 2023, maka EUR/USD kemungkinan masih akan terus tertekan di 1.15 – 1.25 terutama pada semester pertama 2023, kemungkinan level yang tertinggi yang dapat dicapai kembali ke 1.30 adalah di semester ke dua 2023 dengan asumsi dimana kemungkinan USD telah melewati puncak kenaikannya dan memasuki siklus penurunan.
Faktor kedua adalah perbedaan kondisi fundamental ekonomi dari kedua negara dimana kondisi ekonomi AS masih lebih kuat dibandingkan dengan kondisi ekonomi Inggris.
Tidak seperti the Fed yang masih bisa terus menjual assetsnya, BoE harus mengakhiri pembelian assetsnya untuk menyelamatkan dana pension Inggris yang menghadapi problem likuiditas karena terlalu di “leveraged” dengan obligasi pemerintah Inggris.
Dengan pada saat sekarang obligasi pemerintah Inggris turun harganya karena naiknya yields, ini menciptakan situasi dimana pemerintah Inggris harus menghentikan semua pembelian assets.
The S&P Global/CIPS Composite PMI Inggris jatuh ke 47.2 pada bulan Oktober dari sebelumnya 49.1 pada bulan September, menunjukkan bahwa aktifitas bisnis sektor swasta Inggris terkontraksi dengan kecepatan yang semakin cepat pada awal bulan Oktober. Demikian juga, PMI jasa jatuh ke level terlemah dalam 21 bulan di 47.5 pada periode yang sama.
Sementara itu inflasi di Inggris menyentuh kenaikan sampai dua digit di 10.1% pada bulan September, mencapai level tertinggi sejak 1982.
Ketidak stabilan politik dengan pergantian dua Perdana Menteri hanya dalam selang waktu dua bulan, dimana Boris Johnsnon digantikan Liz Truss dan Liz Truss segera digantikan Rishi Sunak, menambah kekacauan dalam ekonomi Inggris.
Waktu pemerintahan Truss sebagai Perdana Menteri menjadi yang paling pendek dalam sejarah Inggris, dan berakhir dengan meninggalkan masalah budget mini dimana di dalamnya ada pemangkasan pajak dan subsidi energi.
Selain itu Inggris juga mengalami krisis energi. Di tengah krisis energi yang sedang melanda Inggris, tiba – tiba ada pemotongan pajak, hal ini menimbulkan ketidakpastian. The International Monetary Fund sampai mengkritik usulan pemotongan pajak dari Truss sebagai tidak adil yang akan bisa meningkatkan ketidaksamaan hak.
Dari data – data ekonomi Inggris yang buruk, dapat dinilai bahwa meningkatnya ketidakpastian ekonomi dan politik di Inggris telah menyebabkan aktifitas bisnis Inggris jatuh dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sejak krisis keuangan pada tahun 2009 seumpamanya bulan – bulan lockdown karena pandemik Covid – 19 ditiadakan. GDP kuartal ke empat Inggris dipastikan bakalan jatuh setelah pada kuartal ketiga mengalami kontraksi yang berarti Inggris akan berada pada kondisi resesi, sebagaimana yang telah diproyeksikan sebelumnya oleh Gubernur BoE Andrew Bailey.
Kemana Arah EUR/USD Pada Tahun 2023?
Turunnya EUR/USD dari 1.1350 pada bulan Januari 2022 ke posisi sekarang di 0.9942 disebabkan karena dua faktor utama.
Faktor pertama adalah perbedaan kebijakan moneter yang dianut oleh bank sentral Uni Eropa (ECB) dengan bank sentral AS (the Fed) yang mengakibatkan perbedaan tingkat suku bunga yang cukup tinggi. Dengan the Fed sangat hawkish, menganut kebijakan moneter pengetatan (tightening) yang agresif dan terus menaikkan tingkat suku bunga kuncinya dengan ukuran super-size, sementara ECB masih cenderung dovish dengan lambat menaikkan tingkat suku bunganya dan hanya menaikkan tingkat bunga dengan ukuran kecil, maka EUR/USD akan terus turun dari waktu ke waktu.
Dengan kecenderungan ini masih akan berlangsung kemungkinan sampai semester pertama tahun 2023, maka EUR/USD kemungkinan masih akan terus turun dan bisa mencapai 0.9300 pada akhir semester pertama 2023 dengan asumsi ceteris paribus.
Faktor kedua adalah perbedaan kondisi fundamental ekonomi dari kedua negara dimana kondisi ekonomi AS masih lebih kuat dibandingkan dengan kondisi ekonomi zona Euro.
Berita – berita dari Eropa tidak lebih baik. Uni Eropa menghadapi eskalasi ketegangan antara Rusia dengan Ukraina, karena penyerbuan yang massif oleh Moskow terhadap negara tetangganya dan mengancam ada potensi menuju perang dunia ketiga apabila Ukraina bergabung dengan NATO. Perang yang berkelanjutan membuat Rusia menghentikan provisi gas ke benua Eropa yang sekarang berjuang menghadapi membumbungnya kenaikan harga dan kekurangan energi menjelang musim dingin.
Inflasi yang tidak terkontrol juga merupakan masalah di Eropa. Minggu ke dua bulan Oktober, Jerman mengkonfirmasi bahwa inflasi tahunan mereka naik sebanyak 10.9% pada bulan September. Namun bertolak belakang dengan apa yang dilakukan oleh the Fed, ECB mengambil langkah pengetatan quantitative dengan banyak pengecualian. ECB menarik picu kenaikan tingkat bunga sebesar 75 bps pada bulan September, namun ini kelihatannya hanyalah pengecualian bukan yang seharusnya. Sebegitu jauh pada tahun ini, bank sentral Uni Eropa ini telah melakukan dua kali kenaikan tingkat suku bunga dengan total sebanyak 125 bps, jauh di bawah the Fed sebanyak 300 bps. Baik the Fed maupun ECB masih mempunyai dua kali pertemuan kebijakan moneter masing – masing sampai kepada akhir tahun ini.
AS (The Fed) vs Eropa (ECB)
The Fed, sebagaimana biasanya, memimpin di depan dalam jalur pengetatan quantative sementara ECB adalah yang terakhir bereaksi.
The Fed bisa jadi merasa sudah melakukan banyak hal, sementara ECB harus melangkah di dalam perjalanan masih yang jauh.
Pertumbuhan ekonomi di AS terbukti tangguh, sementara di Uni Eropa otoritas sedang melukiskan lukisan yang suram ke depannya.
The Fed bisa memperlambat kecepatan pengetatannya dan berharap tingkat bunga the Fed sebesar 3.25% akan mendinginkan inflasi tanpa berdampak negatip.
Sementara, pasar keuangan sedang dibombardir dengan laporan penghasilan perusahaan AS, ketegangan sedang memuncak antara Uni Eropa dengan Rusia dimana Rusia selalu siap mengancam untuk mengadakan perang nuklir.
Ketidakseimbangan di antara para bank sentral merupakan salah satu alasan mengapa EUR/USD tumbang ke lebih dari dua dekade di 0.9535 pada bulan September yang baru lewat. Pemulihan lebih jauh berhubungan dengan spekulasi bahwa the Fed akan memperlambat kecepatan pengetatanya dan juga kepada menguatnya pasar saham.
Pada pertemuan kebijakan moneternya yang terbaru pada hari Kamis (27/10/22), European Central Bank (ECB) menaikkan tingkat bunga utamanya sebanyak 0.75% lagi – sama dengan pertemuan mereka yang terakhir sebelumnya. Tingkat bunga ECB sekarang berada pada 1.50%. Matauang euro mengalami aksi jual pada saat berita ini muncul kepermukaan dengan tingkat bunga AS masih jauh di atas dari tingkat bunga zona Euro.
ECB menaikkan tingkat bunganya sebesar 75 bps namun Presiden ECB Lagarde menahan diri dari melakukan satu kali lagi kenaikan tingkat bunga yang besar. Hal ini membuat euro kesulitan untuk mengumpulkan kekuatannya.
ECB adalah kelihatannya akan menjadi bank sentral dari G10 yang paling akhir yang mengecewakan ekspektasi pasar akan kebijakan moneter yang lebih hawkish. ECB akan mengikuti kejutan dovish dari RBA dan BoC yang memutuskan untuk menaikkan tingkat bunga dengan besaran yang lebih kecil dari sebelumnya.
Bertambah dovish-nya ECB akan membuat EUR/USD semakin terpuruk apabila the Fed tidak ikut berubah menjadi dovish.
Penutup
Analisa 2023 dan kemana arah pergerakan harga emas dan forex pada tahun 2023 di atas berdasarkan asumsi kecenderungan terutama dalam hal kebijakan moneter dari bank sentral AS (the Fed), Inggris (BoE) dan Uni Eropa (ECB), dimana terjadi divergensi dalam hal kebijakan moneter diantara mereka.
The Fed cenderung hawkish dengan kebijakan moneter pengetatan yang agresif , sementara baik BoE maupun ECB cenderung masih dovish dengan kebijakan moneter pengetatan yang kurang agresif.
Analisa dan kemana arah pergerakan harga emas dan forex pada tahun 2023 akan bisa berubah apabila terjadi perubahan dalam hal kebijakan moneter dari bank sentral masing – masing negara.
Federal Reserve AS Akan Memperlambat Siklus Pengetatannya?
Mengakhiri bulan Oktober, pasar banyak menyoroti rumor yang telah membuat turun dolar secara signifikan dan memicu rally di pasar saham AS, rumor yang mengatakan bahwa the Fed kemungkinan akan memperlambat kecepatan kebijakan pengetatan moneternya.
Laporan dari Wall Street Journal pada hari Jumat (21/10/22) bahwa para pejabat Federal Reserve kemungkinan akan membuka debat bagi besaran kenaikan tingkat bunga pada bulan Desember, dimana hal ini dianggap merupakan signal bagi kenaikan tingkat bunga yang lebih kecil pada bulan Desember.
Dolar AS bereaksi dengan berbalik turun secara tajam dari ketinggian selama jam perdagangan sebelumnya. Indeks dollar AS melemah lebih dari 1% dari ketinggian selama tiga minggu di dekat 114.00 ke 110.00.
Laporan dari Wall Street Journal ini telah menghapus dampak positip terhadap dollar AS yang dihasilkan baik dari komentar – komentar para pejabat the Fed yang hawkish belakangan ini, maupun dari angka initial jobless claims AS yang terbaru.
Apabila benar setelah bulan November the Fed berubah dalam hal kebijakan moneter pengetatannya yang agresif, maka arah pergerakan harga emas dan forex pada tahun 2023 akan bisa berubah.
Ricky Ferlianto/VBN/Head Research Vibiz Consulting