(Vibiznews – Economy & Business) – Perekonomian global menurun disertai dengan ketidakpastian yang masih tinggi. Pertumbuhan ekonomi global 2023 masih melambat sebagaimana prakiraan, dengan risiko resesi yang tinggi di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
Perlambatan ekonomi global tersebut dipengaruhi oleh fragmentasi ekonomi, perdagangan dan investasi akibat ketegangan politik yang berlanjut. Serta dampak pengetatan kebijakan moneter yang agresif di negara maju. Bank Indonesia memprakirakan ekonomi dunia tumbuh sebesar 3,0% pada 2022 dan menurun menjadi 2,6% pada 2023.
Sementara itu, tekanan inflasi masih tinggi, meskipun mulai melandai, dipengaruhi berlanjutnya gangguan rantai pasokan dan ketatnya pasar tenaga kerja terutama di AS dan Eropa. Inflasi yang masih tinggi mendorong kebijakan moneter global tetap ketat.
The Fed diprakirakan akan menaikkan Fed Funds Rate hingga awal 2023 dengan siklus pengetatan kebijakan moneter yang panjang. Meskipun dengan besaran yang lebih rendah. Perkembangan ini mendorong tetap kuatnya mata uang dolar AS dan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. Yang kemudian berdampak pada belum kuatnya aliran modal masuk ke negara berkembang, termasuk Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi domestik Indonesia tetap baik.
Permintaan domestik tetap berdaya tahan dipengaruhi oleh daya beli masyarakat dan keyakinan pelaku ekonomi yang tetap terjaga. Perkembangan ini tercermin pada berbagai indikator bulan November 2022 dan hasil survei Bank Indonesia terakhir. Seperti keyakinan konsumen, penjualan eceran, dan Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur.
Sementara itu, kinerja ekspor diprakirakan tetap kuat, khususnya didorong ekspor batu bara, CPO, besi dan baja, serta ekspor jasa. Hal ini seiring permintaan beberapa mitra dagang utama yang masih kuat serta dampak positif kebijakan yang ditempuh Pemerintah. Secara spasial, kinerja positif ekspor ditopang terutama didorong Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua), yang tetap tumbuh kuat.
Pertumbuhan ekonomi yang tetap baik sejalan dengan perkembangan dari sisi lapangan usaha dimana sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Industri Pengolahan. Serta Transportasi dan Pergudangan tumbuh cukup kuat. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2022 diprakirakan tetap bias ke atas dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia pada 4,5-5,3%. Pada tahun 2023, pertumbuhan ekonomi diprakirakan tetap kuat meskipun sedikit melambat sejalan dengan perlambatan ekonomi global ke titik tengah kisaran 4,5-5,3%.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tetap kuat sehingga mendukung ketahanan eksternal.
Transaksi berjalan triwulan IV 2022 diprakirakan kembali mencatatkan surplus sejalan dengan kinerja neraca perdagangan yang tetap baik. Neraca perdagangan November 2022 mencatat surplus sebesar 5,2 miliar dolar AS, didukung oleh kinerja ekspor komoditas utama. Aliran masuk modal asing di investasi portofolio secara perlahan mulai terjadi pada November-Desember 2022. Meskipun secara triwulanan hingga 20 Desember 2022 masih tercatat net outflows sebesar 0,4 miliar dolar AS.
Posisi cadangan devisa Indonesia akhir November 2022 meningkat dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya, dan tercatat sebesar 134,0 miliar dolar AS. Setara dengan pembiayaan 5,9 bulan impor atau 5,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Secara keseluruhan 2022, kinerja NPI diprakirakan tetap terjaga didukung surplus transaksi berjalan berada dalam kisaran 0,4 – 1,2% dari PDB. Ini sejalan permintaan eksternal dan harga komoditas global yang masih tinggi. Dan kinerja neraca transaksi modal dan finansial yang tetap baik terutama dalam bentuk PMA.
Di tengah risiko ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi, kinerja NPI pada 2023 juga diprakirakan tetap baik. Ditopang oleh surplus neraca transaksi modal dan finansial serta transaksi berjalan yang solid dalam kisaran surplus 0,4% sampai dengan defisit 0,4% dari PDB.
Dengan langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia, stabilitas nilai tukar Rupiah terjaga di tengah masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
Tekanan nilai tukar Rupiah pada November-Desember 2022 berkurang dipengaruhi aliran masuk modal asing yang terjadi di pasar SBN. Serta langkah-langkah stabilisasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Perkembangan nilai tukar Rupiah tersebut cukup positif di tengah dolar AS yang masih kuat. Dan ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
Indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama (DXY) tercatat masih tinggi di level 104,16 pada 21 Desember 2022. Dengan perkembangan tersebut, nilai tukar Rupiah sampai dengan 21 Desember 2022, terdepresiasi 8,56% (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2021. Depresiasi nilai tukar Rupiah tersebut relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara lain di kawasan. Seperti Tiongkok 8,96% (ytd) dan India 10,24% (ytd).
Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan nilai fundamentalnya untuk mendukung upaya pengendalian inflasi dan stabilitas makroekonomi.
Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting



