(Vibiznews – Economy & Business) – Dalam Rapat Dewan Gubernur yang diadakan pada tanggal 18-19 Januari 2023 juga membahas masalah nilai tukar Rupiah dan Inflasi.
Nilai tukar Rupiah menguat sehingga mendukung stabilitas perekonomian.
Rupiah pada awal 2023 mengalami apresiasi, dimana sampai 18 Januari 2023 menguat 3,18% secara point to point. Dan 1,20% secara rerata dibandingkan dengan level Desember 2022. Penguatan Rupiah tersebut relatif lebih baik dibandingkan dengan apresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya. Antara lain seperti Filipina (2,08% ytd), Malaysia (2,04% ytd), dan India (1,83% ytd).
Penguatan tersebut didorong oleh aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek ekonomi domestik. Yang tetap baik dengan stabilitas yang terjaga, imbal hasil aset keuangan domestik yang tetap menarik. Dan ketidakpastian pasar keuangan global yang sedikit mereda.
Ke depan, Bank Indonesia memprakirakan Rupiah terus menguat sejalan prospek ekonomi yang semakin baik. Dan karenanya akan mendorong penurunan inflasi lebih lanjut.
Kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation) diperkuat dengan operasi moneter valas. Termasuk implementasi instrumen berupa term deposit (TD) valas dari Devisa Hasil Ekspor (DHE) sesuai mekanisme pasar.
Inflasi menurun lebih cepat dari yang diprakirakan.
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada akhir 2022 tercatat sebesar 5,51% (yoy). Jauh lebih rendah dari prakiraan sesuai dengan Consensus Forecast 6,5% (yoy) pasca penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada September 2022.
Demikian pula inflasi inti tercatat rendah pada akhir 2022 yaitu sebesar 3,36% (yoy) jauh lebih rendah dari prakiraan Bank Indonesia sebesar 4,61% (yoy). Penurunan inflasi IHK dan inti tersebut sebagai hasil koordinasi yang sangat erat antara Pemerintah dan Bank Indonesia. Melalui respons kebijakan moneter Bank Indonesia yang front loaded, pre-emptive, dan forward looking.
Didukung dengan pengendalian inflasi bahan pangan bergejolak (volatile food) melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). Ke depan, Bank Indonesia meyakini inflasi inti tetap berada dalam kisaran 3,0±1% pada semester I 2023. Dan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) kembali ke dalam sasaran 3,0±1% pada semester II 2023.
Bank Indonesia akan terus memperkuat respons kebijakan moneter, serta terus berkoordinasi dengan Pemerintah guna memastikan penurunan dan terkendalinya inflasi tersebut.
Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting