Wamenkeu : Reformasi Struktural Tidak Berhenti Gara-gara Krisis

353
Reformasi Struktural
Sumber: Kemenkeu
(Vibiznews – Economy & Business) – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan Undang-Undang Cipta Kerja yang dikeluarkan tahun 2020 merupakan tanda bahwa Indonesia tidak melupakan reformasi struktural. Walaupun sedang menghadapi pandemi Covid-19.

“Ini sangat fundamental. Meskipun kita kena pandemi, terus kita PSBB (Pembatasan Sosial Skala Besar), lalu kemudian kegiatan ekonomi berhenti. Namun, pemerintah tetap berpikir reform struktural harus dilanjutkan.

Reformasi struktural tidak berhenti hanya gara-gara krisis. Tidak berhenti hanya gara-gara Covid,” kata Wamenkeu dalam Sesi High Level Panel pada Seminar Outlook Perekonomian Indonesia 2023. Yang diselenggarakan di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (21/12).

Wamenkeu menjelaskan Undang-Undang Cipta Kerja memiliki jangkauan yang sangat luas, yaitu mengenai perizinan usaha, pajak, kepabeanan, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Lalu perumahan, pemukiman, bangunan, jalan tol, rumah susun, lingkungan hidup, kelautan, perindustrian, perkeretaapian, perumahsakitan, Juga Sumber Daya Mineral, ketenagakerjaan, pertanahan, hingga lembaga pembiayaan investasi.

“Kalau kita lihat keseluruhannya itu kan broad-based banget. Diturunkanlah undang-undang itu ke berbagai macam aturan yang lebih operasional, 47 Peraturan Pemerintah (PP), 4 Peraturan Presiden (Perpres). Sehingga cara kerja birokrasi itu berubah mengikuti apa yang kita pikirkan di PP, Perpres. Dan peraturan-peraturan menteri yang jadi turunannya, dan peraturan daerah,” ujar Wamenkeu.

Sebagai Ketua Satgas Sosialisasi Undang-Undang Cipta Kerja, Wamenkeu bertugas untuk memastikan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah mensosialisasikan undang-undang tersebut. Dan menjangkau hingga ke daerah melalui diskusi dengan para stakeholder.

“Tahun 2022 ini kita pergi ke 11 daerah, 29 pemerintah daerah provinsi. Kita outreaches supaya melakukan kegiatan, hadir, ikut mendengarkan, menyerap aspirasi dengan segala macam problema yang kita dengar di lapangan,” kata Wamenkeu.

Menurut Wamenkeu, harus ada proses dimana partisipasi masyarakat itu diperhatikan oleh pembuat kebijakan. Pembuat undang-undang harus mendengarkan, mempertimbangkan, kemudian membuat keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut.

“Ini yang secara umum kita mesti latih. Kita mesti latih birokrasi kita supaya bekerja dengan cara seperti ini,” ujar Wamenkeu.

Namun demikian, setiap datang ke daerah untuk melakukan pendekatan, sekitar 70 persen percaya Undang-Undang Cipta Kerja akan mengubah Indonesia dan bermanfaat. Akan tetapi, terdapat sekitar 49 persen mengatakan undang-undang tersebut perlu perbaikan.

“Saya yakin yang harus diperbaiki adalah cara birokrasi menjalankan Undang-Undang Cipta Kerja dan seluruh turunannya ini, serta bagaimana kita menjalankan dunia usaha juga ikut nge-klop-kan. Ini pekerjaan kita semua karena yang mau kita bangun perekonomian Indonesia. Jadi birokrasinya menjadi kunci penting. Ini kita lakukan terus,” kata Wamenkeu.

Untuk itu, diperlukan disiplin dan endurance yang tinggi dalam cara kerja birokrasi dengan memperhatikan komunikasi, sosialisasi, serta pengawasan yang juga tak kalah penting.

“Pengawasan yang baik, pengawasan dari dalam, pengawasan dari sekeliling, dan juga kita nanti kita tanya teman-teman dunia usaha itu juga ikut sebenarnya mengawasi. Karena dunia usaha perlu memberikan masukan seperti apa kondisi bisnis, kondisi lingkungan usaha yang terjadi di dunia nyata itu. Dan bagaimana kita harus menyikapinya,” ujar Wamenkeu.

Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting