Prospek Pasar Modal Indonesia 2023

1047
IHSG

(Vibiznews – IDX) IMF meramalkan pertumbuhan ekonomi 2023 adalah yang terlemah sejak tahun 2001 diluar masa pandemi Covid 19. IMF memperkirakan beberapa negara akan gagal membayar hutang dan terjebak dalam jurang resesi. Bank Dunia mengatakan ada risiko terjadinya resesi global dan krisis keuangan negara berkembang pada 2023, akibat kebijakan berbagai bank sentral di seluruh dunia menaikan suku bunga acuan.

Potensi krisis 2023 tidak lepas dari sejumlah faktor mulai dari perang, dampak gangguan pasca pandemic dan perubahan iklim. Dampak pandemi Covid 19 masih terasa dengan terganggunya supply change barang dan jasa. Ini menimbulkan kelangkaan pasokan yang mendorong cost push inflasi. Di sisi lain kembali di bukanya ekonomi pasca pandemi covid 19 mendorong masyarakat berbelanja. Disisi lain perusahaan kembali beroperasi normal dan mulai melakukan belanja modal. Ini juga mendorong naiknya inflasi dari tarikan permintaan yang dikenal dengan nama demand pull inflation.

Pandemi belum benar-benar selesai perang Ukraina dan Rusia pecah dan membuat ketidak stabilan di Kawasan Eropa dan dunia. Perang membuat gangguan pasokan terutama komoditas yang dihasilkan kedua negara. Sanksi yang negara Eropa berikan kepada Rusia cenderung berbalik merugikan pemberi sanksi dan memperburuk kondisi perekonomian. Hasilnya banyak harga komoditas naik terutama komoditas energi yang memperparah inflasi yang sudah tinggi.

Inflasi tinggi memaksa bank sentral berbagai negara berlomba-lomba menaikan suku bunga untuk mengendalikan inflasi. Dampak kenaikan suku bunga membuat Yield Curve berbagai tenor mengalami kenaikan sehingga biaya pinjamanan naik. Dengan cost of fund yang lebih mahal banyak proyek menjadi tidak visible untuk diambil dan memperlambat perekonomian.

Kenaikan suku bunga nampaknya tidak mudah menjinakan inflasi tetapi cenderung mendorong perekonomian ke jurang resesi. Ini yang dikenal sebagai stagflasi di mana inflasi tinggi tetapi ekonomi mengalami resesi. Di sisi lain ketika ekonomi global menghadapi krisis maka uang akan lari ke instrument yang aman (save haven) dan kembali ke negara yang dianggap aman salah satunya Amerika Serikat. Inilah yang membuat indeks dolar begitu perkasa tahun ini dan Rupiah terpaksa melemah.

Uraian di atas terlihat memang benar Ekonomi Global menghadapi ancaman krisis ekonomi di tahun 2023. Pertanyaannya seberapa gelap ekonomi dan Pasar modal Indonesia di tahun 2023. Bagaimana prospek pasar modal Indonesia di tengah risiko krisis ekonomi global.

Jangan terlalu khawatir, Ekonomi Emerging Market (EM) khususnya Indonesia terbukti tangguh beberapa tahun terakhir dalam menghadapi badai krisis. Pada 2020 dunia menunggu potensi “chaos” sistem perawatan kesehatan di EM yang terbatas dan kebijakan yang tidak efektif dalam menghadapi Covid-19. Namun keduanya hal ini tidak terbukti dan EM termasuk Indonesia mampu melewati pandemi Covid 19 dan perekonomian pulih dengan cepat. Di sektor keuangan kebijakan yang diambil OJK terbukti mempu menenangkan pasar keuangan. Kebijakan sektor Keuangan terbukti mampu menopang sektor Rill dan perekonomian nasional sehingga terhindar dari krisis.

Perang Rusia dan Ukraina yang dimulai Februari 2022 menunjukkan kecenderungan peningkatan multi-polaritas dan potensi risiko geopolitik. Investor global akan mendiversifikasi portofolio dan pindah ke negara-negara ‘netral’ yang mendapatkan keuntungan. Indonesia salah satu negara netral yang diuntungkan dari dampak geopolitik karena harga komoditas yang naik. Terlihat dari aliran dana asing tetap masuk ke pasar saham Indonesia dan diperkirakan akan terus berlanjut di tahun 2023 selama konflik belum berakhir.

Tahun 2023 diperkirakan harga komoditas masih tinggi. Selain karena dampak perang dan gangguan pasokan juga karena persediaan komoditas global saat ini hanya 64 hari, lebih pendek dibandingkan dengan 70 hari pada setahun yang lalu, dan 76 hari pada lima tahun lalu. Data menunjukkan nilai komoditas yang dikonsumsi secara global telah naik dari USD 6,3 triliun pada tahun 2019 menjadi USD 12,5 triliun, atau dari 6% menjadi 13% dari PDB dunia.

Pasar saham biasa menjadi leading indicator untuk memprediksi resesi dan krisis. Ketika sebuah negara berpotensi mengalami resesi atau krisis maka pertumbuhan ekonomi turun yang berdampak pada penjualan perusahaan dan laba perusahaan akan turun. Akibatnya harga saham akan terkoreksi akibat PER yang mahal. Terbukti mayoritas EM khususnya Indonesia tidak menunjukkan tanda-tanda perlambatan perekonomian yang signifikan di tahun 2022. IHSG sebagai leading indicator perekonomi Indonesia masih bertumbuh positif menandakan mayoritas pelaku pasar percaya ekonomi Indonesia tahun 2022 dan 2023 masih akan tumbuh dan jauh dari resesi. Diperkirakan risiko atau potensi resesi Indonesia hanya 3% untuk tahun depan.

Di tengah ancaman risiko global terlihat Emerging Market khususnya Indonesia mampu mengendalikan Inflasi dan menjaga pertumbuhan ekonomi. Inflasi Indonesia sempat naik pasca kenaikan BBM subsidi tetapi biasanya bersifat sementara. Langkah kenaikan BBM subsidi juga dianggap baik untuk postur anggaran belanja pemerintah. Inilah yang membuat potensi perbedaan kebijakan antara negara maju dan negara berkembang. Terlihat negara berkembang termasuk Indonesia menaikan suku bunga acuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar untuk menghindari capital outflow dan import inflation

Indonesia dapat keluar dari Fragile five, istilah yang muncul pada pertengahan 2013. Tahun 2013 mata uang Indonesia bersama Afrika Selatan, Brazil, Turki dan India dinilai rentan terhadap tekanan inflasi tinggi, defisit neraca berjalan dan kelemahan struktur ekonomi dalam negeri. Tetapi di tahun 2022, Rupiah sebagai mata uang Indonesia terlihat cukup kuat ditengah kenaikan suku bunga global, inflasi dalam negeri yang cukup terkendali, surplus neraca perdagangan dan struktur ekonomi yang lebih baik. Rupiah memang melemah terhadap USD tetapi masih lebih baik dari banyak negara tetangga.

Potensi resesi Indonesia yang rendah serta ekonomi yang masih akan tumbuh tahun 2023 membuat prospek pasar Modal Indonesia masih sangat menjanjikan. Dana asing masih berpotensi inflow akibat beberapa alasan di atas ditambah dana asing sempat keluar besar-besaran dari negara berkembang selama periode pandemi dan belum kembali pasca pandemi. Valuasi Emerging Market juga lebih rendah bila melihat sebelum dan sesudah pandemi, di mana negara maju sudah diperdagangkan sebanding, sedangkan negara berkembang masih terdiskon 20%.

Kesigapan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengawal pasar keuangan juga menambah optimisme pasar modal.

Dari alasan di atas prospek pasar modal Indonesia tahun 2023 masih sangat menjanjikan.

JP Morgan menulis memilih saham-saham Indonesia untuk tahun 2023 yang mengkonfirmasi prospek Ekonomi Indonesia tetap cerah di tahun 2023.

Dr Hans Kwee – Partner of Wealth Planning Services Vibizconsulting

Previous articleHarga Karet Turun Ikuti Melemahnya Indeks Nikkei
Next articleRupiah Rabu Siang Melemah Terbatas ke Rp15.607/USD; Bergerak Sempit, dalam Konsolidasi
Hans Kwee
Professional analysts and trainers in the fields of Technical Analysis, Fundamental Analysis, Economic, Quantitative, Fixed Income,Trading Techniques, Money Management, Psychological Trading and Trading Systems. Has provided training for more than 3,000 traders and investors in Indonesia since 2000. He has provided mentoring on trading techniques and daily stock recommendations to hundreds of Indonesian traders as well as conducting research and developing trading indicators and systems for practical and commercial purposes. In addition, he is actively conducting research and developing Fundamental, Technical and Quantitative analysis methods. Currently he is also active as a financial and investment advisor for several public companies, asset management, securities, insurance and pension funds.